Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Timnas ‘Mie Instan’ Indonesia

9 Desember 2010   17:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:52 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permainan yang dipertunjukkan oleh timnas (tim nasional) Indonesia di tiga pertandingan penyisihan grup di Piala AAF kemarin lusa itu paling tidak telah menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan yang membangkitkan harapan.

Paling tidak sudah ada perbaikan dan peningkatan yang berarti dari sisi spirit semangat juang yang tak kendor dari awal sampai akhir pertandingan, stamina yang konsisten tetap terjaga selama 90 menit pertandingan, kerjasama antar pemain dan antar lini yang mengesampingkan egoisme permainan individual, peningkatan agresifitas dan produktifitas gol yang dihasilkan.

Semoga saja timnas Indonesia tak menunjukkan kinerja menurun di laga selanjutnya.

Dimana di semifinal nanti timnas Indonesia sebagai juara grup A akan berhadapan dengan timnas Filipina sebagai runner up grup B. Rencananya pertandingan tersebut akan diselenggarakan di stadion utama Gelora Bung Karno pada hari Kamis tanggal 16/12/2010 dan hari Minggu tanggal 19/12/2010.

Jika berhasil menang maka timnas Indonesia akan melaju ke final, dimana di laga tersebut timnas Indonesia akan menghadapi pemenang dari pertandingan antara timnas Malaysia dengan timnas Vietnam.

Pertandingan antara timnas Malaysia berhadapan dengan timnas Vietnam itu rencananya akan diselengarakan di Stadion Bukit Jalil pada hari Rabu tanggal 15/12/2010, dan di Stadion My Dinh pada hari Sabtu tanggal 18/12/2010.

Tak dapat disangkal –tanpa mengecilkan arti dan andil serta kontribusi dari pemain lainnya- bahwasanya kehadiran Cristian ‘El Loco’ Gonzales (striker Persib Bandung asal Uruguay) dan Irfan Harrys Bachdim (mantan striker FC Utrecth Belanda yang ditampik Persija Jakarta sehingga sekarang bermain di Persema Malang) di squad line up timnas Indonesia telah terbukti memberikan darah baru yang segar sehingga mendongkrak kinerja tim secara keseluruhan.

Kedua pemain itu merupakan bagian kecil dari proyek mercusuar PSSI dalam program naturalisasi dan asimilasi kewarganegaraan bagi pemain-pemain sepakbola yang dipandang potensial untuk mendongkrak prestasi sepakbola Indonesia di kompetisi antar negara di kompetisi tingkat internasional.

Dibelakangnya telah ada sederet pemain lainnya yang juga diincar untuk dinaturalisasikan. Konon kabarnya didalam daftar listnya lebih dari 60 orang pemain.

Mereka itu antara lain ada yang sudah bermain di klub Liga Indonesia, yaitu diantaranya adalah : Victor Igbonefo (asal Nigeria yang bermain di Persipura Jayapura); Sammy Pierre Patrick (asal Kamerun yang bermain di Persema Malang); dan sebagainya.

Mereka ini akan direkrut berdasarkan peraturan FIFA yang memperbolehkan seorang pemain yang kehilangan kewarganegaraan asalnya untuk membela asosiasi negara lain yang sesuai dengan kewarganegaraannya, apabila pemain itu telah bermain di negara yang akan dibelanya tersebut selama 5 tahun berturut-turut.

Lalu ada juga yang saat ini sedang bermain di Liga beberapa negara lainnya, namun mereka itu merupakan keturunan Indonesia atau blasteran atau anak dari perkawinan campuran dari orangtua WN Indonesia yang menikah dengan WN non Indonesia

Sebenarnya kami memiliki 51 daftar pemain keturunan Indonesia. Sebanyak 46 bermain di Belanda, sisanya ada yang main di Cyprus, Belgia, Cina dan Australia. Namun baru empat pemain tersebut yang tegas menyatakan siap membela timnas Indonesia”, kata Nugraha Besoes.

Mereka itu rata-rata masih relatif belia usianya, yaitu diantaranya adalah : Kim Jeffry Kurniawan (FC Heidelsheim Jerman); Raphael Guillermo Maitimo (FC BIT China); Jhonny Rudolf van Beukering (Go Ahead Eagels FC); Jeffry de Vischer (FC Emmen); Sergio van Dijk (Adelaide United Australia); Tobias Jesajas Waisapy (FC Feyenoord jr); Donovan Partosubroto (Ajax Amsterdam jr Belanda); Radja Nainggolan (Piacenza Italia), Raphael Tuankotta (Volendam jr); Justin Tahaparry (FC Eindhoven); Estefan Pattinasarani (AZ Alkmaar); Marvin Wagimin (VVV Venlo); Raymon Sosroredjo (Vitesse yunior); Regilio Yacobs; Ponggue Marcial; Alessandro Trabucco; dan yang lain sebagainya.

