Ini adalah bagian pertama dari cerita perjalanan saya ke 10 negara di Asia, Eropa dan Afrika dalam waktu 100 hari, di tahun 2019 lalu
Perjalanan saya awali dengan mengunjungi India. Ini kali kedua saya ke India setelah yang pertama 7 tahun lalu. Saya fokuskan ke tempat-tempat yang dulu belum saya kunjungi. Total saya menghabiskan waktu 26 hari di India.
Berawal dari Delhi saya lalu mengunjungi teman di Punjab, terus ke Manali, mampir di Shimla, lanjut balik ke Delhi via Chandigarh. Kemudian dari Delhi saya ke daerah Rajasthan; Jodhpur dan Udaipur, dan berakhir di kota Bollywood, Mumbai!
Sama seperti kunjungan yang pertama, banyak kenangan seru, tapi ada juga yang bikin gondok. Tanah Hindustan memang selalu penuh kejutan. Yang paling mengesankan saya dibawa touring dengan motor Royal Enfield oleh teman dari desa tempat tinggalnya di Punjab ke pegunungan Himalaya.
Berempat kami motoran ke Dalhousie dan Khajjar dua hari satu malam. Dalhousie adalah kota kecil sejuk di pegunungan (hill station) peninggalan dari jaman kolonial Inggris. Tidak heran di tempat ini ada beberapa gereja besar yang berasitektur kolonial serta sekolah yang masih bercirikan Eropa.
Perjalanan pulang ke Punjab kami mampir di Kangra. Disini terdapat sebuah benteng bersejarah Kangra Fort yang sebenarnya tidak kalah besar dengan benteng-benteng peninggalan Mughal di Delhi atau Agra. Mungkin karena tempatnya bukan top destinasi wisata India, jadi mayoritas pengunjung yang datang hanya turis lokal.
Beberapa hari tinggal di Punjab saya kemudian lanjut ke Manali. Teman saya membantu mencegat bus tujuan Chandigarh di pintu tol (sama aja kaya' kita di Indonesia ya hehe).
Dari stasiun bus Chandigarh saya menyambung lagi bus ke Manali. Berbeda dengan Punjab, Manali lebih dingin karena berada di dataran pegunungan Himalaya.
Dari beranda bisa memandang langsung deretan pegunungan Himalaya yang puncaknya masih sedikit bersalju, lengkap dengan air terjun di badan bukit yang terlihat hanya seperti garis putih.
Di Manali saya habiskan waktu dengan trekking, ke air terjun, dan berendam di kolam air panas kuil Vashisht. Saya sempat juga bermain salju di Solang Valley Ski Resort. Kalau lagi mager saya hanya jalan keliling perkampungan atau bersantai di rooftop homestay.
Jadi ceritanya saya mendarat di bandara Indira Gandhi sudah hampir tengah malam. Dan waktu itu saya tidak melihat gerai penjualan SIM card di airport, ya sudah saya pikir esok hari masih bisa beli di luar.
Dan malam berikutnya saya sempat ke Airtel Shop di Connaught Place Delhi, sayangnya si Customer Service bilang sudah tidak bisa melayani pembelian karena siap-siap tutup toko.
Bahkan setelah dari Manali, saya sempat mendatangi lagi kantor penjualan Airtel di Shimla. Namun staffnya bilang stok SIM card pra bayar sedang kosong.
Saya lalu diarahkan untuk membeli di toko HP yang gak jauh dari situ. Akhirnya saya berhasil membeli kartu perdana di toko tersebut. Saya disuruh mengisi form online, dan mereka juga memotret halaman depan paspor saya untuk diupload sebagai persyaratan pembelian.
Namun setelah hampir satu jam menunggu kartu tersebut masih belum menunjukkan tanda-tanda bisa dipakai, bahkan di layar HP tidak terdeteksi adanya sinyal seluler! Lalu si penjaga toko menyuruh saya kembali ke kantor Airtel untuk menanyakan apa kendalanya. Untung saya gak disuruh bayar apa-apa.
Ya sudah lah akhirnya saya putuskan tidak mau berurusan lagi dengan pembelian kartu perdana. Kapok! Cuma buang waktu bolak-balik sana sini. Saya curhatin ke teman India tentang keribetan pembelian SIM card itu.
Teman saya bilang kalau turis asing beli di luaran memang ribet. Si teman sempat menawari saya beli kartu perdana dengan menggunakan ID Card dia biar lebih mudah, namun saya tolak, udah gak tertarik!
Sepertinya Shimla memang khusus memberikan kenangan yang buruk. Bus yang saya naiki dari Manali agak lelet jadi baru sampai dini hari. Beberapa hotel yang ada di sekitaran terminal bus hanya menerima turis lokal, kalau pun terima turis asing kamarnya penuh atau harganya mahal banget!
Oh ya, Shimla adalah destinasi wisata paling ngetop buat pelancong lokal, gak heran kalo harga hotel di Shimla jauh lebih mahal dibanding kota lainya di India!
