Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money

PLN = Perusahaan Lilin Negara

10 November 2009   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lho mengapa Perusahaan Lilin Negara ?.

Bukankah kepanjangan dari singkatan PLN adalah Perusahaan Listrik Negara ?.

Betul, memang kepanjangan dari PLN adalah Perusahaan Listrik Negara, sampai hari ini pun tetap begitu aturan bakunya.

Namun, mungkin juga tepat jika sebagai sampingannya, disebut juga sebagai Perusahaan Lilin Negara. Sehubungan dengan kebijakan pemadaman listrik yang seringkali terjadi, bahkan bisa terjadi 2 kali dalam satu harinya dengan lama pemadaman bisa sampai lebih dari 4 jam, maka dampaknya adalah akhir-akhir ini belanja di anggaran rumah tangga saya menjadi membengkak, sebagai akibat dari belanja lilin yang tak terelakkan.

Sewaktu membaca sebuah artikel, saya pun menjadi tergelitik dan iseng untuk ikut-ikutan mengamini bahwa akhir-akhir ini PLN tak lagi sebagai Perusahaan Listrik Negara namun sudah berubah menjadi Perusahaan Lilin Negara.

Mohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran pimpinan PLN beserta seluruh staf dan karyawannya, semoga beliau-beliau tidak menjadi tersinggung karenanya.

Jika beliau-beliau tersinggung maka bisa jadi akan menjadikan repot saya, oleh sebab tak tertutup kemungkinan tuntutan atas tuduhan pencemaran nama baik, sebagaimana yang pernah dialami oleh Prita Mulyasari akibat keluhannya atas pelayanan RS Omni Batavia.

Saya hanya bisa berdoa kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, semoga beliau-beliau para direksi PLN mendapatkan pahala yang berlimpah dari Allah SWT oleh sebab kebesaran hatinya memaafkan saya dan kebesaran jiwanya yang telah berkenan untuk tidak menyeret diri saya ke depan pengadilan sebagai pesakitan dengan tuduhan pencemaran nama baik, akibat keisengan saya member kepanjangan baru bagi PLN sebagai Perusahaan Listrik Negara.

Sekalipun demikian, sungguh, mohon para pembaca mengiijinkan saya untuk mengutarakan betapa hina dan dina serta nistanya diri saya, sehubungan diri saya yang tetap mengeluh dan tidak bias qonaah serta tawakal atas pemadaman listrik yang akhir-akhir ini sering menimpa kehidupan saya.

Entah mengapa, kok saya termasuk yang tidak bisa qonaah serta tawakal sekalipun sudah mendengar dari tulisan dari para jurnalis di media arus utama tentang alas an yang sangat masuk akal sehingga PLN harus mengadakan pemadaman bergilir.

Sungguh, tulisan para pengamat dan jurnalis itu seharusnya dapat membuat saya permisif terhadap pemandaman itu.

Namun, sekalipun saya maklum, mohon ijinkan saya tetap mengeluhkannya. Karena seringkali petugas PLN pun tak pernah mau permisif andai saya telat bayar walau belum sebulan lama telatnya.

Permintaan tunda bayar sehubungan dengan kesulitan keuangan saya, sebagai alas an telat bayar tagihan rekening listrik PLN, tentu tak seharusnya menjadikan PLN menjadi permisif, dan tentu wajar saja jika saya tetap akan diancam dengan tindakan pencabutan dan penyegelan sementara atas aliran listrik di rumah saya.

Saya maklum itu, sebab PLN tentu harus menegakkan aturan untuk mendisiplinkan pelanggannya agar tertib bayar dan menepati kewajibannya.

Apakah saya harus maklum pula ketika sering terjadi peristiwa listrik ‘mati suri’ dengan frekuensi yang bisa 2 kali dalam seharinya dan lama pemadamannya bisa lebih dari 4 jam lamanya ?.

Saya mencoba tetap maklum, namun kok ya tetap kesal juga. Suatu ketika saat usai menunaikan hajat ‘suami istri’ di tengah malam, tiba-tiba listrik mati dari jam 12.30’ WIB sampai bakda subuh sekitar jam 06.30 WIB, sehingga saya kelabakan untuk mencari cara agar bisa tetap mandi junub dan berwudhu agar tetap bisa menjalankan kewajiban shalat subuh. Itu memang bukan kesalahan PLN. Jelas itu kesalahan istri saya, istrinya konsumen pelanggan PLN, yang tidak mau berusaha keras sekeras-kerasnya agar menjadi tahu bahwa malam itu akan ada pemandaman listrik bergilir sekian waktu lamanya. Maklumlah, istri saya itu seorang ibu rumahtangga yang tak ber-facebook ria, tak bersurfing internet ria, sehingga tidak tahu jadwal pemandaman listrik bergilir akan menimpa daerah rumah tinggal saya pada tengah malam itu sampai keesokan paginya . Walau pun begitu, sekalipun tak ber-facebook ria, tak bersurfing internet ria, namun istri saya setiap pagi rajin membaca Koran Kompas serta Republika. Namun mungkin hanya karena ketidak jeliannya saja maka mengakibatkan dia tidak pernah ketemu bacaan di kedua koran tersebut yang menyebutkan adanya pengumuman PLN tentang jadwal pemandaman bergilir yang akan menimpa daerah rumah tinggal saya pada hari itu dari tengah malam sampai keesokan harinya. Tak kurang usaha sebenarnya, saya coba telpon nomer 123, call centrenya PLN, “Maaf sedang ada gangguan, secepatnya kami akan coba atasi”, kata petugas call center dengan santunnya. “Apakah gangguan atau giliran”, Tanya saya. “Maaf, ini gangguan tapi juga diakibatkan adanya penggiliran", jawab petugas itu menjelaskannya. Saya maklum, “kira-kira sampai jam berapa”, tanya saya mencoba berharap bisa secepatnya listrik menyala kembali. “Kami akan mengusahakannya dalam 1-2 jam ini”, jelas petugasnya dengan ramah dan santun. Sudah azan subuh, ternyata masih juga belum menyala kembali. Lalu kembali mencoba menghubungi call centre 123. Namun, urutan panggilan ke empat itu tak beranjak menjadi uutan kesatu dan selanjutnya tetap tak tersambung sampai telepon kembali berbunyi tuttt….tuttt…tuttt… sebagai tanda nada hubungan telepon terputus. Tak mengapa, bercengkerama dengan istri dibawah sapuan cahaya lilin malahan menjadikan makin lebih romantis, walau mandi junub tak tertunaikan sehingga subuh pun terlewatkan, sebab pompa air tak mau menyedot air sehubungan catu daya listriknya masih mati suri. Lilin, memang romantis, namun jika PLN berubah menjadi Perusahaan Listrik Negara, tentu bukan sesuatu yang romantis. Sebab, jatah anggaran belanja rumahtangga saya menjadi melonjak karena pembelian lilin. Apakah para pembaca semua sependapat bahwa lilin adalah barang yang bisa menjadikan suasana menjadi lebih romantis ?. Romantis ditengah pemandaman listrik bergilir ?. Perusahaan Lilin Negara juga romantis ?. Wallahualambishshawab. * Catatan Kaki :

  • Judul diatas merupakan tindakan copy paste (plagiat) yang saya lakukan atas sebuah artikel di sebuah blog yang dapat dibaca langsung pada sumbernya dengan mengklik di sini
  • Semoga direksi PLN beserta staf dan karyawan tak tersinggung oleh sebab kepanjangan dari PLN adalah Perusahaan Lilin Negara. Mohon anggap saja seperti layaknya candaannya Tukul Arawana, just kidding saja bukan untuk melecehkannya.
  • Terimakasih sebesar-besarnya kepada direksi PLN beserta staf dan karyawan yang tak memberlakukan UU ITE dengan pasal pencemaran nama baik sebagai akibat keluhan dan tulisan-tulisan yang mengkritik PLN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun