Â
Â
Â
Â
Â
Baru beberapa jam tertidur, saya terbangun oleh suara berisik dua orang turis lain yang baru datang, mereka langsung menempati ranjang kecil di sebelah saya. Ranjang kecil itu terpaksa mereka share berdua, karena hanya itulah yang tersisa. Menginap di kompleks itu hanya diberi batas waktu maksimal tiga hari dan harus memberikan sumbangan minimal 100 Rupee per malamnya. Tapi rata-rata wisatawan yang menginap disana hanya untuk satu malam saja, setelahnya mereka akan cari penginapan di luar kompleks Golden Temple. Karena tingginya volume turis yang keluar masuk membuat menginap di asrama itu menjadi tidak terlalu nyaman, kebanyakan dari mereka hanya ingin sekedar mencoba, seperti yang juga saya lakukan. Setelah bangun pagi saya langsung menuju kamar mandi umum. Kamar mandi dan toilet di dalam bangunan Ram Das Niwas tersebut sangat luas dan bersih.
Â
Banyak keunikan dan hal-hal baru yang saya lihat di Golden Temple, yang mungkin tidak ditemui di kompleks tempat suci agama lainya.
Â
Â
Â
Â
Â
Ada ratusan relawan yang bekerja setiap hari di kompleks Golden Temple. Tugas mereka beragam, ada yang menjadi cleaning service, tukang masak di dapur umum, tukang cuci piring gelas, tukang potong sayuran, dan lain-lainya. Selesai mandi saya mampir melihat aktivitas di dapur umum. Lokasi dapur berada di seberang bangunan Ram Das Niwas, bangunanya diberi nama Guru Ka Langar. Dapur raksasa itu dilengkapi deretan tempat cuci piring, tempat menyusun peralatan makan, area memotong dan sortir, serta ruang makan yang luas. Saat saya datang suasana sangat riuh. Baru kali ini saya melihat dapur massal yang super sibuk. Semua relawan tekun mengerjakan tugasnya masing-masing. Dapur ini khusus menyajikan makanan vegetarian bagi maksimal 60.000 sampai 80.000 peziarah yang datang makan setiap harinya. Dan tahu kah anda berapa yang harus dibayarkan untuk sekali makan? Tidak ratusan apalagi puluhan Rupee, tapi gratis! Tidak dipungut bayaran sepeser pun! Semua yang berkunjung ke Golden Temple boleh ikut makan, Â dipersilahkan juga memberikan sumbangan seikhlasnya ke kotak donasi yang sudah disiapkan. Tapi kalau tidak ikut menyumbang pun tak apa-apa, tidak ada paksaan. Tapi biasanya mereka yang makan akan ikut menyumbangkan tenaga, minimal membantu mencuci piring misalnya. Kegiatan memasak dan makan-makan di dapur itu berlangsung tanpa henti dari pagi hingga tengah malam. Semuanya berjalan teratur dan rapi, begitulah setiap hari, tanpa ada libur. Berhubung belum sarapan, saya kemudian ikut antri menunggu piring yang berbahan stainless diisi makanan khas India sejenis vegetarian thalis, lalu duduk bergabung dengan barisan peziarah lain untuk makan bersama.
Â
Â