Lalu seorang bapak mengantarkan saya ke sebuah hotel, lumayan jauh juga kami jalan kaki melewati jalan sempit dan mendaki. Kami menggedor pintu lobby berkali-kali untuk membangunkan si resepsionis yang sedang tertidur pulas.
Saat saya check in saya sudah wanti-wanti ke resepsionis hotel kalau saya mau bayar ekstra asalkan saya bisa check out lusa (bukan jam 12 siang hari itu). Dia pun setuju dan saya langsung membayar.
Belum hilang rasa gondok hari itu gara-gara SIM Card, pas saya balik ke hotel sekitar jam 7 malam, saya dicegat resepsionis meminta pembayaran kamar untuk satu malam lagi.
Saya langsung naik darah dan bilang bukankah saya sudah bayar ekstra, karena saya check in baru tadi subuh. Lalu dia bilang pembayaran saya hanya untuk harga satu malam saja, dan harusnya saya sudah check out tadi jam 12 siang.
Sumpah saya merasa dikerjai. Padahal kami sudah deal harga sebelumnya. Saya keukeuh gak mau bayar. Dia lalu mengancam akan mengeluarkan barang-barang saya dari kamar, katanya sebentar lagi ada tamu yang akan check in di kamar tersebut.
Dan mereka terus bersikeras meminta pembayaran. Saya udah capek berdebat. Saya teriak ke mereka dengan kata-kata yang -maaf saya gak bisa share disini. Saya lalu masuk ke kamar, packing buru-buru dan membanting pintu kamar sekeras-kerasnya.
Dengan hati yang masih kesal malam itu saya langsung ke terminal bus. Untung saja ada bus ke Chandigarh berangkat jam 9 malam. Di atas bus saya meminta kepada penumpang di sebelah untuk meminjami saya HP.
Saya kirim sms ke teman di Punjab untuk ketemu besok di Chandigarh. Saya pun bertekad tidak akan pernah datang lagi ke Shimla!
Namun siang itu sesampai di stasiun Ajmer (ada free wifi di stasiun) saya terima email dari hotel yang sudah saya booking menginfokan bahwa mereka tidak menerima turis asing. D*mn lagi-lagi! Saya lalu kirimkan komplain ke booking.com untuk menegur hotel tersebut, karena di deskripsi hotel tidak ada penjelasan kalau hotel hanya untuk orang India.
Pihak hotel pun membatalkan bookingan saya tanpa dikenakan biaya. Saya sudah gak semangat mau cari-cari hotel lain. Tanpa pikir panjang saya langsung ke loket dan menanyakan apakah masih ada tiket kereta langsung ke Jodhpur.Â
Syukurlah ada kereta ekonomi yang siap-siap berangkat dalam 10 menit. Sambil menyerahkan tiket, petugas loket menyuruh saya langsung bergegas ke peron.Â
Dua malam di Jodhpur saya lanjut ke Udaipur. Kedua kota ini sangat-sangat panas suhunya. Saat itu sekitar 40-an derajat. Kuliner di Rajasthan juga berbeda dengan daerah Punjab maupun daerah Utara India, makanan Rajasthan terasa lebih pedas, cocok dengan lidah Indonesia.
Di kota seribu danau Udaipur saya juga extend satu hari karena lumayan betah dengan atmosphere hotel dengan view langsung ke danau.
Saya kesana sudah malam hari. Seorang guide lokal mengajak saya tour singkat. Rumah-rumah kecil khas pemukiman kumuh saling berdempet di gang sempit yang panjang berliku dan sesak.Â
Saya sempat dibawa mampir masuk ke salah satu 'rumah' yang ada disana. Rumah itu cuma satu petakan kecil berukuran 2x2 meter yang malam hari menjadi tempat tidur 3 orang dewasa dengan lobang toilet untuk BAK di pojokan.
Lalu ada tangga kayu berukuran sangat kecil ke lantai 2. Lantai atas untuk dapur dan tempat nonton tv, namun akan disulap menjadi ruang tidur di malam hari untuk ibu bapak dan anak yang masih kecil.Â
Jadi di rumah sempit itu total ditinggali oleh 6 orang! Dan rumah seukuran itu lah yang rata-rata menjadi hunian ribuan keluarga disana. Sebelum saya pergi, si empunya rumah 'memaksa' saya duduk sebentar untuk minum chai. Mau nolak tapi gak enak hati.
Di atas taksi dalam perjalanan pulang ke hotel saya hanya terdiam dengan pikiran gak jelas kemana. Yang pasti saya kemudian mengucap syukur kepada Tuhan YME.Â
Kita mungkin jauh lebih beruntung daripada mereka yang tinggal di area kumuh itu, tapi kita selalu saja merasa kekurangan dan sering merasa tidak puas dengan hidup yang kita jalani. Bener gak? Hemmm...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H