Mohon tunggu...
Bogi Periklas
Bogi Periklas Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Esai

Saya adalah seorang penulis esai yang tinggal di Jakarta Selatan. Saya sangat tertarik pada bidang sosial, politik dan budaya. Selain menulis, saya saat ini menekuni hobby bercocok tanam secara hidroponik.

Selanjutnya

Tutup

Love

Centong Sayur Mama, Centong Sayur Pemersatu Keluarga Kami

3 Januari 2022   12:39 Diperbarui: 3 Januari 2022   12:54 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Centong sayur Mama patah nih, Gi,” begitu pesan Whatsapp dari Mama, yang aku terima sore itu. Isi pesan yang rasanya tidaklah terlalu penting. Namun aku tahu, centong itu punya sejarah yang cukup panjang di keluarga kami.

Centong sayur itu adalah salah satu hadiah perkawinan Mama dan Papa dari kerabatnya. Sejak saat itulah centong sayur itu selalu menjadi andalan Mama di dapur. Tidak terasa telah hampir 50 tahun, centong itu selalu menemaninya di dapur setiap memasak. Tak peduli apapun masakannya, centongnya selalu yang satu itu.

Centong itu seolah-olah sudah menjadi bumbu rahasia, untuk setiap masakan Mama yang terkenal kelezatannya. Ya, Mama memang mempunyai keahlian memasak yang cukup terkenal di lingkungannya. Bahkan dulu, ia juga sering menitipkan hasil masakannya di pasar-pasar terdekat rumah kami. Dan hasilnya pun cukup lumayan untuk meringankan beban ekonomi keluarga kami.

“Lumayanlah, untuk beli-beli bumbu dapur,” begitu kata Mama sambil tersenyum, setiap kali menerima setoran dari para pemilik toko, tempat ia biasa menitipkan masakannya. Tentu saja uang hasil berjualan itu, tidak hanya cukup untuk membeli bumbur dapur saja. Tetapi uang tersebut juga mempunyai andil dalam membiayai uang sekolah kami bertiga, anak-anaknya.

Sebetulnya bagi kami bertiga, yang paling berkesan adalah masakan Mama yang lezat, dan bukan centongnya. Masih lekat dalam ingatanku, bagaimana lezatnya rawon, opor ayam, sup buntut dan masakan-masakan lainnya. Semuanya itu bertambah nikmat, karena kami makan bersama-sama, satu keluarga.

Biasanya ini adalah saat yang mengasyikkan bagi kami. Setelah seharian, bergulat dengan pelajaran-pelajaran di sekolah. Kebersamaan menikmati masakan Mama, seolah menjadi obat paling manjur dalam mengatasi kelelahan kami. Suatu kenangan indah pada masa kecil, yang tak mungkin kami lupakan.

“Mungkin ia lelah,” begitu pikirku ketika menerima kabar tentang centong itu. Bayangkan saja, hampir 50 tahun dipakai dan tak pernah seharipun absen. Rasanya memang sudah waktunya, ia beristirahat.

Segera akupun menghubungi adik-adik, untuk mengabarkan berita itu. Tetapi nampaknya merekapun sudah mengetahuinya. Rupanya, Mama mengirimkan pesan ke semua anaknya. Tampaknya ia betul-betul merasa kehilangan dengan rusaknya centong itu.

Tentu saja, bukanlah hal yang sulit untuk membeli centong baru. Cukup dengan membelikannya di marketplace-marketplace yang ada, maka centong baru bisa diantar pada hari yang sama. Namun kali ini, aku dan adik-adikku ingin memberikan kejutan untuk Mama. Kami akan membelinya dan mengantarkan langsung kerumahnya.

“Kita kasih Mama surprise, yuk,” kataku ke adik-adikku. Merekapun dengan cepat menyetujui rencana tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun