Mohon tunggu...
Boedoet Boedoet
Boedoet Boedoet Mohon Tunggu... -

Saya cinta diri saya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Falsafah Mudik a la Bang Toyib

5 Juli 2016   16:33 Diperbarui: 5 Juli 2016   16:43 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh: IG @dagelanjowo

Bagi sebagian orang yang tahu atau hapal dengan lirik  "Bang Thoyib" pasti beranggapan bahwa Bang Thoyib merupakan sosok yang kurang ajar dan tidak tahu malu. Lagu yang didendangkan oleh pedangdut Ade Irma ini menggambarkan sosok Bang Thoyib yang tidak pulang-pulang ke rumah, padahal istri dan anaknya menunggu beliau di rumah tanpa ada kepastian. Dari lirik-lirik yang syahdu nan merdu itulah, pendengar pasti langsung menyimpulkan, "Ah kurang ajar sekali Bang Thoyib ini, sudah berkeluarga, tapi tidak ingat anak dan istri."

Meskipun Bang Thoyib dikonotasikan dengan sosok yang kurang ajar, bukan tidak mungkin ada hal yang dapat dipelajari dari sosok fenomenal ini. Dunia ini tidaklah adil apabila kita hanya melihat segala sesuatu dari satu sisi saja. Ibarat dua sisi mata uang, Bunga Melati di koin Gopek-an tidak akan berarti apabila tidak ada sang Burung Garuda berpose anggun di belakangnya. Lagipula kesimpulan yang baik tidak  dapat diambil dari sudut pandang satu sisi saja bukan?

Kembali ke topik, penikmat dangdut pasti hapal sekali di luar kepala, penggal lirik mana yang paling pas menggambarkan sosok Bang Thoyib ini.

Tiga kali puasa

Tiga kali lebaran

Abang tak pulang pulang

Sepucuk surat tak datang

Yap tepat sekali, penggal lirik ini menjadi salah satu penggal lagu "Bang Thoyib" yang menggambarkan kekurangajaran dan ketidak-tahumaluan Bang Thoyib dengan keluarganya. Pada tiga baris lirik di atas, Bang Thoyib digambarkan bahwa beliau belum pulang ke rumah selama tiga kali lebaran, tiga kali puasa. Atau apabila dihitung secara metode pengamatan bulan di langit, Bang Thoyib belum pulang selama tiga tahun. Yang menjadi pertanyaan, kenapa tidak bisa pulang selama tiga tahun atau tiga lebaran berturut-turut?

Saya, yang cenderung mengambil sudut pandang positive thinking, beranggapan bahwa Bang Thoyib ini sepertinya bekerja untuk waktu yang cukup lama dan berada di tempat yang sangat jauh. Seperti misalnya di luar negeri atau di luar angkasa. Bang Thoyib ini bukan tidak mungkin adalah TKI yang berada di luar negeri (Arab Saudi, Tiongkok, dan lain-lain) atau pegawai di kedutaan besar Indonesia yang tentunya jauh sekali. Nah, kalau kita hitung-hitungan secara duit, ongkos Bang Thoyib untuk melakukan mudik setiap lebaran pasti sangat mahal. 

Misalnya saja Bang Thoyib adalah seorang TKI di Zimbabwe. Harga tiket pesawat dari Zimbabwe ke Jakarta mencapai puluhan juta rupiah. Nah, pengeluaran Bang Thoyib dari tiket ini pun belum termasuk pengeluaran-pengeluaran lain. Ya kali bos jauh-jauh dari Zimbabwe gak bawa oleh-oleh. Nah budaya orang Indonesia yang apabila melakukan mudik harus membeli oleh-oleh ini juga menambah pengeluaran Bang Thoyib. THR dari Pak Bos pun bukan tidak mungkin habis untuk membeli oleh-oleh. Dari kasus ini, kegiatan mudik tentu saja akan sangat menghabiskan tabungan Bang Thoyib sehingga pilihan untuk melakukan mudik justru akan menjadi sangat membebani Bang Thoyib nantinya.

"Ah itu kan kalau Bang Thoyib-nya kerja di luar negeri. Kalau di Indonesia gimana?"

Nah berdasarkan data riset kecil-kecilan saya di berita nasional selama Lebaran ini, harga tiket Lebaran tahun 2016 ini rata-rata mengalami peningkatan, bahkan ada yang naik hingga 100 persen. Woh mayan kan tuh. Balik lagi ke kasus Bang Thoyib, apabila Bang Thoyib ini adalah pekerja yang memiliki tabungan yang memang disediakan khusus untuk kebutuhan lebaran, tentu Bang Thoyib dapat melakukan mudik. 

Namun beda kasusnya apabila Bang Thoyib ini memiliki kasus-kasus khusus, misalnya Bang Thoyib ini adalah seorang pekerja yang tidak dapat mudik karena alasan pekerjaan. Misalnya Bang Thoyib ini adalah masinis kereta api atau astronot di mars kayak Matt Damon. Tuntutan pekerjaan inilah yang mengharuskan Bang Thoyib belum bisa hadir di tengah-tengah keluarga pada saat Lebaran guna menafkahi keluarganya. Namun dalam kondisi seperti ini, Insha Allah pengorbanan yang diberikan oleh Bang Thoyib akan menjadi berkah lebaran bagi Bang Thoyib.

Nah kasus kedua. Bang Thoyib ini dikasih jatah cuti bersama dan libur lebaran dari Pak Bos, tapi lagi bokek karena uangnya habis untuk bayaran sekolah si kecil sehingga tidak bisa mudik. Kasus ini tidak jarang ditemui di masyarakat kita. Beberapa kalangan memang memanfaatkan kehadiran lembaga-lembaga pemberi kredit seperti Pegadaian sebagai solusi uang cepat pada masa Lebaran. Alasannya beragam, mulai dari ingin membeli tiket untuk mudik, ingin membeli oleh-oleh untuk keluarga di kampung, hingga menunjukkan bahwa mereka telah sukses di perantauan.

Hal ini pada dasarnya tidak salah dan bukan menjadi masalah. Toh hal ini tidak merugikan siapapun kan? Hanya saja solusi cepat ini menimbulkan kesan "pemaksaan diri" untuk melakukan mudik ataupun berlebaran. Masyarakat seakan-akan dituntut untuk berlebaran dengan kondisi yang serba di atas kondisi biasanya dan memaksakan diri untuk membeli hal yang di luar jangkauannya. Lagipula, bukankah sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik? Dari kasus ini, saya mengambil argumentasi bahwa Bang Thoyib tidak senang sesuatu hal yang dipaksakan dan seperti yang sudah saya bilang di atas, beliau sedang kere sehingga tidak bisa mudik.

Nah cerita-cerita di atas merupakan alasan-alasan (yang menurut saya) cukup logis atas ketidakpulangan Bang Thoyib selama tiga lebaran terakhir. Yaa sebenarnya intinya satu, mudik yang baik bukanlah mudik yang dipaksakan. Mudik memang wajib tapi bukan kewajiban dalam kasus-kasus tertentu. Tentu akan ada rasa kecewa ketika tidak dapat berkumpul bersama keluarga ketika hari raya tiba, terlebih hanya setahun sekali. Namun Insha Allah di depan sana akan ada rencana indah dari Yang Maha Kuasa menanti Bang Thoyib sehingga bisa kembali ke hangatnya pelukan keluarga Thoyib meskipun tidak dalam suasana Lebaran.

Gimana, masih beranggapan kalau Bang Thoyib ini kurang ajar dan tidak tahu malu?

"Loh mas, terus yang penggal lirik terakhir itu gimana?"

Duh dek, sekarang itu jamannya internet. Yo kali aja beliau udah mainan Line, lagian Line sekarang juga udah bisa bikin kartu ucapan Lebaran. Jadinya ya bisa lah chattingan, malah lebih murah dan cepat dibanding kirim surat. Kamu kelihatannya kurang gaul dek.

Oiya hampir lupa. Yang terakhir, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun