Sepanjang sejarah Indonesia, mulai semenjak proklamasi kemerdekaan di tahun 1945 sampai dengan saat ini di penghujung akhir tahun 2009, tercatat pernah ada 11 orang Wakil Presiden.
Dimulai dari masa Presiden Soekarno, yang berkuasa sejak 18-Agustus-1945 sampai dengan 22-Februari-1967, tercatat cuma ada Mohammad Hatta sebagai Wakil Presidennya, yang menjabat dalam 3 kali periode. Pertama, 18-Agustus-1945 sampai dengan 19-Desember-1948. Kedua, 13-Juli-1949 sampai dengan 27-Desember-1949 . Ketiga, 15-Agustus-1950 sampai dengan 1-Desember-1956 .
Lalu di masa Presiden Soeharto, yang berkuasa sejak 22-Februari-1967 sampai dengan 21-Mei-1998, tercatat pernah didampingi oleh 6 orang Wakil Presiden. Yaitu Sri Sultan Hamengkubuwana IX (24-Maret-1973 sampai dengan 23-Maret-1978), Adam Malik (23-Maret-1978 sampai dengan 11-Maret-1983), Umar Wirahadikusumah (11-Maret-1983 sampai dengan 11-Maret-1988), Soedharmono (11-Maret-1988 sampai dengan 11-Maret-1993), Try Sutrisno (11-Maret-1993 sampai dengan 11-Maret-1998), Baharuddin Jusuf Habibie (11-Maret-1998 sampai dengan 21-Mei-1998).
Selanjutnya pada masa Presiden Baharuddin Jusuf Habibie, yang berkuasa sejak 21-Mei-1998 sampai dengan 20-Oktober-1998, jabatan Wakil Presiden tidak diisi.
Kemudian dimasa Presiden Abdurrahman Wahid, yang berkuasa sejak 20-Oktober-1999 sampai dengan 23-Juli-2001, didampingi oleh Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presidennya.
Berlanjut dimasa Presiden Megawati Soekarnoputri, yang berkuasa sejak 26-Juli-2001 sampai dengan 20-Oktober-2004, posisi Wakil Presiden dijabat oleh Hamzah Haz.
Lalu di masa sekarang ini, masanya Presiden Susilo Bambang Yudoyono, yang berkuasa sejak 20-Oktober-2004 sampai dengan hari ini, tercatat sudah ada 2 Wakil Presiden yang pernah mendampinginya. Pertama, Muhammad Jusuf Kalla, menjadi Wakil Presiden mulai 20-Oktober-2004 sampai dengan 20-Oktober-2009. Selanjutnya, posisi Wakil Presiden pada tanggal 20-Oktober-2009 digantikan oleh Boediono, yang sampai hari ini masih menjabat sebagai Wakil Presiden.
Selain itu, dapat dicatat juga bahwa selama beberapa kali periode, posisi Wakil Presiden dilowongkan, atau tidak ada yang menjabat.
Di masa Presiden Soekarno, tercatat beberapa kali posisi Wakil Presiden dilowongkan.
Diawali pada periode 19-Desember-1948 sampai dengan 13-uli-1949, dimana pada saat itu kekuasaan pemerintahan untuk sementara dialihkan kepada Syafruddin Prawiranegara sebagai Presiden sementara PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia). Kedua kali terjadi pada periode 27-Desember-1949 sampai dengan 15-Agustus-1950. Pada saat itu pemerintahan Negara berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat) yang sempat ada jeda periode, dimana Asaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI. Ketiga, terjadi 1-Desember -1956 sampai dengan 22-Februari-1967.
Lalu, dimasa Presiden Soeharto, pernah terjadi 2 kali masa yang posisi Wakil Presiden juga dilowongkan, yaitu 22-Februari-1967 sampai dengan 27-Maret-1968, dan 27- Maret-1968 sampai dengan 24-Maret-1973.
Terakhir kali posisi Wakil Presiden dilowongkan, terjadi pada masa kekuasaan Presiden Presiden Baharuddin Jusuf Habibie, yaitu selama 21-Mei-1998 sampai dengan 20-Oktober-1998.
Perihal kekosongan atau pelowongan atau tidak diisinya posisi Wakil Presiden, dilihat dari sejarah yang pernah terjadi pada masa lalu, ternyata hal itu bukan hal yang tabu, tentu juga bukan termasuk hal yang terlarang untuk dilakukan.
Berkait dengan kasus Century, yang menurut beberapa kalangan, sangat erat terkait dengan peranannya Wakil Presiden saat ini, yaitu Boediono.
Boediono, pada masa terjadinya kasus Century, saat kucuran dana talangan pertama dikucurkan sampai dengan kucuran yang terakhir kalinya, pada saat itu sedang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.
