Mohon tunggu...
Rifky Pradana
Rifky Pradana Mohon Tunggu... -

Seseorang pria yang bukan termasuk golongannya rakyat 'Jelita', hanya seorang rakyat 'Jelata' saja, yang suka iseng, yang suka mengisi waktu nganggurnya untuk menghibur dirinya dengan membaca dan menuliskan uneg-unegnya yang dipostingkan di blog komunitas : Kompasiana, Politikana, serta di milis-milis yahoogroups.com : Forum Pembaca Kompas, Mediacare, Media Umat, Ekonomi Nasional, PPI-India, Indonesia Rising, Nongkrong Bareng Bareng, Wartawan Indonesia, Zamanku, Eramuslim, Sabili, Mencintai Islam, Syiar Islam, dengan nickname rifkyprdn@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Miss Serambi Mekkah sebagai Maskot Perekat Kultural antar Peradaban Dunia

11 Oktober 2009   22:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:36 11061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-

32,8

World Total

1.571.198.000

22,9

100,0

Dari data mapping dan jumlah populasi hasil survey diatas jika dikaitkan dengan keresahan Huntington terhadap kemungkinan benturan peradaban akibat terganggunya instabilitas dan balance of power antar peradaban dunia, maka semua pihak seharusnya menjadi mahfum apabila salah satu cara paling logis untuk menjaga stabilitas dan balance of power itu adalah dengan mengendalikan reproduksi di kalangan umat Islam.

Pengendalian reproduksi ini tentu dampak lanjutannya akan menurunkan lajunya tingkat pertumbuhan penduduk Muslim. Sayangnya cara tersebut telah terbukti relatif kurang efektif.

Program pengendalian laju pertumbuhan penduduk telah dimulai dari jauh-jauh hari sebelum hal itu diresahkan oleh Huntington. Akan tetapi hasilnya jumlah penduduk Muslim terus bertambah. Sampai saat ini, usaha untuk mengarahkan pertumbuhan penduduk ke zero growth, hasilnya kurang menggembirakan, masih jauh dari target tingkat pertumbuhan yang diinginkan.

Indonesia sebagai salah satu misalnya, laju pertambahan penduduknya masih jauh diatas target zero growth. Demikian pula dengan Pakistan, India, Bangladesh, yang bersama Indonesia, merupakan 4 besar di 10 negara berpenduduk Muslim terbesar di region Asia-Pacific, juga 4 besar di 10 negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

Hal itu dikarenakan masih adanya hambatan dari sebagian kalangan ulama ortodoks di internal kaum Muslimin, berkait dengan cara pandang teologisnya. Penggunaan alat kontrasepsi untuk menjarangkan jarak antar kelahiran memang relatif sudah bisa diterima, dan dapat dicarikan dasar fiqih syari’ sebagai pendukung argumentasinya.

Namun pembatasan jumlah anak masih merupakan masalah. Hal ini, selain dikarenakan masih ada penentangan dari sebagian ulama untuk menerima dasar fiqih syari’ dari pembatasan jumlah anak, juga kemungkinan besar tak terlepas dengan masih belum dapat dipupusnya praktek poligami.

Pembatasan praktek poligami dengan barier regulasi, apalagi regulasi untuk penghapusan dan pelarangan, jelas masih merupakan masalah besar yang harus dicarikan jalan masuk yang paling tepat.

Ini pekerjaan rumah besar bagi para ulama moderat agar dapat dicarikan dasar fiqih syari’ sebagai sebagai pendukung argumentasi pelarangannya.

Mengingat soal pelarangan praktek poligami ini merupakan hal yang paling keras ditentang oleh kalangan ulama-ulama ortodoks.

Selain pengendalian laju pertumbuhan populasi, ada cara lain untuk meminimalisir potensi benturan peradaban.

Benturan peradaban selain bisa disebabkan oleh timbulnya gangguan terhadap stabilitas dan balance of power antar peradaban dunia yang dikarenakan dampak pertumbuhan penduduk Muslim, juga bisa disebabkan oleh jurang sosial dan jurang kultural di antara berbagai peradaban yang berbeda-beda di dunia ini.

Berkait dengan itu jurang social dan jurang cultural ini, ada penelitian yang hasilnya di rilis jurnal ilmiah Comparative Sociology dengan judul “Islamic Culture and Democracy : Testing the ‘Clash of Civilizations’ Thesisâ€Â.

Penelitian yang dilakukan selama 6 tahun dengan melibatkan ¼ juta responden di 75 negara yang tersebar di 5 benua, mendapatkan kesimpulan bahwa akar perbedaan kedua peradaban, antara peradaban Barat dengan peradaban Islam adalah disoal adanya perbedaan besar di ranah kultural.

Perbedaan besar di ranah kultural itu berkait erat dengan perbedaan budaya antara peradaban Barat dan peradaban Islam terutama di cara pandang dalam nilai persamaan gender dan kebebasan seks.

Apakah karena itu pula, karena Indonesia adalah negara paling penting dalam komunitas Muslim di dunia karena merupakan negara terbesar penduduk Muslimnya di region Asia-Pacific dan di seluruh dunia, maka tentu merupakan negara di rangking pertama di urutan prioritas utama yang harus dimasukkan ke dalam program untuk mendekatkan kultur antara dua peradaban tersebut ?.

Jika benar begitu, maka seharusnya kita tidak perlu heran apabila Miss Aceh sangat berpotensi dijadikan maskot dalam program pendekatan kultur budaya antara peradaban Barat dengan peradaban Islam.

