Jakarta - Kualitas udara Jakarta telah menjadi sorotan baru di antara warga Indonesia dan warga global selama beberapa bulan terakhir. Berdasarkan data yang ada di AirVisual Jakarta menempati peringkat pertama sebagai kota berpolusi paling buruk di dunia. Tim advokasi Ibu Kota berpendapat bahwa pemerintah lalai dalam mengumumkan kondisi udara yang tidak sehat, mereka menuntut hasil gugatan dalam bentuk kebijakan agar keberhasilan dapat diukur secara langsung.
Peraturan Tidak Tegas
Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan bahwa polusi udara Jakarta yang semakin buruk bukan hanya karena tingginya jumlah kendaraan di DKI Jakarta tetapi juga karena tidak adanya peraturan yang ketat. Menurutnya peraturan pemerintah DKI Jakarta tidak cukup strategis sehingga pemerintah harus membatasi input kendaraan bermotor.
Sedangkan pada aplikasi, gubernur tidak melakukan pembatasan untuk produksi kendaraan pribadi saat mereka juga meningkatkan transportasi umum dan meningkatkan infrastruktur jalan. Ini dapat dinilai sebagai tindakan yang tidak berguna karena tidak ada kesesuaian di antara peraturan sehingga pemanfaatan konstruksi yang dilakukan gubernur tidak dapat dimaksimalkan.
Populasi Semakin Meningkat
Jakarta sebagai kota padat penduduk dengan wilayah terbatas. Jakarta menjadi kota megapolitan terpadat ke-6 dengan populasi 9,6 juta orang, setengah dari populasi di Tokyo yang menempati peringkat pertama dengan 32,5 juta penduduk. Populasi di Jakarta meningkat karena terletak di dekat beberapa kota yang juga memiliki populasi besar. Selain itu tercatat bahwa Bekasi memiliki 2,4 juta penduduk, Depok memiliki 2,1 juta penduduk, Tangerang memiliki 2 juta, dan Tangerang Selatan memiliki 1,5 juta penduduk.
Jika dilihat dari padatnya penduduk Jakarta, perencanaan dan pengembangan kota Jakarta belum ideal hal ini yang membuat masalah seperti kemacetan lalu lintas, polusi, banjir , kejahatan, dll. Dan tidak bisa diselesaikan sepenuhnya.
Menurunnya Minat Angkutan Umum
Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, mengutip dari Gubernur Jakarta, Anies Baswedan mengatakan bahwa jumlah pengguna angkutan umum menurun dari 49% menjadi 19%. Beliau mengatakan bahwa penurunan ini juga disebabkan oleh kondisi jalan yang semakin baik dan peningkatan kendaraan pribadi. Meskipun demikian, orang cenderung menggunakan situasi ini untuk membeli kendaraan pribadi.
Hal ini dipicu oleh akses mudah pembelian kendaraan pribadi dengan banyak leasing yang mengakomodasi pembelian dengan kredit. Selain itu, orang mengira lebih praktis menggunakan kendaraan pribadi karena rute angkutan umum masih terbatas. Jusuf Kalla juga mengakui bahwa tidak mudah untuk membujuk orang untuk mengubahnya ke transportasi umum. Menurutnya, perlu ada peningkatan fasilitas dan layanan angkutan umum sehingga masyarakat ingin melanjutkan menggunakan angkutan umum.