"Kamu tau yang di depanmu itu Jenderal bintang tiga". "Kamu jangan menghalangi misi operasi negara". Demikian kata Polisi anggota Densus 88 dalam menggertak dan membentak kepada Prajurit TNI AU yang sedang bertugas jaga di Pos Golf Bravo Bandara Polonia Medan. Setelah membentak, kemudian para Polisi itu secara arogan tetap berjalan masuk melewati Pos Golf Bravo tanpa mengindahkan larangan dari Prajurit TNI AU. Lalu untuk selanjutnya para polisi itu melenggang menuju ke ke area Delta, tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku di Bandara Polonia Medan. Cuplikan kronologis peristiwa tersebut diatas itu merupakan sebab muasal dilayangkannya surat protes resmi dari TNI AU kepada Polri. "Dengan ini kami menyampaikan keberatan atas insiden yang terjadi pada hari Senin tanggal 13 September 2010 sekitar pukul 15.30 WIB di Pos Golf Bravo Bandara Polonia, di mana anggota Densus 88 berjumlah 20 orang secara arogan memaksa masuk ke area Delta Bandara Polonia untuk boarding ke pesawat carter tanpa mengindahkan prosedur yang berlaku di Bandara Polonia". Demikianlah sebagian dari isisurat protesitu. Surat bernomor B/138/IX/2010/Lanud Medan yang ditujukan kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno itu ditandatangani oleh Komandan Pangkalan TNI AU Medan Kolonel (Pnb) Taufik Hidayat. Surat dengan kop Komando Operasi TNI Angkatan Udara Pangkalan TNI AU Medan yang tertanggal 16 September 2010 itu juga ditembuskan kepada GM PT AP II Bandara Polonia Medan, Karo Ops Poldasu, dan Kabid Propam Poldasu. Disamping itu juga dilampiri denganlaporan kronologi kejadianyang dibuat oleh Prajurit TNI AU, Praka Didik S, dan diberi judul'Kronologi Kejadian di Pos Golf Bravo Bandara Polonia Medan'. Kronologi yang dilaporkan kepada Dan Lanud Medan, serta ditembuskan kepada Dansatpom Lanud Medan dan GM PT AP II Bandara Polonia Medan, selengkapnya adalah sebagai berikut : Pada hari ini Senin, tanggal 13 September 2919 sekira pukul 15.20 WIB, pada saat saya (Praka Didik S) sedang bertugas jaga di Pos GB (Golf Bravo) Bandara Polonia Medan bersama dengan seorang Security Angkasa Pura atas nama Joko Santoso. Datang rombongan sekitar 20 orang dengan berjalan kaki yang tidak kami kenal hendak masuk area Airside Bandara Polonia Medan. Kemudian saya menanyakan keperluan kepada rombongan tersebut, lalu salah satu dari mereka menjawab "mau naik pesawat" lalu kami arahkan ke mereka "bila ingin naik pesawat, harus melalui terminal keberangkatan atau VIP Room Bandara Polonia Medan". Namun mereka tetap ingin masuk melalui Pos Golf Bravo untuk naik pesawat dan mereka terap bersikeras dengan alasan misi operasi negara dan saya tetap melarang rombongan untuk masuk melalui Pos Golf Bravo. Lalu salah satu dari mereka lagi menjawab "Kamu tau yang di depanmu itu Jenderal bintang tiga". Lalu saya menjawab "Siap mohon ijin, karena kami tidak ada tembusan atau pemberitahuan sebelumnya. Saya hanya menjalankan prosedur sebagai petugas jaga di Pos Golf Bravo". Namun mereka tetap berjalan masuk melewati Pos Golf Bravo.  Lalu salah satu dari mereka mengatakan "Kamu jangan menghalangi misi operasi negara". Kemudian Security Angkasa Pura atas nama Joko Santoso melaporkan kejadian tersebut kepada Danton Security atas nama Jumadi. Demikianlah kronologi ini dibuat dengan sebenar-benarnya sesuai dengan kejadian tersebut. Kemudian ditutup dan ditandatangani pada hari dan tanggal seperti tersebut di atas. Berkait dengan surat protes resmi dari TNI AU yang ditujukan kepada Kapolda Sumut, sepertinya telah salah alamat. TNI AU telahsalah alamat, mengingat Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno tidak mengetahui karena tidak dilapori serta tidak diajak berkoordinasi oleh Densus 88 yang telah melakukan operasi di wilayah Polda Medan. Menurut kabar, Kepala BNN (Badan Narkotika Nasional) Komjen Goris Mere ikut dalam operasi Densus 88 tersebut. Berkenaan dengan keterlibatan Komjen Goris Mere itu pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan bahwa, "Dia Kepala BNN kok bisa ikut-ikut ke sana. Seandainya jadi konsultan ya, kalau ikut ngatur ya salah besar. Ini perlu diteliti Kapolri". Berkait dengan operasi Densus 88 yang dilakukan tanpa dikoordinasikan dengan Kapolda selaku pimpinan wilayah, Bambang Widodo Umar juga mengatakan bahwa, "Supaya informasi ini tidak liar, komandan wilayah harus tahu gerakan Densus. Densus harus koordinasikan ini dengan pimpinan wilayah. Apalagi ini perampokan. Jangan Kapolda lagi yang dipojokkan". Disamping TNI AU yang telah salah alamat itu, juga seharusnya TNI AU mawas diri dan tahu posisinya. Saat sekarang bukan lagi eranya 'Dwifungsi ABRI' yang memberikan kedudukan istimewa bagi TNI dalam segala hal dan segala urusan. Saat ini adalahera reformasiyang lebih mengedepankan Polri dibandingkan TNI. Jika TNI AU tidak mawas diri dan tahu posisinya maka kejadian dimana seorang politisi sampai menjuluki seorang Perwira Menengahnya yang berpangkat Kolonel dengan julukan 'Kolonel Kutu Kupret' , dan kejadian dimana Prajuritnya dibentak dan tak dipatuhi oleh Polisi itu, tentulah akan berulang kembali. Oleh sebab itu,apakah tidak sebaiknya jika mulai saat ini memang TNI AU harusnya tahu diri ?. Wallahualambishshawab. * Catatan Kaki :
- Artikel lain dapat dibaca di : 'Era Dwi Fungsi Polri' klik disini, 'Kolonel Kutu Kupret' klik disini, 'HKBP Ciketing & Skenario Kudeta SBY' klik disini, 'Selamat Tinggal SPBU Pertamina' klik disini, 'Sejarah Kutang-nya Cut Tari' klik disini.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H