Mohon tunggu...
Boly Uran
Boly Uran Mohon Tunggu... Human Resources - Seorang Petani yang suka melakukan kajian sosial budaya untuk membantu pembangunan Desa

hasil kajian sosial budaya telah dibukukan dalam buku perdana dengan Judul Di Balik Kesunyian Lewouran Duli Detu Saka Ruka Paji Wurin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Transformasi Literasi di SMPK Ile Bura

19 Februari 2020   17:23 Diperbarui: 19 Februari 2020   17:26 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat pada tanggal 15 Januari 1968, di Lereng Gunung Api Lewotobi, di Kampung Lewotobi sebagai pusat Kakang Lewotobi, Alhmarum Pater Lambertus Lamen Uran SVD mendirikan sebuah sekolah menengah pertama, dimateraikan dalam sebuah tuturan dengan nama Ile Bura. Di tahun 2020, SMPK Ile Bura menapaki usianya ke 52. Merefleksikan Penyertaan Tuhan atas Lembaga Pendidikan ini, penulis mencoba mengenang HUT kali ini dalam sebuah refleksi Gerakan Literasi.

Literatur akarnya dari bahasa Latin , yakni kata "littera", arti awalnya adalah huruf atau tulisan tangan, digunakan untuk merujuk ke semua yang tertulis. Tetapi konsep ini telah berubah dari waktu ke waktu. Tidak hanya bentuk tulisan, tetapi juga bentuk2 ucapan (oral) atau lisan, juga bentuk seni verbal (ucapan) yang tidak tertulis.

Kemajuan teknologi cetak kemudian memungkinkan berkembangnya literasi tulisan dan lisan yang berpuncak pada literatur elektronik. Isitlah Literasi dalam bahasa Latin, Literatus  artinya orang yang belajar. Mengutip National Institut for Literacy dalam Wikipedia, Literasi literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat.

Pentingnya gerakan Literasi ini telah mendorong pemerintah untuk menurunkan Regulasi yakni Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 21 Tahun 2015 dan telah diganti dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Pada Salinan Lampiran Poin F Romawi VI tentang Mengembangkan Potensi Diri Peserta Didik Secara Utuh, dijelaskan kegiatan yang dlakukan adalah sekolah mengaolakasikan waktu 15 Menit sebelum pembelajaran diisi dengan kegiatan membaca buku selain buku pelajaran.

Sebuah pertanyaan, Cukupkah 15 Menit ini ?

Reformasi sisitim Pendidikan menjadi sebuah keharusan dan Presiden Jokowi telah menginstruksikan Mentri Pendidikan Nadiem Makarim untuk melakukan Perubahan Kurikulum ( Kompas, 25 November 2019 ). Bagi Nadiem Makarim, Merdeka Belajar dan Kehadiran Guru Penggerak merupakan dua poin penting yang didorong dalam pengembangan sisitim belajar di Indonesia. (Kompas, 25 November 2019 dengan Judul " Upacara Hari Guru Nasional, Nadiem Bicara soal Merdeka Belajar dan Guru Penggerak ).

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Merdeka Belajar.

Dikutip dari Kompas, Merdeka Belajar menurut Nadiem adalah "memberikan kesempatan bagi sekolah, guru dan muridnya bebas untuk berinovasi, bebas untuk belajar dengan mandiri dan kreatif." Belajar adalah sebuah proses yang membebaskan keterkungkungan jiwa dalam sebuah ketidaktahuan menujuh sebuah gairah, semangat untuk terus mengekspresikan diri, cita dan harapan.

Merdeka adalah kebebasan untuk memilih, kebebasan untuk mencintai.

Non Scholae Sed Vita Discimus, kita belajar bukan untuk sekolah tapi untuk hidup adalah cara orang orang yang menyadari hakekat kemerdekaan dalam proses belajar.

Term Edukasi dari bahasa Latin, Ex ( Keluar ) Ducere ( menghantar ) menegaskan bahwa pendidikan sebagai sebuah proses menghantar, sebuah proses pencaharian. Peran guru dalam proses menghantar, proses pencaharian ini sangat penting. Guru hadir sebagai pendamping yang harus mampu menumbuhkan semangat peserta didik untuk belajar menemukan sesuatu, menumbuhkan semangat anak- anak didik untuk berani bermimpi. Dari kerinduan dalam mimpi ada gairah yang terus dipelihara untuk diwujudkan.

Guru Sebagai Penggerak.

