[caption id="attachment_200610" align="aligncenter" width="300" caption="Taj Mahal (Foto: Dok. Pribadi)"][/caption]
Banyak pengalaman menarik yang saya dapati selama hampir sebulan penuh menjelajahi negeri Hindustan. Tapi di balik beragam cerita indah terselip juga beberapa kisah yang kurang sedap, bahkan sulit untuk saya lupakan. Berikut adalah cerita lain sewaktu mengunjungi Taj Mahal di Agra, negara bagian Uttar Pradesh, India.
Adalah mimpi semua orang untuk bisa melihat langsung bangunan yang disebut-sebut sebagai bangunan paling indah se-dunia tersebut. Taj Mahal merupakan sebuah monumen perlambang keabadian cinta, dibangun pada masa keemasan dinasti Mughal oleh kaisar Shah Jahan untuk mengenang kematian istri ketiganya, Mumtaz Mahal. Mumtaz meninggal saat melahirkan anak ke-14 mereka pada tahun 1631 di Buhanpur, saat itu kaisar Shah Jahan sedang berlaga di medan perang. Kematian itu membuat Shah Jahan sangat terpukul. Lalu jenazah Mumtaz Mahal dibawa ke sebuah bangunan kecil di tepi sungai Yamuna di Agra. Tahun 1632 Shah Jahan memulai pembangunan kompleks makam yang akhirnya terbentuk seperti Taj Mahal saat ini. Pengerjaan memakan waktu cukup lama hingga tahun 1653. Ada sekitar dua puluh ribu pekerja dari India dan Asia Tengah yang dilibatkan, bahkan juga dari Eropa. Material bangunan yang digunakan adalah batu marmer putih atau batu pualam yang berkualitas tinggi, batu tersebut bahkan bisa memantulkan cahaya di kegelapan dan beberapa bisa tembus cahaya saat disenteri. Di beberapa bagian dinding, batuan tersebut dipahat dengan kaligrafi puisi Persia dan doa-doa Alquran, serta yang unik adalah tatahan (engraving) Pietra Dura yang khas dengan motif bunga dan tumbuhan warna-warni.
Shah Jahan dikudeta oleh putranya sendiri, Aurangzeb, tahun 1658. Shah Jahan kemudian diasingkan di penjara dalam kompleks Agra Fort, yang berjarak beberapa ratus meter dari Taj Mahal. Sejak saat itu Shah Jahan hanya bisa memandangi monumen lambang cintanya itu dari jendela penjara Khas Mahal, akhirnya tahun 1666 Shah Jahan meninggal dunia. Jenazahnya dihanyutkan lewat sungai Yamuna dari Agra Fort ke Taj Mahal, lalu dimakamkan disamping makam istrinya, Mumtaz Mahal.
Bangunan Taj Mahal tidak hanya indah dari segi arsitektural, ada kisah cinta syahdu yang tersimpan di balik dinding-dinding marmer putihnya. Sampai-sampai sastrawan terkenal India, Rabindranath Tagore, melambangkan Taj Mahal sebagai “Airmata yang jatuh di pipi keabadian”. Shah Jahan sendiri pernah mengatakan “Taj Mahal membuat matahari dan bulan pun akan meneteskan airmata”. Warna putih Taj Mahal memang menyiratkan betapa suci dan abadi cinta Shah Jahan.
Tapi di balik kisah syahdu tersebut, ada lagi kisah lain yang membuat hati saya ngenes. Kereta api yang saya tumpangi dari Varanasi kebetulan tiba hari Jumat pagi di Agra, membuat saya terpikir untuk melakukan sholat Jumat di dalam masjid di kompleks Taj Mahal. Yang saya dengar Taj Mahal setiap hari Jumat memang ditutup untuk turis, tapi pas waktu sholat Jumat akan dibuka khusus bagi umat Islam yang ingin melakukan ibadah. Di dalam kompleks Taj Mahal yang luas itu memang terdapat masjid, masih peninggalan Shah Jahan. Selain masjid dan bangunan makam utama bermarmer putih, juga terdapat taman, kolam air mancur, museum, dan Jawab di sisi timur. Saya disarankan oleh penjaga hotel tempat saya menginap untuk datang lebih cepat karena biasanya antrian cukup panjang.
Kebetulan hotel tempat menginap hanya berjarak puluhan meter dari gerbang barat Taj Mahal. Jadi lah sebelum jam sebelas pagi saya sudah mandi dan bersih-bersih. Saya sengaja mengenakan baju katun India mirip baju koko yang saya beli sebelumnya di Bodhgaya-Bihar. Saat saya sampai di depan pintu masuk ke kompleks Taj Mahal, sudah ada beberapa umat muslim lokal yang berkumpul, gerbangnya masih tertutup. Lama-kelamaan semakin banyak yang datang, tidak hanya laki-laki tapi juga kaum perempuan.
[caption id="attachment_200623" align="aligncenter" width="300" caption="Di masjid inilah saya berniat untuk sholat Jumat, tapi sayang ga kesampaian... (Foto: Dok. Pribadi)"]
Beberapa menit sebelum datang waktu sholat, pintu gerbang pun akhirnya dibuka. Terlihat empat orang laki-laki berseragam di depan gerbang, dengan mata hitam besar dan kumis yang dipelintir membuat mereka semakin terlihat sangar. Petugas itu meneriakkan aba-aba dalam bahasa Hindi. Saya lalu ikut mengantri bersama muslim lokal lainya, antrianya cukup panjang tapi masih tertib. Saya sempat deg-deg an, takut tidak dikasih lewat, apalagi mengingat cuma saya saja satu-satunya yang bertampang ‘beda’ yang ikut mengantri.
[caption id="attachment_200611" align="aligncenter" width="300" caption="Antrian jamaah yang ingin memasuki kompleks Taj Mahal (Foto: Dok. Pribadi)"]
Pemeriksaanya juga cukup ketat, dilarang membawa tas atau bungkusan, badan diperiksa dari atas sampai bawah. Lalu datanglah giliran saya. Petugasnya meminta IC alias kartu identitas semacam KTP. Saya perlihatkan paspor yang saya punya. Petugas itu langsung menggeleng dan menyerahkan paspor saya kembali, hanya yang ber-KTP India yang boleh masuk tegasnya. Dia bilang saya turis, jadi tidak diizinkan masuk, disuruh kembali lagi besok. Saya bersikeras bahwa saya hanya ingin sholat Jumat saja, bukan untuk melihat-lihat seisi Taj Mahal karena tur untuk itu akan saya lakukan keesokan hari. Tapi dia tak menerima argumen saya. Saya coba sedikit memelas mengatakan bahwa saya sudah jauh-jauh datang kesana hanya untuk bisa merasakan sholat Jumat di tempat bersejarah itu. Toh setelah selesai sholat Jumat semua jamaah pasti akan disuruh keluar lagi. Tapi security itu tetap bersikukuh tidak mengizinkan saya masuk. Akhirnya saya kehabisan akal, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dengan perasaan kesal dan kecewa berat saya pergi dari tempat itu. Saya berjalan ke arah pemukiman penduduk di area Taj Ganj untuk mencari masjid lain. Alhasil seharian itu saya bawaanya sebal terus. Huuftt.
Sampai akhirnya kekesalan hati itu saya tebus dengan kembali keesokan hari ketika Taj Mahal baru dibuka. Dan tidak mau rugi dengan tiket yang seharga 750 Rupee, saya puas-puasin aja ngubek-ngubek Taj Mahal dari pagi sampai siang! Untung saja di pintu masuk saya tidak melihat lagi petugas menyebalkan kemarin. Yeesssss….!
[caption id="attachment_200615" align="aligncenter" width="300" caption="Taj Mahal yang terlihat dari rooftop hotel (Foto: Dok. Pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H