Mereka ini akan direkrut berdasarkan peraturan FIFA yang intinya memperbolehkan kepada semua pemain membela asosiasi negara selain yang dia miliki kewarganegaraannya, dimana di asosiasi negara itu pemain tersebut mempunyai garis keturunan dari kakek atau nenek atau bapak atau ibunya. Dan juga memberikan hak kepada pemain yang punya status kewarganegaraan ganda untuk memilih tim nasional yang dikehendakinya.

Namun, cara-cara asimilasi dan naturalisasi tersebut diatas juga diberikan pembatas rambu larangan oleh FIFA dimana hal tersebut diatas tidak berlaku bagi pemain yang pernah memperkuat sebuah timnas tertentu dalam pertandingan resmi tingkat internasional level A.

Sebenarnya aturan FIFA perihal asimilasi dan naturalisasi pemain ini pada era sebelum tahun 2004 terhitung relatif lebih longgar.Namun rencana Qatar yang berusaha menaturalisasi 3 orang pemain Brasil telah memicu FIFA mengetatkan syarat dan aturannya dalam rangka untuk mengendalikan laju naturalisasi.

Piala Dunia bisa kebanjiran para pemain Brasil. Ini akan menjadi bahaya besar. Ada sekitar 60 juta pemain bola di Brasil, tetapi hanya tersedia 11 tempat di tim nasional mereka’, kata Sepp Blater, Presiden FIFA.

Perihal pemain Brasil ini memang ada fenomena unik pada saat putaran final Piala Dunia 2010. Dimana terdapat beberapa pemain kelahiran Brasil yang kemudian memilih kewarganegaraan negara lain dalam rangka memperkuat timnas negara tersebut, diantaranya adalah Deco dan Liedson di Timnas Portugal, lalu Marcos Senna di Timnas Spanyol, juga ada Cacau di Timnas Jerman.

Sampai-sampai Dunga yang pelatih timnas Brasil itu berseloroh, “Kami akan bertanding melawan tim B Brasil”.

Berkait dengan soal serupa, asimilasi dan naturalisasi, pada masa sebelumnya kita juga mengenal Zinedine Zidane yang berpaspor ganda, yaitu Perancis dan Aljazair.

Di timnas Portugal pada masa sebelumnya juga dikenal Eusebio yang berasal dari Mozambik. Begitu juga dengan Alfredo di Stefano sebagai keturunan Italia yang memperkuat timnas Argentina kemudian Kolombia lalu ke Spanyol. Lalu juga ada Ferenc Puskas yang bolak-balik antara timnas Hongaria dan Spanyol.

Sesungguhnya dalam soal program asimilasi dan naturalisasi bagi pemain timnasnya, Indonesia bukanlah yang pertama di Asia yang melakukannya.

Sebelumnya beberapa negara telah melakukannya, dengan Jepang sebagai salah satu pelopornya, dengan setidaknya ada 5 orang pemain asal Brasil yang dinaturalisasi untuk memperkuat timnasnya.

Lalu juga timnas Singapura yang merekrut Daniel Bennet, Agu Casmir, Mustafic Fahrudin, dan lainnya. Juga tetangga kita lainnya, Filipina yang merekrut tak kurang dari 8 orang pemain naturalisasi untuk memperkuat timnasnya.

Mungkin karena melihat hal tersebut dimana ternyata program asimilasi dan naturalisasi atas pemain sepakbola merupakan kelaziman yang juga terjadi di negara-negara lainnya, maka proyek PSSI ini pun kemudian didukung oleh pemerintah.

Bentuk dukungan dari pemerintah berupa kemudahan dalam proses mendapatkan kewarganegaraan bagi pemain-pemain sepakbola itu. Kebetulan di UU (Undang-Undang) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI sebagai pengganti Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958, terdapat celah yang memungkinkan untuk hal tersebut.

Dimana di Pasal 19 diatur tentang WNA yang kawin secara sah dengan WNI dapat memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi WNI apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.

Serta di Pasal 8 dan 20 juga diatur soal naturalisasi dengan syarat telah berusia 18 tahun atau sudah kawin, serta didukung karena alasan kepentingan negara Republik Indonesia yang dinilai oleh negara telah dan dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan di bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, lingkungan hidup serta keolahragaan.

Dukungan pemerintah kepada PSSI atas program itu dilihat dari sudut pandang yang lain, juga terasa wajar jika ditilik dari sudut kepentingan pemerintah saat ini.

Dimana ditengah keterpurukan bangsa ini yang nyaris di semua segi kehidupan, carut marut pengelolaan pemerintahan, kemandekan janji pemberantasan korupsi yang ditengarai dengan tak tuntasnya kasus skandal Century dan kasus Gayus serta kasus-kasus yang lainnya, sangat jelas dibutuhkan hadirnya ‘gula-gula’ yang ‘manis’ sebagai penawar rasa ‘pahit’ atas segala hal yang mengecewakan tersebut.