Andai, pada akhirnya kasus Century tersebut memaksa Boediono untuk bertanggungjawab, maka bisa jadi konsekuensinya akan berpengaruh kepada kursi jabatannya saat ini. Konsekuensinya bisa berupa pelengseran dari jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Jika hal itu yang harus terjadi, maka setidaknya ada 3 opsi yang bisa dilakukan oleh Presiden SBY terhadap jabatan Wakil Presiden yang terpaksa harus ditinggalkan oleh Boediono tersebut.
Pertama, posisi Wakil Presiden yang ditinggalkan oleh Boediono tersebut tetap dilowongkan, atau tidak diisi.
Opsi ini mungkin merupakan yang terbaik bagi Presiden SBY, mengingat pada saat Presiden SBY memutuskan untuk mengganti pendamping dirinya, dimana posisi Muhammad Jusuf Kalla digantikannya dengan pilihannya, yaitu Boediono.
Menurut beberapa kalangan, hal itu disebabkan oleh terlalu ikut campurnya Jusuf Kalla terhadap peran dan kewenangannya Presiden.
Hal itu bisa jadi, telah membuat Presiden SBY merasa menjadi tidak leluasa dalam menjalankan sepenuhnya perannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Mungkin, hal itu jika diistilahkan dengan istilah budaya jawa, apa yang dilakukan oleh Jusuf Kalla itu telah membuat Presiden SBY merasa ‘grisi’. Oleh sebab Jusuf Kalla yang ‘nggriseni’ dan ‘ngregoni’ itulah maka pilihan Presiden SBY akhirnya adalah Jusuf Kalla harus digantikan oleh Boediono.
Maka, jika posisi Wakil Presiden yang ditinggalkan oleh Boediono tetap dilowongkan, hal itu akan membuat Presiden SBY menjadi lebih leluasa dalam menjalankan secara sepenuhnya segala kebijakannya, tanpa diganggu oleh ulahnya Wakil presiden.
Toh didalam menjalankan pemerintahan, Presiden SBY telah dibantu oleh 3 orang Menteri Koordinator, yang masing-masing membawahi bidang perekonomian, Polhukam, dan Kesra.
Opsi kedua, adalah tetap membiarkan lowong posisi Wakil Presiden, akan tetapi disamping tetap ada 3 orang Menko yang telah ada, Presiden SBY dapat menunjuk seorang atau dua orang Menteri Utama sebagai pembantu utamanya dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya sebagai Kepala Pemerintahan.
Fungsi dan wewenang Menteri Utama dan/atau dilengkapi dengan adanya Wakil Menteri Utama, mungkin dapat diibaratkan seperti Perdana Menteri dan/atau Wakil Perdana Menteri.
Dalam hal ini, Presiden SBY mempunyai pilihan yang cukup banyak sosok yang cukup mumpuni yang sekarang telah ada diantara jajaran para menterinya di Kabinet KIB jilid II ini.
Diantaranya adalah Hatta Rajasa yang saat ini menjabat sebagai Menko Perekonomian, atau bisa juga Purnomo Yusgiantoro yang saat menjabat sebagai Menteri Pertahanan, atau malahan bisa juga Joko Suyanto yang saat ini menjabat sebagai Menko Polhukam.
Kapasitas dari sosok yang disebutkan diatas, secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama sudah sangat mencukupi untuk menggantikan peran Boediono sebagai pendamping utama Presiden SBY dalam menjalankan kewajibannya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Opsi ketiga, adalah mengisi kembali jabatan Wakil Presiden yang terpaksa harus ditinggalkan oleh Boediono.
Namun pada opsi ketiga ini, walau Presiden SBY mempunyai kewenang memilih calon penggantinya, akan tetapi tidaklah mempunyai keleluasaan sepenuhnya, mengingat ada peran MPR dalam penentuan akhirnya.
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, jika dikehendaki untuk diisi kembali, maka Presiden harus mengajukan 2 orang calon Wakil Presiden kepada MPR. Selanjutnya, selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari, MPR akan menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wakil Presiden dari 2 orang calon Wakil Presiden yang diajukan oleh Presiden tersebut.
Akhirulkalam. Andai harus terjadi, Boediono harus meninggalkan posisinya sebagai Wakil Presiden, maka manakah kira-kira yang akan dilakukan oleh Presiden SBY ?. Membiarkan posisi itu tetap lowong ?, atau membiarkannya tetap lowong namun menunjuk Menteri Utama dan/atau Wakil Menteri Utama ?. Ataukah mengajukan pengganti kepada MPR ?. Adakah diantara pembaca yang dapat menebaknya ?.
Wallahualambishshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H