[caption id="attachment_197428" align="aligncenter" width="300" caption="Seorang Nihang (prajurit/ksatria berani mati) di  Golden Temple"][/caption]
Golden Temple dalam bahasa Punjabi disebut Harmandir Sahib, merupakan tempat suci paling penting bagi pemeluk agama Sikh atau Sikhisme. Gurdwara berlapis emas ini terletak di Amritsar, negara bagian Punjab, India. Gurdwara merupakan sebutan untuk tempat sembahyang pemeluk agama Sikh. Ibarat Makkah-nya umat Islam atau Vatican bagi umat Katholik, maka seperti itulah tinggi dan sucinya keberadaan Golden Temple bagi pengikut Sikhisme. Pembangunan awal gurdwara ini diprakarsai oleh Guru Ram Das yang merupakan guru ke empat pemimpin spiritual tertinggi Sikh (Guru) dan diselesaikan pembangunanya oleh beberapa Guru generasi berikutnya. Di abad ke 18 Harmandir Sahib sering mengalami kerusakan karena menjadi lahan rebutan antara kaum Sikh dengan dinasti Mughal ataupun dengan pasukan Afgan. Arsitektur Golden Temple yang terlihat seperti saat ini merupakan hasil polesan terakhir dari Maharaja Jassa Singh Ahluwalia di tahun 1764. Dan baru di awal 1800-an dilekatkan lapisan emas dan juga penambahan lukisan fresco serta batu permata di bagian interiornya. Golden Temple berada di tengah-tengah kota tua Amritsar yang penuh sesak. Masuk ke kompleks Golden Temple serasa menghilang sejenak dari hiruk pikuk bazaar dan bangunan padat kota tua.
Â
Â
Â
Â
Â
Saya menuju kota Amritsar setelah melewati perjalan panjang dan melelahkan dari Srinagar-Kashmir. Dari Srinagar saya berangkat jam sepuluh pagi dengan menumpang shared jeep hingga ke kota Jammu. Sampai di Jammu sudah jam tujuh malam, tapi dengan baik hati si supir jeep mengantarkan saya langsung ke pemberhentian bus untk meneruskan perjalanan ke kota Amritsar. Akhirnya saya sampai di Amritsar lewat tengah malam, sekitar jam dua. Masih terkantuk-kantuk turun dari bus AC di depan terminal, segerombolan penarik rickshaw langsung berebut ingin mengantar.
Â
Saya duduk di atas rickshaw yang terbuka menerobos dinginya malam di salah satu kota terbesar di Punjab tersebut. Amritsar sedang pulas terlelap, dan itu bukan waktu yang tepat untuk berkeliling mencari tempat menginap. Mencari hotel di Amritsar memang agak susah-susah gampang, karena banyaknya peziarah yang datang kesana. Saya beberapa kali menolak ketika si penarik rickshaw menawari saya untuk diantar ke hotel-yang mungkin akan memberinya komisi apabila saya check in disana. Tapi saya tahu dimana saya akan menginap malam itu, si pengayuh rickshaw saya minta langsung menuju kompleks Golden Temple, baru lah dia berhenti mengoceh ‘mempromosikan’ hotel-hotelnya.
Â
Saat tiba di depan gerbang Golden Temple suasana sudah sepi. Gerbang tempat suci itu dijaga beberapa laki-laki berpakaian putih-putih lengkap dengan turban/sorban di kepala. Beberapa peziarah masih terlihat keluar masuk. Penjaga tidak terlalu ketat memeriksa setiap orang yang datang dan pergi, malah terkesan membiarkan saja.
Â
Saya bertanya kepada salah satu penjaga dimana letak Sri Guru Ram Das Niwas. Itu adalah nama bangunan yang menjadi tempat peristirahatan peziarah yang ingin menginap, letaknya di samping bangunan Guru Arjan Dev Niwas yang juga berfungsi sama. Ternyata posisinya tidak jauh dari gerbang tempat saya masuk, hanya beberapa meter di sebelah kiri. Asrama itu dibuka 24 jam. Bangunan peristirahatan bercat putih tersebut sudah dipenuhi peziarah. Saking padatnya peziarah-peziarah itu tidur menyebar di lantai, dengan alas ataupun tanpa alas sama sekali. Yang tidak kebagian di dalam gedung malah menggelar tikar sampai ke lorong pintu masuk dan pelataran tempat orang lalu lalang. Wajah-wajah yang terlihat kelelahan, tua muda, laki-laki dan perempuan berbaur dalam kesederhanaan. Bangunan bertingkat tiga dengan aula di tengah-tengahnya, juga dilengkapi toilet dan kamar mandi ukuran besar. Mereka yang datang tak hanya dari sekitar Punjab, tapi juga dari negara bagian lain di India, bahkan dari luar negeri. Ada ribuan peziarah dan pengunjung yang datang ke Golden Temple setiap harinya. Banyak yang menginap dan ada juga yang kembali pulang di hari yang sama. Pengunjung akan lebih membludak lagi saat perayaan hari suci keagamaan berlangsung.
Â
Â
Â
Â
Â
Masih di bangunan itu, ada satu ruangan yang dikhususkan untuk para turis asing beristirahat. Saya masuk dan hanya menemui seorang penjaga yang sedang tertidur. Mau tak mau saya harus membangunkan dia untuk menanyakan masih adakah tempat tersisa. Saya disuruh mengecek sendiri ke ruang di dalam. Lampu kamar sudah dimatikan semua, dengan cahaya dari layar handphone saya menyenter satu persatu tempat tidur yang tersusun berjejer layaknya di asrama. Semua tempat tidur terisi penuh, bahkan ada bule yang tidur memakai sleeping bag di lantai! Saya sempat kehilangan akal, jangankan sleeping bag, tikar saja saya ga bawa! Saya kembali ke penjaga bersorban warna oranye tadi, dia bilang ada dua orang Korea yang akan check out sebentar lagi. Dia menyodorkan buku tamu untuk diisi terlebih dahulu. Di buku daftar kunjungan terlihat turis yang mampir kebanyakan dari beberapa Negara Eropa, Amerika Latin, China, Korea dan Israel. Tak lupa saya menyerahkan beberapa lembar uang Rupee sebagai donasi.
Â
Â
Â
Â
Â
Baru beberapa jam tertidur, saya terbangun oleh suara berisik dua orang turis lain yang baru datang, mereka langsung menempati ranjang kecil di sebelah saya. Ranjang kecil itu terpaksa mereka share berdua, karena hanya itulah yang tersisa. Menginap di kompleks itu hanya diberi batas waktu maksimal tiga hari dan harus memberikan sumbangan minimal 100 Rupee per malamnya. Tapi rata-rata wisatawan yang menginap disana hanya untuk satu malam saja, setelahnya mereka akan cari penginapan di luar kompleks Golden Temple. Karena tingginya volume turis yang keluar masuk membuat menginap di asrama itu menjadi tidak terlalu nyaman, kebanyakan dari mereka hanya ingin sekedar mencoba, seperti yang juga saya lakukan. Setelah bangun pagi saya langsung menuju kamar mandi umum. Kamar mandi dan toilet di dalam bangunan Ram Das Niwas tersebut sangat luas dan bersih.
Â
Banyak keunikan dan hal-hal baru yang saya lihat di Golden Temple, yang mungkin tidak ditemui di kompleks tempat suci agama lainya.
Â
Â
Â
Â
Â
Ada ratusan relawan yang bekerja setiap hari di kompleks Golden Temple. Tugas mereka beragam, ada yang menjadi cleaning service, tukang masak di dapur umum, tukang cuci piring gelas, tukang potong sayuran, dan lain-lainya. Selesai mandi saya mampir melihat aktivitas di dapur umum. Lokasi dapur berada di seberang bangunan Ram Das Niwas, bangunanya diberi nama Guru Ka Langar. Dapur raksasa itu dilengkapi deretan tempat cuci piring, tempat menyusun peralatan makan, area memotong dan sortir, serta ruang makan yang luas. Saat saya datang suasana sangat riuh. Baru kali ini saya melihat dapur massal yang super sibuk. Semua relawan tekun mengerjakan tugasnya masing-masing. Dapur ini khusus menyajikan makanan vegetarian bagi maksimal 60.000 sampai 80.000 peziarah yang datang makan setiap harinya. Dan tahu kah anda berapa yang harus dibayarkan untuk sekali makan? Tidak ratusan apalagi puluhan Rupee, tapi gratis! Tidak dipungut bayaran sepeser pun! Semua yang berkunjung ke Golden Temple boleh ikut makan, Â dipersilahkan juga memberikan sumbangan seikhlasnya ke kotak donasi yang sudah disiapkan. Tapi kalau tidak ikut menyumbang pun tak apa-apa, tidak ada paksaan. Tapi biasanya mereka yang makan akan ikut menyumbangkan tenaga, minimal membantu mencuci piring misalnya. Kegiatan memasak dan makan-makan di dapur itu berlangsung tanpa henti dari pagi hingga tengah malam. Semuanya berjalan teratur dan rapi, begitulah setiap hari, tanpa ada libur. Berhubung belum sarapan, saya kemudian ikut antri menunggu piring yang berbahan stainless diisi makanan khas India sejenis vegetarian thalis, lalu duduk bergabung dengan barisan peziarah lain untuk makan bersama.
Â
Â
Â
Â
Â
Setelah perut kenyang, saatnya melongok ke dalam Harmandir Sahib yang suci. Pengunjung dilarang memakai sepatu atau sendal dan harus mencuci kaki terlebih dahulu. Membasuh kaki bisa dilakukan saat berjalan di kolam dangkal tepat di depan pintu masuk utama. Pengunjung harus berpakaian sopan, dan mengenakan tutup kepala. Bagi pengunjung yang tidak membawa penutup kepala, di sekitar pintu masuk banyak yang menjual scarf kecil, lumayan bisa jadi kenang-kenangan nantinya. Saat melangkah ke pintu utama penjaga membetulkan pemasangan penutup kepala yang saya kenakan. Hal lainya yang dilarang selama di dalam kompleks utama adalah merokok, makan daging, minum minuman berakohol serta obat-obatan terlarang.
Â
Satu hal yang membuat Golden Temple istimewa adalah, siapa saja boleh memasukinya tanpa memandang latar belakang agama, suku, bahasa dan golongan dari pengunjungnya.
Â
Arsitektur Golden Temple mengadopsi gabungan gaya Hindu dan Islam tapi tetap memperlihatkan perbedaan unik tersendiri. Kubah Golden Temple yang konon bersepuh 750kg emas menggambarkan kuncup bunga teratai, adalah simbol pengikut Sikh yang diartikan sebagai hidup penuh kesucian. Untuk mencapai bangunan kubah emas bertingkat dua-yang juga disebut Darbar Sahib itu, pengunjung akan melewati Jembatan Guru dari salah satu pinggiran kolam suci yang mengelilinginya. Kolam persegi tersebut dinamakan Amrits Sarovar, yang merupakan cikal bakal dari nama kota Amritsar. Peziarah bisa berjalan mengelilingi kolam suci melalui lantai yang terbuat dari batu pualam putih berhiaskan motif bunga-bungaan dan binatang. Beberapa menara terlihat di sekeliling seolah menjaga kemurnian Golden Temple dengan kekokohanya. Menyenangkan sekali melihat air kolam yang tenang memantulkan bayangan keemasan, kontras dengan warna putih bangunan di sekelilingnya. Alunan mantra dan puji-pujian dari kitab suci dipancarkan melalui loudspeaker yang ditempatkan di beberapa titik. Pengunjung dilarang mencelupkan kaki ke dalam air kolam kecuali untuk tujuan mandi suci. Beberapa peziarah laki-laki terlihat melakukan ritual mandi di pinggiran kolam yang sudah ditentukan lokasinya.
Â
Â
Â
Â
Â
Berjalan kaki menyusuri pinggiran kolam suci dengan kuil emas di tengah-tengahnya, sambil mendengarkan lantunan mantra suci, adalah salah satu pengalaman baru bagi saya. Saya mengitari kolam beberapa kali mengagumi arsitekturnya. Di beberapa dinding dan plakat kita bisa baca cerita ksatria/martir yang gugur dan juga kisah para Guru. Perjalanan santai itu sesekali saya selingi dengan istirahat di koridor, duduk bersandar di dinding marmer putih yang mengitarinya, sembari memandangi peziarah yang melakukan ritual masing-masing.
Â
Bangunan yang terletak di sekeliling kolam antara lain;
-Sikh Museum, menyimpan sejarah perjuangan kaum Sikh dari masa ke masa.
-Akal Takhat, kantor dari Shiromani Gurdwara Parbandhak Committee (SGPC). Gedung parlemen kaum Sikh ini pernah diobok-obok oleh tentara India dibawah pemerintahan Indira Gandhi tahun 1984. Tank dan artileri dikerahkan menerobos ke dalam Golden Temple untuk menangkap Jarnail Singh Bhindranwale, seorang pemimpin aktivis dan pejuang kaum Sikh yang menginginkan dibentuknya sebuah Negara Sikh sendiri. Saat itu para pejuang menggunakan kompleks Golden Temple untuk bersembunyi dan melakukan perlawanan. Jarnail Singh akhirnya tewas dalam operasi militer yang dikenal dengan sebutan Blue Star Operation. Operasi tersebut juga menewaskan 83 tentara India serta 492 pejuang dan sipil. Kompleks Golden Temple mengalami kerusakan cukup parah, tapi akhirnya dibangun kembali oleh pemerintah. Kaum Sikh menilai penyerangan tersebut merupakan pelecehan terhadap tempat suci Sikh dan perlakuan diskriminasi Negara terhadap golongan minoritas. Bagi pemerintahan India di Delhi Jarnail Singh adalah seorang militant dan ekstrimis, tapi bagi umat Sikh dia adalah seorang pahlawan yang memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan. Enam bulan setelah tragedi berdarah itu, Indira Gandhi mati dibunuh oleh pengawal pribadinya yang seorang Sikh.
Â
Â
Saat ini kaum Sikh sudah semakin berkembang. Diperkirakan ada sebanyak 30 juta keturunan Sikh yang hidup menyebar di seluruh penjuru dunia, hampir 20 juta-nya hidup di India. Kaum Sikh mempunyai ciri khas tersendiri dalam berpenampilan, khususnya kaum pria. Kebiasaan dan aturan taat agama ini diturunkan oleh para Guru, dikenal dengan istilah Lima K (Kash, Kanga, Kadha, Kripan dan Kacha). Kash adalah rambut yang tidak boleh dipotong, pria kaum Sikh akan menggulung rambutnya dan menutupinya dengan sorban. Warna sorban bisa bermacam-macam, tergantung dari pilihan pemakainya, yang menyimbolkan komitmen penuh sang pemakai. Untuk kaum perempuan diharuskan memakai kerudung sebagai penutup kepala. Kanga berarti sisir, yang dipakai untuk merapikan rambut. Selain rambut, jenggot atau jambang juga harus dipelihara dan dirawat. Kadha adalah pemakaian gelang besi. Gelang besi bisa dikenakan di tangan atau kaki, sebagai perlambang kekuatan dan benteng diri. Kripan adalah pisau atau pedang, yang merupakan lambang pertahanan dari serangan. Dan yang terakhir, Kacha adalah pakaian yang panjang sebatas lutut atau paha yang dimaksudkan untuk kelincahan gerak tubuh. Untuk kaum pria Sikh yang tinggal di lingkungan modern, tidak semua K tadi dapat dijalankan, bisa jadi karena tekanan, adaptasi atau tingkat keimanan yang bersangkutan.
Â
Ciri khas identitas lainya dari kaum Sikh adalah dari pemakaian nama. Laki-laki banyak menggunakan nama belakang 'Singh' yang berarti singa. Sedangkan yang perempuan memakai nama belakang 'Kaur' artinya putri raja.
Â
Banyak yang menilai agama Sikh adalah perpaduan dari agama Hindu dan Islam. Agama ini didirikan oleh Guru Nanak (1469-1539), seorang yang awal mulanya adalah pemeluk Hindu. Dia lalu berkeinginan membuat sebuah agama yang bisa diterima siapa saja di India. Guru Nanak telah menggabungkan ajaran-ajaran pilihan dari agama Islam dan Hindu. Sikh meyakini akan adanya satu Tuhan yang punya kuasa atas segala-galanya. Sikh tidak mengenal kasta layaknya dalam Hindu. Sikh juga meyakini adanya reinkarnasi namun menolak adanya mukjizat. Sikh menekankan pada etika, moralitas dan nilai-nilai, dan meyakini semua manusia setara di mata Tuhan. Sepeninggal Guru Nanak, ajaranya diteruskan oleh penggantinya yang juga diberi pangkat Guru, ada sepuluh Guru setelah itu yang bergantian meneruskan ajaran Sikhisme yang perlahan-lahan semakin meninggalkan ciri Hindu dan Islam.
Â
(Foto: koleksi pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H