Sungguh jitu jika rasa ‘manis’ itu disodorkan di bidang yang sangat digandrungi oleh seluruh masyarakat dalam segala strata yaitu sepakbola. Prestasi mencorong di bidang sepakbola tentu akan menimbulkan euforia yang bagaikan gula-gula yang melenakan dan melupakan sejenak atas pahitnya kekecewaan di bidang lainnya.

Dan itu tentunya harus segera mewujud dalam waktu yang segera. Maka ajang Piala AAF 2010 dan SEA Games 2011 inilah sasaran jangka pendek yang mau tak mau harus diusahakan oleh PSSI agar dapat diraih gelar juaranya.

Namun konon kabar rumornya, target PSSI dalam program asimilasi dan naturalisasi ini adalah lolos ke putaran final Piala Dunia tahun 2014 mendatang. Jika benar begitu maka merupakan target yang cukup ambisius.

Siapa yang tak ingin andai timnas Indonesia mampu meraih gelar juara di Piala AAF 2010 lalu mendali emas di SEA Games 2011 selanjutnya masuk sebagai salah satu peserta di putaran final Piala Dunia tahun 2014 ?.

Walaupun begitu, akan tetapi cara-cara instans dalam program asimilasi dan naturalisasi itu sesungguhnya merupakan bukti kasat nyata yang teramat jelas telah menunjukkan kegagalan kinerja PSSI dalam pembibitan dan pembinaan.

Program revolusioner dengan asimilasi dan naturalisasi silahkan jalan terus, namun program pembibitan dan pembinaan seharusnya juga diperhatikan secara sepadan dengan ditata ulang secara radikal dan revolusioner pula.

Pembibitan dan pembinaan tak hanya cukup dengan program IFA (Indonesia Football Academy) dan SAD (Sociedad Anonima Deportivo) yang elitis dan berbiaya mahal.

Namun perlu juga dilakukan program ‘pembibitan berjenjang’ dan ‘pembinaan berjenjang’ yang lebih massal dan membumi serta secara jangka panjang akan lebih banyak memunculkan potensi bibit-bibit yang ada di domestik dalam negeri.

Ada yang terlupakan oleh para pengurus PSSI bahwa bibit-bibit unggul itu tak akan muncul jika lahan untuk bermain bola bagi anak-anak kampung di pedesaan dan perkotaan menjadi sulit ditemui.

Mereka anak-anak kampung tentu akan menemui kendala jika untuk bermain bola harus pergi dulu ke sekolah bola dengan biaya mahal yang tak terjangkau oleh kantung orang tuanya.

Andai di setiap kelurahan tersedia lapangan sepakbola yang dapat dipergunakan secara gratis oleh anak-anak penduduk sekitar, tak perlu lapangan sepakbola yang berbentuk stadion megah, cukup lapangan sepakbola yang berupa hamparan lahan kosong yang dapat dipergunakan anak-anak untuk belajar menyepak bola.

Dari permainan sepakbola yang main-main dari anak-anak kampung inilah diharapkan akan muncul bibit-bibit unggul sekian banyaknya dari 250 juta penduduk Indonesia ini.

Tim pemantau talenta yang dibentuk oleh PSSI disetiap wilayah kabupaten kemudian memantaunya, jika ada yang menonjol bakatnya selanjutnya dikirimkan ke sekolah-sekolah bola yang ada di setiap propinsi.

Tak hanya itu, masing-masing perserikatan pun tak hanya boleh hanya keasyikan terjun ke Liga Indonesia, tapi juga diharuskan kembali menggulirkan kompetisi di setiap wilayahnya. Fungsi mereka seperti di zaman perserikatan amatir yang dulu itu kembali direvitalisasikan.

Disadari tentu akar masalah hal ini sulit dilaksanakan adalah di masalah yang klasik, yaitu soal dana dan biaya yang tak ada dan tak tersedia.

Jika hari ini APBD di beberapa daerah ternyata mampu membiayai klub-klub dan perserikatan, termasuk membiayai transfer pemain yang bernilai milyaran rupiah, maka mengapa tak mampu membiayai kompetisi di wilayahnya ?.

Hari ini APBD dan APBN mampu membiayai studi-studi banding bagi para pejabat dan anggota DPR/DPRD, maka mengapa tak mampu membiayai pembebasan lahan bagi pembangunan lapangan sepakbola ala kampung yang sederhana saja ?.

Akhirulkalam, penurunan prestasi olahraga secara nasional, tak hanya di sepakbola tapi juga di bulu tangkis, ada korelasi erat dengan semakin sedikitnya lahan lapangan yang tersedia secara gratis bagi tempat munculnya calon-calon bibit unggul dari anak-anak kampung.

Ataukah kita sudah puas dengan gelar juara yang diraih dengan cara-cara instans yang bagaikan mie gandum instan yang gandumnya 100% impor ?.

Wallahualambishshawab.

*

  • Gambar ilustrasi dicopypaste dari  :  sini dan  sini serta  sini .

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun