Di pos 1 ada gubuk kayu yang dindingnya sudah banyak copot. Perut terasa lapar dan kita baru sadar ternyata belum makan siang. Emang rejeki anak sholeh gak jauh kemana, kami menemukan setandan kecil pisang yg sudah matang digantung di pondok. Atas seijin Reksi, kami langsung menghabiskanya. Lumayan buat penambah enerji pas nanjak. Tapi ternyata gak afdol juga kalau cuma mengganjal perut dengan pisang thok, Irno lalu inisiatip memasak dua bungkus mie rebus untuk kita berlima. Irno juga membagikan masing-masing satu butir telur rebus, ahh ternyata dia sudah mempersiapkan itu telur dari rumah!Â
Kalau kita lihat dari jalan raya di kaki gunung lubang kawah tersebut seperti pusar di perut hehe. Letaknya memang sudah hampir ke puncak gunung. Metong Lamataro dipercaya oleh penduduk sekitar sebagai tempat asal mula leluhur orang Ile Ape.Â
Pendakian dilanjutkan tapi masih tetap santai dan sering berhenti. Masih ada beberapa pepohonan pisang dan pohon kelapa setelah pos 1. Dan tiba-tiba Aken melihat seekor ayam terjerat di sebuah perangkap di semak dekat pohon pisang. Dia lalu menangkap ayam tersebut. Kami diinfo bahwa masih ada penduduk yang memasang perangkap di hutan. Biasanya perangkap tersebut akan dicek kembali setelah beberapa hari.Â
Saya hanya manut ketika mereka bilang akan membawa ayam itu dan memanggangnya untuk jamuan makan malam nanti. Aken mengatakan kita sangat beruntung mendapatkan ayam tersebut duluan, karena siapa yang duluan menemukan itu akan menjadi miliknya.
Lepas dari kebun pisang dan kelapa, vegetasi mulai berganti ke pohon-pohon kecil. Jalur setapaknya cukup jelas dan makin ke atas makin banyak ilalang dan pohon dengan ranting yang mati. Semakin dekat ke area puncak makin terlihat jelas pulau Adonara dengan gunung Ile Boleng nya menjulang di seberang.Â
Sayang cuaca tidak terlalu cerah. Sekitar jam 5 sore kita sudah sampai di area camping, tepat di bukit savana beberapa puluh meter dibawah cerukan Metong Lamatoro. View dari sini sangat bagus, bagian sebelah Barat dan Selatan pulau Lembata bisa tersapu mata 180 derajat. Sungguh cantik!
Selesai memasang tenda angin mulai bertiup. Mendung yang tidak diharapkan juga datang. Kami berharap akan melihat sunset cantik dari perkemahan, namun kenyataanya berbeda. Sunset tertutup awan tebal. Irno membuatkan kopi dan kami menikmatinya dengan sisa-sisa pisang yang kami bawa dari pos 1, ditambah sebungkus biskuit kelapa.Â
Sungguh nikmat sekali kopi hangat di gelas plastik diselingi obrolan ringan dengan teman-teman baru, sambil memandang sore di bawah sana yang sudah mulai temaram. Senja datang dan lampu-lampu di kota Lewoleba mulai terlihat seperti kunang-kunang.
Setelah menguliti dan membuang seluruh isi perutnya, saya serahkan si ayam ke Reksi dan Aken. Mereka sudah menyiapkan bara di api unggun. Agak-agak gak enak sih bau tangan saya, untung Rose bawa tissue basah yang cukup wangi.Â