Pendidikan sebagai Proses menghantar menegaskan bahwa peran utama yang bergerak adalah peserta didik itu sendiri. Kehadiran guru sebagai motivator yang membantu anak untuk berani mengambil langkah sekecil apapun untuk meraih mimpinya. Sebagai Penggerak berarti guru harus terus dan sediah menemani peserta didik, terus berupaya mengembangkan kreativitas pendampingan. Guru terus belajar mengembangkan dirinya. Untuk ituh ruang bagi guru untuk mengembangkan dirinya harus mendapat porsi yang lebih besar daripada kesibukan bersifat administratif.

Upaya Menciptakan Merdeka Belajar dan Guru Sebagai Penggerak.

Dua poin penting yang ditegaskan oleh mentri Pendidikan merupakan sebuah tantangan yang harus segerah diwujudkan bukan hanya oleh pemerintah saja tetapi peran semua pihak termasuk Yayasan ( Yapersuktim ) komite sekolah, orang tua, para pemerhati pendidikan, kepala sekolah dan dewan guru. Upaya menciptakan Merdeka belajar dan guru sebagai penggerak ternyata telah dirintis oleh Pendiri Sekolah ini alhmarum Pater lambertus Lamen Uran, SVD.

Sekitar tahun 2000, ketika penulis bertemu dengan Pater Lamen, demikian sapaanya di Biara Simeon Ledalero, penulis mendapatkan informasi tentang cita- cita awalnya mendirikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama.

Awalnya Pater Lamen merencanakan mendirikan sekolah pertanian di daerah Watobuku. Tetapi atas saran para pemuka di wiayah Lereng Gunung Api Lewotobi dengan dasar pertimbangan fakta social budaya bahwa Lewotobi sebagai pusat Kakang ( kerajaan ) Lewotobi maka sekolah didirikan di Sekolah Menengah Pertama di Lewotobi dengan nama Ile Bura. Komitmen bersama ini juga dipertegas oleh Wilhelmus Wuring, seorang guru di Riang Baring yang bersama para tokoh lain dalam keputusan mendirikan sekolah ini. ( Wawancara dengan Beliau pada bulan Juli 2017 dalam rangkah persiapan perayaan Emas SMPK Ile Bura ).

Rencana mendirian sekolah pertanian di Watobuku karena bagi Pater Lamen Uran, wilayah ini cocok untuk menyiapkan para generasi yang mampu mengelola ladang- ladang menjadi kawasan Lereng Gunung Api Lewotobi menjadi areal pertanian yang maju. Sebagai anak petani Pater Lamen telah memulai sebuah Visi yakni bagaimana generasi selanjutnya mampu mengelola potensi -- potensi local yakni potensi lahan pertanian, peternakan dan kelautan.

Kerinduan Pater Lamen Uran ini ternyata sadar atau tidak diterjemahkan oleh para guru di awal -- awal tahun berdiri. Para murid diwajibkan kerja kebun, mengolah ladang sekolah. Kalau saat air laut surut, ada kebijakan sekolah, para siswa pergi mencari ikan dan hasil ikan dibawa ke sekolah untuk dinikmati secara bersama sama. Praktek ini masih penulis alami baik saat masih di SDK Lewotobi maupun saat di menjadi siswa di SMPK Ile Bura.

Melalui kegiatan ini sebenarnya para guru sedang membantu para siswa untuk menemukan kembali jati diri mereka sebagai anak petani- nelayan. Tapi satu hal yang terlewatkan adalah para siswa tidak dilatih untuk menuliskan pengalaman mereka, apa hasil pengamatannya selama menjalankan aktivitas ini dalam sebuah jurnal sekolah. Semuanya mengalir saja dan hanya tersimpan dalam kenangan yang dituturkan secara lisan ke generasi selanjutnya.

Berkaitan dengan catatan harian ini, sebenarnya telah didorong oleh alhmarum Andreas Ramu Uran, mantan Kepala SMPK Ile Bura. Beliau setia menuliskan pengalamanya sebagai guru di SMPK Ile Bura. Melalui buku diarnya serta foto -- foto yang tersimpan rapi penulis memperolah banyak kisah di balik layar tentang perjalanan lembaga pendidikan ini.

Gairah sebagai anak petani -- nelayan seharusnya menjadi sebuah metode pembelajaran. Teriakan anak- anak di sepanjang jalan menuju ladang setelah pulang sekolah, teriakan melawan gelombang blelawutun, gelombang pantai selatan harusnya menjadi pangung teater anak anak menemukan jatih diri dan pada akhirnya mereka sendiri memutuskan untuk melakukan sesuatu dalam proyek- proyek social di sekolah, di masyarakat. Dari proyek social ini anak- anak dipersiapkan untuk peran yang lebih besar dalam kehidupan social budaya.

Kegiatan menanam pohon, anakan sengon laut di Kampung lama Lewouran yang digagas penulis perlahan mendorong lembaga pendidikan ini untuk terus mempersiapkan generasi yang cinta dan peduli dengan kampung halaman. Dan inilah esensi sebenarnya dari Giat Literasi. Berawal dari kemampuan membaca, perlahan kemampuan bertutur, berhitung, anak- anak perlahan dalam semangat kemandirian mampu membahasakan impian dalam sebuah karya termasuk dalam sebuah tulisan.

Menyadari pentingnya kegiatan Literasi ini, maka penulis dalam koordinasi dengan Kepala Sekolah dan Dewan Guru mengundang Ketua Agupena Cabang Flores Timur, Maksimus Masan Kian untuk memberikan pembekalan tentang Giat Literasi di hadapan dewan guru, para siswa, serta tamu undangan yakni Camat Ile Bura, Kepala Desa Lewotobi, ketua dan anggota Komite SMPK Ile Bura, pada tanggal 18 Januari 2020 di SMPK Ile Bura. Dalam sesi yang dibawakan oleh Agupena di isi dengan penampilan Penyair Zaeni Boli Ama dengan membawakan puisi Sutardji Calzoum Bachri berjudul Jembatan. Penampilan beliau sangat memukau para peserta dan mendapatkan applaus yang meriah.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dari penampilan ini, Ama Zaeni menunjukkan bahwa kekuatan sebuah kata, syair terletak pada kemampuan menariskan, menuturkan kata- kata, kalimat itu. Kemampuan mengekspresikan sastra harus menjadi sebuah tradisi yang terus dikembangkan di sekolah- sekolah. Literasi juga kemampuan mengekspresikan nilai- nilai, kepekaan jiwa membahasakan sebuah pesan agar pesan itu menjadi bermakna.

Bagi Penyair Percy Bysshe Shelley puisi adalah rekaman detik detik yang paling indah dalam hidup.

Sekolah adalah pagung, ruang yang indah, nyaman bagi anak- anak untuk merangkai pesan pesan kehidupan, tempat memahat kisah yang harus dikembangkan menjadi sebuah komunitas Literasi yang membawa semangat kelahiran baru.

Momentum kehadiran Agupena di SMPK Ile Bura sebagai sebuah proses untuk menata kembali kearifan- kearifan pendidikan yang telah dilakukan dalam sebuah stategis peningkatan kualitas pendidikan yang lebih terarah dan terukur serta berdampak transformatif. Kegiatan Natal bersama dan peringatan HUT sekolah dalam dengan Tema " Komunitas Literasi Menjanjikan Kelahiran Baru ". Dalam Kotbanya, Paulus Senggo Hokeng menegaskan bahwa melalui "Komunitas Literasi, kita mampu menterjemahkan Sang Sabda dalam tuturan lisan dan tulisan "

Upaya menterjemahkan Sang Sabda dalam tindakan, karya yang transformatif buka lagi pilihan tetapi sebuah keharusan panggilan sebagi murid- murid Tuhan yang siap diutus mewujudkan tatanan kehidupan yang holistic. Lembaga pendidikan sejalan dengan arah reformasi pendidikan yang sedang dipersiapkan dari aspek regulasi harus terus menerus berbenah diri, terus belajar, belajar dan belajar sebagaimana pesan dan penegasan dari Alumni SMPK Ile Bura, Pater Markus Solo Kwuta, SVD melalui penulis yang dibacakan dihadapan peserta. Bagi Pater Markus, menabur 100 benih unggul hari ini sama dengan mendapatkan 1000 buah unggul lainnya di masa depan. Sebuah tantangan adalah membawa SMPK Ile Bura sebagai model di wilayah dalam membantu mengatasi ketertinggal di wilayah, demikian tegasnya.

Kegiatan Natal Bersama dan Peringatan HUT Sekolah diisi juga dengan Penyerahan Buku Asal Usul Lewo, kerjasama Agupena dengan Dinas Paeiwisata dan Kebudayaan Flore Timur. SMPK Ile Bura merupakan sekolah pertama yang menerima buku ini. Pada kesempatan ini juga Kepala Desa Lewotobi menerima buku ini dan menjadi desa pertama juga yang menerima buku ini. sedangkan buku untuk penulis, penulis percayakn untuk diserahkan ke saudara penulis Antonius Nuli Uran, yang menjabat sebagai Ketua Komite SMPK Ile Bura.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Semoga melalu semangat Giat Literasi , semangat Kelahiran Baru menjadi kerinduan jiwa yang terus rindu belajar dari Sang Sabda, kerinduan untuk menghadirkan Sang Sabda dalam Karya dan tindakan- tindakan transformatif demi kebaikan bersama dan keberlangusang tuturan nilai- nilai kehidupan.

Dirgahayu Almamaterku

URAN, Fabianus Boly

Penulis, anggota Komite SMPK Ile Bura

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun