Mohon tunggu...
aan rianto
aan rianto Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Issue HIV

Pengamat issue HIV, pendukung kampanye U=U, accidental activist

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vaccine C-19 dan Orang dengan HIV di Indonesia, Kontroversi Berkepanjangan

25 Juni 2021   07:49 Diperbarui: 25 Juni 2021   07:52 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WHO, CDC dan beberapa organisasi kesehatan dunia sudah memberikan rekomendasi bahwa orang dengan HIV (seberapapun cd4/imunitas mereka) seharusnya menjadi prioritas penerima vaksin Covid.

Beberapa negara malah menjadikan orang dengan HIV (ODHIV) dengan cd4<200 diprioritaskan mendapat vaksin mengingat secara imunitas dan kekebalan tubuh mereka jauh lebih rentan terinfeksi daripada orang lain.

Secara teori dan fakta covid akan meningkatkan resiko penularan dan juga kesakitan (bahkan mortality) pada orang orang yang memiliki imunitas rendah, termasuk orang dengan HIV.

Sementara tahun lalu saat awal pandemi covid, orang dengan HIV juga ditakut takuti bahwa mereka adalah kelompok paling rentan terinfeksi mengingat banyak yang memiliki imunitas/cd4 rendah. Bahkan kelompok ini diingatkan untuk tidak terlalu sering ke RS sekalipun untuk mengambil ARV.

Banyak kasus ODHIV memutus sementara pengobatannya karena ketakutan tertular Covid di RS karena issue ini.  Saat vaksin Covid tersedia untuk semua orang justru ada beberapa pihak yang seolah melakukan pembatasan atas hal ini dengan alasan "HIV adalah comorbid". 

Bahkan dibeberapa social media komunitas selalu ada yang membagikan pengalaman negatif paska vaksin padahal apa yang dialami tidak ada kaitannya dengan efek samping Covid apalagi status HIV.

Fakta dilapangan:

1. Kemenkes sudah mengeluarkan edaran baru atas rekomendasi PAPDI bahwa HIV bukanlah comorbid sehingga tidak perlu membuka status apalagi cd4.

2. Masih banyak tenaga kesehatan yang tidak update informasi terkait pemberian vaksin bagi pasien dengan HIV, sekalipun sudah ada edaran kemenkes dan juga banyak referensi kesehatan lain yang tersedia secara luas di internet.

3. Masih ada konselor, pendamping dan juga peer educator (penyuluh) yang juga tidak update informasi padahal mereka adalah ujung tombak informasi bagi orang dengan HIV.

4. Satgas vaksin sendiri saat dihubungi per telpon juga masih mensyaratkan bahwa orang dengan HIV harus membuka status dan mensyaratkan cd4>200. Hal ini bertentangan dengan instruksi yang diberikan oleh kemenkes terkait percepatan vaksin.

5. Masih banyak orang dengan HIV yang akhirnya mundur dan menolak vaksin karena takut efek samping yang disampaikan oleh orang orang yang justru belum vaksin dan mendengar berita dari orang lain yang juga mendapat informasi dari sumber lain (hoax). Demikian pula kekuatiran harus membuka status HIV dalam ruang pra-vaksin yang dapat didengar semua orang .

6.  Fakta beberapa tempat layanan pemberi vaksin masih menanyakan status HIV, kemudian meminta untuk kembali dengan membawa rekomendasi dari layanan poli hiv.

Apa yang kemudian terjadi dan dapat kita perhatikan dari kejadian ini?

1. Tidak adanya koordinasi antara pengambil kebijakan dan pelaksana lapangan.

2. Dengan adanya informasi negatif tentang hoax efek samping dan juga kekuatiran pembukaan status HIV, juga harus kembali kelayanan dengan rekomendasi medis maka akan menghambat upaya percepatan vaksin nasional.

3. Dengan adanya hambatan dan kendala ini maka upaya pencapaian herd immunity juga akan sulit dicapai sehingga pembatasan mobilisasi akan terus berkepanjangan dan angka infeksi baru akan terus meningkat.

Fakta bahwa pabrikan/produsen vaksin dan negar asudah menjaminkan keamanan vaksin akan sia sia saat petugas dilapangan tidak diupdate informasinya, padahal mereka seringkali menjadi tempat bertanya mencari jawaban terkait hidup dengan HIV.

Jadi issue HIV, vaksin covid dan mental health seperti menjadi dipolitisasi karena saling tidak berkesinbungan. Diawal pandemi Covid orang dengan HIV ditakuti bahwa mereka mudah terinfeksi covid, saat sudah tersedia vaksin mereka ditakuti bahwa vaksin covid tidak aman bagi orang dengan HIV yang juga dianggap sebagai comorbid.

Kalau HIV dianggap comorbid sehingga orang dengan HIV harus menunjukkan hasil pemeriksaan cd4 dan rekomendasi layanan, lalu bagaimana dengan sebagian besar orang yang tidak pernah vct dan tau status HIV mereka????

Bukankah persyaratan pemberian vaksin dengan mengecualikan orang dengan HIV juga termasuk diskriminasi dalam pemberian vaksin? Bagaimana dengan moto "leave no one behind?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun