Mohon tunggu...
Boby Bahar
Boby Bahar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Independent Traveler

24 countries and counting more. Dreaming to publish my traveling book. Terimakasih sudah mampir. boby.bahar@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pangong Tso, Melihat Danau Tertinggi Dunia

23 Juli 2012   17:32 Diperbarui: 7 Februari 2017   17:01 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto: koleksi pribadi)

[caption id="attachment_195905" align="aligncenter" width="300" caption="Pangong Tso"][/caption]

Pernah mendengar tentang danau yang membeku di musim dingin dan hanya bisa dikunjungi turis di musim panas? Yuk kita longok danau yang terletak di Ladakh, negara bagian Jammu dan Kashmir, India.

Namanya danau Pangong, atau lebih dikenal dengan sebutan Pangong Tso. Tso dalam bahasa Ladakhi berarti danau. Danau Pangong masuk ke dalam daftar salah satu danau tertinggi di dunia. Danau ini terletak di dataran pegunungan Himalaya, tepatnya di perbatasan dua negara, India dan Tibet-China. Danau ini cukup luas, terbentang sepanjang 134km dengan lebar 5km. Hampir enam puluh persen wilayah danau menjadi milik China. Bahkan sampai sekarang pemerintah India dan China masih saling klaim titik demarkasi kedua negara masing-masing.

[caption id="attachment_195859" align="aligncenter" width="300" caption="the blue Pangong Tso"]

13430482391880512421
13430482391880512421
[/caption]

Berada di ketinggian 4.350m di atas permukaan laut dan kondisi alam yang begitu menantang, menjadikan Pangong Tso idaman semua turis yang berpetualang ke Ladakh. Saya sendiri juga tidak menyia-nyiakan kesempatan saat berkunjung ke India beberapa waktu lalu. Bahkan jauh-jauh hari sewaktu masih di tanah air menyusun rencana perjalanan, saya menempatkan Pangong Tso sebagai tujuan nomor satu di itinerary saya.

Yang menjadikan danau Pangong unik adalah karena dikategorikan sebagai danau jenis endorheic atau juga biasa disebut salt lake. Endorheic adalah danau mati yang tidak bermuara dan berhulu, danaunya tidak mempunyai aliran air ke luar. Kalau di Indonesia kita mungkin sudah terbiasa melihat danau yang mempunyai jaringan sungai yang mengalirkan aliran danau ke dataran rendah atau bahkan ke laut, namun danau Pangong tidak seperti itu. Posisi danaunya terkunci diantara pegunungan dan jauh dari samudera. Sumber utama air yang terdapat di danau Pangong murni dari mata air, air hujan atau dari lelehan salju yang mencair di sekitarnya. Selain Pangong Tso, di wilayah Ladakh juga terdapat danau lainya, yaitu Tso Moriri dan Tso Kar. Tapi yang paling terkenal memang Pangong Tso, apalagi setelah menjadi setting lokasi film Bollywood yang cukup sukses berjudul 3 Idiots tahun 2010 lalu. Saking masih penasaranya, sekembalinya saya ke Jakarta, saya langsung bela-belain mencari DVD film yang dibintangi Amir Khan tersebut.

Dan untuk mengunjungi Pangong Tso, tamu diwajibkan mengurus permit khusus, surat ijin itu bisa diurus melalui agen perjalanan di Leh yang akan dikenakan biaya tambahan. Tapi biasanya untuk peserta tur, biaya pengurusanya sudah termasuk ke dalam paket tur, jadi kita terima beres, cukup menyerahkan fotokopi paspor saja di agen. Berangkat menggunakan mobil jeep, jam enam pagi kami sudah meninggalkan kota Leh, yang menjadi ibukota Ladakh. Perjalanan dari Leh ke Pangong Tso menempuh waktu sekitar lima jam. Inilah salah satu jalan paling fantastis yang pernah saya lewati. Sepertinya pemerintah India cukup perhatian dengan kondisi infrastruktur jalan negaranya. Bayangkan saja, di ketinggian pegunungan yang berderet-deret dengan medan sulit seperti itu mereka bisa membangun jalan aspal yang bisa dilalui mobil. Naifnya saya sempat membayangkan kalau pemerintah Indonesia juga membangun jalan aspal hingga ke puncak Jayawijaya, hehe…

[caption id="attachment_195860" align="aligncenter" width="300" caption="Jalan berliku di pinggang gunung"]

1343048387651796406
1343048387651796406
[/caption]

1343048612252502920
1343048612252502920

 

Melihat pemandangan di sebelah kanan dan kiri membuat saya tidak hentinya berdecak kagum, deretan pegunungan Himalaya yang berliku dan cenderung tandus membuat saya serasa berada di planet lain. Di beberapa puncak tertinggi bahkan terlihat salju masih bertengger menutupi permukaanya. Mobil jeep yang kami tumpangi sesekali terpaksa berjalan pelan karena ada jalur mendaki dan menurun menyusuri lekuk lekuk jalan pegunungan yang cukup sempit. Saya beberapa kali menahan nafas, menatap keluar jendela mobil dan melihat tebing curam berbatu di bawahnya. Sementara melihat ke sisi lainya lebih ngeri lagi, gimana kalau tiba-tiba bebatuan besar di ketinggian bibir tebing itu longsor dan menimpa jeep kami?

[caption id="attachment_195864" align="aligncenter" width="300" caption="Chang La, one of the highest motoride pass in the world"]

13430489861640977455
13430489861640977455
[/caption] [caption id="attachment_195865" align="aligncenter" width="300" caption="Morning tea with Army-ji"]
1343049280464468941
1343049280464468941
[/caption] [caption id="attachment_195866" align="aligncenter" width="300" caption="Salju menutupi kamp"]
13430494412002326660
13430494412002326660
[/caption]

Sebelum jam sepuluh pagi kami dibawa mampir ke kamp tentara India di daerah Changla. Suhu di daerah ini semakin dingin karena Changla berada di ketinggian 5.360m di atas permukaan laut. Terlihat salju dominan menutupi komplek kamp militer tersebut. Kebetulan saat itu beberapa tentara sedang minum chai di dalam ruangan istirahat, kami pun ikut bergabung masuk untuk minum bareng mereka. Saking dingin nya suhu udara, teh mendidih di gelas yang saya seruput tidak sedikit pun terasa membakar lidah, rasanya hangat saja di tenggorokan. Kaki saya mengggigil dan jemari tangan beku. Saya tidak tahu pasti berapa derajat suhu udara saat itu, dinginnya menusuk sampai ke tulang! Saya menyempatkan diri juga berbincang sebentar dengan para tentara. Mereka cukup surprise mengetahui saya dari Indonesia, katanya saya adalah orang Indonesia pertama yang kebetulan berkunjung ke kamp dan ngeteh bareng di kamp tersebut. Wow…cukup jumawa juga saya mendengarnya.

Supir jeep yang juga merangkap sebagai tour guide lalu mengajak kami melihat Gompa atau kuil Budha Tibet di seberang kamp. Pelataran Gompa kecil itu penuh tertutupi oleh kain-kain mantra. Memang salah satu ciri kuil Budha Tibet adalah dibentangkannya carikan kain kecil warna warni yang ditulisi mantra dan doa-doa. Kain kain kecil tersebut walaupun basah terkena salju tetap berkibaran ditiup angin. Beberapa meter dari Gompa, saya kaget melihat ternyata ada restoran juga di sana. Saya makin terkejut membaca tulisan di plang depan restoran, "the highest cafetaria in the world". Saya merasa jadi orang yang sangat beruntung. Ingin rasanya memecahkan rekor pribadi saya dengan bersantap di retoran tertinggi di dunia tersebut, tapi apa daya saya tidak berasa lapar saat itu. Masuk ke restaurantnya saja saya sudah cukup senang tak terkira! Tapi tak apa lah, saya sempat mecoba toilet nya kok untuk buang air kecil.

Perjalanan kami lanjutkan, takut keburu siang sampai di danau. Beberapa ruas jalan juga dalam kondisi jelek, berlubang, becek dan beberapa ditutupi salju tipis. Saya sempat melihat suku nomaden yang sedang mengawal ternak mereka, ada domba gunung dan juga Yak-binatang sejenis banteng berbulu tebal. Kami juga sempat dibawa mampir melihat sarang marmut raksasa. Ukuran marmut nya cukup besar, hampir sebesar anjing Kintamani. Mereka cukup jinak, kami bahkan bisa langsung mengulurkan tangan memberi mereka makan.

[caption id="attachment_195867" align="aligncenter" width="300" caption="Marmut keluar sarang"]

13430496711131553760
13430496711131553760
[/caption] [caption id="attachment_195869" align="aligncenter" width="300" caption="Gerombolan Yak"]
13430498971194450917
13430498971194450917
[/caption]

Akhirnya kami sampai di danau Pangong. Sepuluh menit pertama saya tercekat menyaksikan indahnya pemandangan alam yang terbentang di depan mata, saya tersihir! Tak hentinya saya berdecak kagum dan mengucap pujian pada Tuhan sang pencipta. Danau Pangong terlihat seperti terperangkap di antara kemegahan pegunungan di sekelilingnya. Air nya terlihat biru, kadang terlihat hijau tua, tergantung sinar matahari yang terpantul. Kondisi cuaca di Pangong memang berubah drastis. Tiba tiba panas terik, lalu lewat kabut tebal seketika, kemudian angin dingin lembab mengandung es bertiup kencang, seperti itu terus bergantian selama hampir dua jam kami di sana. Saya juga sempatkan mencelupkan jemari ke dalam air. Cesss…airnya sedingin es!

Di sekitar danau tingkat vegetasi juga sangat rendah. Tidak banyak tanaman yang  tumbuh. Sebagian besar wilayah Ladakh memang tandus seperti padang pasir, begitu juga halnya wilayah sekitar danau Pangong. Dari informasi bapak Ghunsal yang menjadi guide kami, di danau tidak ada ikan yang hidup, begitu pun dengan binatang-binatang kecil khas air lainya. Tapi kadang-kadang katanya kita bisa menemukan binatang sejenis kepiting atau udang-udangan kecil di pinggir danau, tapi jumlahnya jarang. Di waktu-waktu tertentu malah sejumlah jenis burung bisa terlihat berenang di permukaan danau, mungkin burung yang bermigrasi sesaat dari tempat-tempat jauh.

Hampir dua jam kami menikmati keelokan danau Pangong. Tak puas-puasnya saya memandangi sekeliling danau yang terlihat sangat spektakuler. Pujian pada sang pencipta alam raya pasti saya lafalkan begitu menyadari kemolekanya. Begitu indahnya danau Pangong,  saya masih seperti bermimpi bisa sampai ke danau ini. Selesai mengambil beberapa foto, saya pun diajak masuk ke tenda untuk makan siang. Saya memilih mie kare dan chai hangat. Orang-orang suku Ladakhi yang berbincang dengan kami di dalam tenda juga sangat ramah. Mereka menawarkan saya untuk menginap disana malam itu. Tapi mendengar bahwa malam hari suhu di danau Pangong bisa minus berpuluh-puluh derajat, saya langsung menggeleng. Saya merapikan jaket di badan saya yang terasa masih kurang tebal. Di luar tenda angin yang mengandung air bertiup cukup kencang. Kami bersiap-siap untuk kembali ke Leh.

 

13430510301481843171
13430510301481843171

[caption id="attachment_195879" align="aligncenter" width="300" caption="Jernih air danau Pangong "]

1343050845580856624
1343050845580856624
[/caption]

1343051165507081288
1343051165507081288

13430513741760878738
13430513741760878738

13430517071133528947
13430517071133528947

13430538781284687990
13430538781284687990
[caption id="attachment_195871" align="aligncenter" width="300" caption="Pegunungan di pinggir danau Pangong"]
1343050075661256827
1343050075661256827
[/caption]
1343052347208129002
1343052347208129002
1343052829604739208
1343052829604739208

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun