Dalam pengumpulan fakta, diketahui bahwa Kepolisian tidak menetapkan Anggodo sebagai tersangka dalam kasus ini.
Sesuai dengan kronologi yang dibuatnya sendiri tanggal 15 Juli 2009, secara jelas menunjukkan bahwa inisiatif untuk “mengurus” kasus PT Masaro Radiokom, pertama kali muncul dari Anggodo dengan meminta bantuan Ari Muladi yang dianggap memiliki teman di KPK.
Dalam BAP Ari Muladi tanggal 18 Agustus 2009 juga dinyatakan bahwa Anggodo meminta tolong kepada Ari Muladi untuk menyelesaikan perkara yang terjadi di PT. Masaro Radiokom.
Dengan demikian semestinya orang yang memiliki inisiatif awal dan menyediakan dana untuk melakukan penyuapan dapat dianggap terlibat dalam kasus ini sehingga sudah selayaknya untuk dijadikan tersangka.
7. Perubahan BAP Ari Muladi
Ari Muladi telah merubah BAP pertama dengan menyatakan bahwa dia tidak pernah bertemu dan tidak pernah berkomunikasi dengan Ade Rahardja.
Ari Muladi juga menyatakan bahwa dia tidak pernah mendengar Ade Rahardja meminta sejumlah uang untuk pengurusan PT Masaro serta tidak pernah menyerahkan uang kepada Ade Rahardja.
Ari Muladi menyatakan pula bahwa uang yang diperolehnya dari Anggodo, dia pakai sendiri dan sebagian dia serahkan kepada seseorang bernama Yulianto.
Ari Muladi juga menyatakan bahwa Surat Pencabutan Pencegahan ke Luar Negeri a.n. Anggoro Widjojo Cs. adalah palsu dan dibuat oleh Ari Muladi beserta Yulianto pada 6 Juni 2009 di daerah Matraman.
Atas perubahan BAP dan keterangan tersebut, Penyidik tetap bersikukuh dengan BAP sebelum perubahan (11 Juli 2009) dan memilih untuk menggunakan lie detector untuk membuktikan bahwa BAP kedua dari Ari Muladi adalah bohong.
Penggunaan lie detector juga menjadi catatan Tim 8, khususnya keakuratan dan proses penggunanaan mesin tersebut.
D. TERKAIT PENYALAHGUNAAN WEWENANG
1. Prosedur Penerbitan Dan Pencabutan Surat Larangan Bepergian Ke Luar Negeri (Cegah) Tidak Melanggar Standard Operating Procedure KPK.
Proses penerbitan dan pencabutan surat telah sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP) KPK.
Hal tersebut diatur dalam Surat Keputusan Pimpinan KPK No. KEP-447/01/XII/2008 tentang Perubahan Keputusan Pimpinan KPK No. KEP-33/01/I/2008 tentang Pembagian Tugas Pimpinan KPK Periode tahun 2007-2011.
Dalam UU KPK juga mengatur bahwa KPK diberikan kewenangan mengatur sendiri mekanisme dalam menetapkan kebijakan sebagaimana yang diatur dalam pasal 25 ayat (2) UU KPK, sehingga jikalau terjadi kekeliruan dalam penerapan wewenang, maka hal tersebut bukan masuk dalam ranah pidana, namun masuk dalam ranah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun demikian, Penyidik tetap bersikukuh menganggap SOP KPK bertentangan dengan UU KPK.
2. Tidak Terpenuhinya Unsur Pemaksaan dalam Penerbitan Dan Pencabutan Surat Larangan Bepergian Ke Luar Negeri.
Tumpak Hatorangan Panggabean, Ketua KPK sementara, menyatakan bahwa tidak ada unsur pemaksaan dan tidak ada seorangpun termasuk Dirjen Imigrasi yang dipaksa dalam penerbitan dan pencabutan Surat larangan Bepergian ke Luar Negeri yang ditandatangani oleh Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Padahal Pasal yang dituduhkan kepada Chandra dan Bibit mengharuskan adanya pembuktian unsur pemaksaan dengan kewenangan.
Namun penyidik tetap bersikukuh bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang dengan hanya mendasarkan pada penafsiran UU KPK dan tidak terpenuhinya bukti formil terkait persetujuan kolektif dalam penerbitan surat tersebut.
3. Pimpinan-Pimpinan KPK Terdahulu Melakukan Prosedur Yang Sama.
Terdapat konvensi atau kesepakatan di internal KPK sejak periode pertama hingga periode saat ini bahwa dalam menerbitkan atau mencabut Surat Larangan Bepergian Ke Luar Negeri (Cegah) tidak perlu melalui rapat pimpinan kolektif, namun cukup ditandatangani oleh pimpinan KPK yang menangani kasus tersebut dan menyampaikan salinan surat tersebut kepada pimpinan KPK lainnya.
Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan beberapa mantan pimpinan KPK.
4.Pencabutan Surat Larangan Bepergian Ke Luar Negeri a.n. Djoko Chandra Terkait Dengan Kasus Arthalita Suryani.
KPK sedang menyelidiki keterkaitan antara aliran uang dari PT. Mulia Graha Tatalestari sebesar 1 US$ kepada Urip Tri Gunawan-Artalyta Suryani.
KPK mendapatkan informasi bahwa aliran dana di rekening Joko Chandra diduga terkait dengan dana yang digunakan Arthalita Suryani dalam kasus suap Urip Tri Gunawan, namun ternyata dugaan tersebut tidak benar setelah KPK mendapatkan informasi yang akurat bahwa dana tersebut ternyata mengalir ke Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian Sosial.
Saat itu pula kasus Arthalita dan Jaksa Urip Tri Gunawan sudah selesai diperiksa dan diputus di Pengadilan, sehingga KPK menganggap tidak cukup alasan lagi untuk melakukan ”larangan bepergian ke luar negeri” terhadap Joko Chandra.
5.Penundaan Pelaksanaan Penyidikan Anggoro Widjojo dan Kasus MS Ka’ban Yang Belum Disidik Karena Menunggu Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (in kracht) Kasus SKRT
Dugaan polisi yang mengarahkan pada adanya hubungan antara penundaan pelaksanaan penyidikan PT. Masaro Radiokom dengan aliran dana dari Anggoro ke Pimpinan KPK dibantah dengan fakta yang disampaikan KPK bahwa penundaan penyidikan dilakukan karena KPK menunggu adanya putusan in kracht oleh Pengadilan Tipikor atas perkara Yusuf Erwin Faisal dalam kasus Tanjung Siapi-Api yaitu tanggal 23 Maret 2009 dimana Anggoro terbukti menyuap Yusuf Erwin Faisal.
Menurut KPK, penundaan penyidikan hingga adanya putusan pengadilan tersebut adalah salah satu strategi penyidikan untuk memudahkan proses pembuktian terhadap Anggoro dalam kasus PT. Masaro Radiokom.
Chandra M. Hamzah menyatakan bahwa tidak ada hubungan emosional antara dirinya dengan MS Ka’ban. Chandra hanya beberapa kali bertemu dengan MS Ka’ban dan hanya dalam acara resmi.
*
BAB IV : HASIL VERIFIKASI MELALUI GELAR PERKARA
A. Atas Sangkaan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
1. Kekurangan Fakta dari Penyidik
- Tidak ada fakta yang diperoleh penyidik dalam mengkonstruksikan bahwa Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto telah melakukan pemerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Ketiadaan fakta tersebut nampak pada ketidakmampuan penyidik di hadapan Tim 8 pada acara gelar perkara untuk menjelaskan alur penyerahan uang dari Ari Muladi kepada Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah maupun kepada Ade Raharja serta berdasarkan keterangan Antasari Azhar, keterangan Ari Muladi, dan BAP Ari Muladi tertanggal 18 Agustus 2009 (BAP Kedua), dan keterangan Edy Soemarsono, serta bantahan Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto
- Dalam hal Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto sebagai tersangka membantah telah menerima uang tersebut, mereka tidak berkewajiban membuktikan bahwa mereka tidak menerima (karena dalam hukum pembuktian, tidak dikenal pembuktian secara negatif). Justru sebaliknya, beban pembuktian berada pada pihak yang mendalilkan adanya sangkaan itu, dalam hal ini penyidik. Namun ternyata penyidik hanya memiliki keterangan Ari Muladi dan bahan petunjuk yang sangat lemah atau tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.