Miss Aceh, sebagai representatifnya komunitas wanita Aceh yang wilayahnya terkenal dengan sebutan ‘Serambi Mekkah’, dimana saat ini lagi menanjak ghiroh dan semangat masyarakatnya dalam penerapan formalisasi nilai-nilai Islam, merupakan pilot project paling tepat untuk pendekatan kultur budaya dari jilbab ke bikini two piece.

Sungguh maskot yang nyaris sempurna, bagi sebuah upaya public relation yang nyaris sempurna, untuk mendukung usaha merekatkan celah perbedaan cultural antara peradaban Barat dengan peradaban Islam.

Betapa sempurnanya, maskot yang berasal dari Aceh, Serambi Mekkah, yang merupakan wilayah kantung Muslim nomer satu terbesar di Indonesia. Dimana Indonesia merupakan negara nomer satu terbesar populasi Muslimnya di region Asia-Pasific, dan sekaligus nomer satu terbesar dari keseluruhan populasi Muslim dunia.

Maskot yang akan sangat cepat menduplikasikan diri menjadi ikon bagi upaya harmonisasi antara jilbab dengan bikini two piece ini. Ikon yang sangat bisa jadi akan segera menjadi kiblat dan ilham serta inspirasi bagi wanita Muslim Indonesia, bahkan dunia. Bahwa sejatinya jilbab pun dapat berkompromi dengan bikini two piece, demi sebuah cita-cita mulia, mengharumkan nama bangsa dan Negara serta mengangkat harkat martabatnya wanita Muslim Indonesia.

Bahkan semangatnya akan menjiwai perubahan sebuah kultur budaya dan way of life para Muslimah yang tersebar di seluruh pelosok dunia. Sekaligus juga menjadi pertanda dikibarkannya bendera start, Muslimah telah tampil ke garda paling depan, siap menyambut kemajuan zaman beserta denga konsekuensi adanya harmonisasi kultur dan budaya antara peradaban Barat dengan peradaban Islam.

Akankah Miss Aceh yang telah menjadi Putri Indonesia 2009 selanjutnya akan menjadi pemenang Miss Universe 2010 ?.

Semoga saja Putri Indonesia 2009 menjadi pemenang Miss Universe 2010, melalui kompetisi dimana milyaran pemirsa di seluruh pelosok dunia akan menyaksikan Miss ‘Serambi Mekkah’ yang berjilbab itu tak sungkan melenggak-lenggok di catwalk memamerkan rambut indah sebagai mahkota wanita dan tubuh indah dalam balutan bikini two piece.

Tidakkah mustahil menyandingkan ikon busana jilbab dengan bikini two piece ?.

Tidak ada sesuatu hal yang mustahil jika dilandasi oleh nawaitu yang luhur dan dilaksanakan dengan sepenuh hati dan segenap jiwa raga untuk menggapai cita-cita tujuan yang mulia.

Jika jilbab dapat dikompromikan untuk sebuah kepentingan nasional yang menyangkut kepentingan kesejahteraan peri kehidupannya ratusan juta jiwa, maka mengapa tidak mungkin dikompromikan untuk sebuah kepentingan internasional yang menyangkut sejumlah milyaran jiwa ?.

Semoga saja begitu. Betapa indahnya, jika itu bisa mewujud menjadi kenyataan, maka di soal jurang kultural yang merupakan salah satu titik api benturan peradaban antara peradaban Barat dengan peradaban Islam dapat diminimalisir secara efektif dan optimal.

Itu akan menjadi sebuah prestasi yang mendunia. Dimana hal ini bisa menjadi sebuah legenda yang legendaris, yang akan dikenang sepanjang zaman dan sepanjang masa sampai dunia ini tiada.

Prestasi legendaris yang bukan hanya majalah Time saja yang akan menobatkannya sebagai prestasi kelas dunia. Bahkan lembaran sejarah dunia pun tentu serta merta akan mencatatnya dengan tinta emas.

Bahwasanya pada kurun waktu sekarang ini, bangsa Indonesia, pemerintahnya beserta segenap komponen anak bangsa, telah mampu memberdayakan dan mengedepankan peranan kaum wanita sebagai perekat kultural antar peradaban dunia, wabil khususnya antara peradaban Barat dengan peradaban Islam.

Akhirulkalam, sebuah prestasi legendaris tentu akan menjadi kiblat dan ilham serta inspirasi untuk dilanjutkan secara estafet dari generasi ke generasi berikutnya oleh para penerusnya.

Wallahualambishshawab.

*

Referensi Sumber Bacaan :

  • ‘Miss Aceh, Dari Jilbab ke Bikini’, klik disini
  • ‘Kontroversi Qory Sandrioriva’ klik disini
  • ‘Miss Universe Laksana Sapi Perah ?’ klik disini
  • ‘Seperempat Penduduk Dunia Orang Muslim’, klik disini
  • ‘Populasi Muslim Global sebanyak 1,57 Miliar Jiwa’, klik disini
  • ‘Satu dari Empat Penduduk Dunia Muslim’, klik disini
  • ‘10 Negara dengan Jumlah Muslim Terbanyak’, klik disini
  • ‘Indonesia Negara Muslim Terbesar di Dunia’, klik disini
  • ‘Mapping the Global Muslim Population’, klik disini
  • ‘Ronald F. Inglehart's Publications’, klik disini
  • ‘Islamic Culture : Testing the Clash of Civilizations’, klik disini
  • ‘Sex Objects : Pictures Shift Men's View of Women’, klik disini
  • ‘Woman as Sex Objects’, klik disini
  • ‘Neoliberalisasi Jilbab’, klik disini
  • ‘Population Control : a Weapon of The West’, klik disini
  • ‘Politik Pertumbuhan Penduduk’, klik disini
  • ‘Upaya Kontrol Populasi’, klik disini

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun