Padahal dengan sadar, problem yang ditimbulkan ledakan penduduk sangat luar biasa serius. Seperti masalah pangan, pengangguran, kriminalitas, kesempatan memperoleh pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan lain sebagainya. Ledakan jumlah penduduk yang jadi beban perekonomian kita. Devisa kita terkuras untuk pangan. Semisal impor beras, impor gandum, bahkan impor garam.
Di sisi lain, daya dukung ekonomi kita untuk menangani masyarakat miskin amat minim. Daya serap pertumbuhan ekonomi kita terhadap jumlah tenaga kerja juga masih rendah, karena perekonomian kita tumbuh tidak lebih karena ditopang konsumsi oleh besarnya jumlah penduduk tersebut. Namun lebih dari itu, masalah kependudukan yang kita hadapi tidak hanya masalah pertumbuhan penduduk dan pertambahan pengangguran saja, melainkan menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM).
Di negara berkembang, jumlah penduduk besar diyakini penghalang bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Negara dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit tentu akan dapat meningkatkan kualitas dari sumber daya manusianya dengan baik pula, atau dapat lebih fokus kepada pembangunan manusianya sendiri. Bagaimana pula dengan negara berkembang dan berpenduduk padat seperti Indonesia? Sangat miris mendengar bahwa IPM (Indeks Prestasi Manusia) Indonesia berada pada urutan 124, dimana dari 187 negara yang disurvei oleh UNDP, Indonesia berada di peringkat 124, jauh di bawah Brunei (posisi 33) dan Malaysia (61).
Namun pencapaian Indonesia masih lebih baik dibanding Vietnam (peringkat 128), Laos (138), dan Burma (149). Survei UNDP ini menempatkan Republik Demokratik Kongo, Niger, dan Burundi di tempat terbawah.
Sebagaimana kita ketahui IPM atau Human Development Index (HDI) ini adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Saatnya pemerintah pusat dan daerah putar haluan dengan lebih fokus pada pembangunan manusia Indonesia. Rencana pembangunan jangka pendek dan jangka panjang dalam pemerintahan era otonomi daerah hendaknya tidak hanya sekadar mengejar pembangunan fisik yang hasilnya dapat dilihat secara kasat mata dan cepat. Namun juga harus memprioritaskan pengendalian jumlah penduduk agar dapat mengejar pembangunan kualitas manusia yang ada di dalamnya.
Sudah saatnya pemerintah merevitalisasi program keluarga berencana (KB) yang kini hampir tak terdengar lagi. Revitalisasi KB mesti dibarengi pembuatan desain kependudukan yang baik, juga kemauan politik yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat perlu segera menghidupkan kementerian kependudukan kembali agar BKKBN memiliki induk dan peta kependudukan kita ke depan dapat didisain secara utuh. (Ir Budiman Panjaitan ) (MB).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI