Mohon tunggu...
Bobi Anwar Maarif
Bobi Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia

Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, masa bakti 2019-2024. Asal Kabupaten Karawang. Sekretariat : Jl Pengadegan Utara I No 1A RT 08/06 Pancoran Jakarta Selatan Email: bobi@sbmi.or.id I Phone: 0852 8300 6797

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PMI Ilegal Ingin Pulang, Susah Bukan Kepalang

25 Maret 2021   23:36 Diperbarui: 26 Maret 2021   03:02 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TPPO | WNA Irak ditangkap Polisi di Apartemen East Casblanca Duren Sawit | Sumber Medcom.id

Saya mau berbagi cerita nyata (true story), tentang kisah seorang perempuan Pekerja Migran Indonesia. Pada Selasa, 22 Maret 2021 lalu, dia dipulangkan dari luar negeri, dan saat ini sedang menjalani karantina di Wisma Atlit Pademangan. Negosiasi pemulangannya gila, alot banget sampai memakan waktu sampai dua bulanan. Kenapa? Saya akan memulai ceritanya dari awal. 

Migrani (bukan nama sebenarnya) adalah salah seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Ibu rumah tangga dua anak itu diberangkatkan secara ilegal atau unprosedur oleh jaringan mafia ke Erbil Irak pada Oktober 2020. 

Memang, penempatan PMI secara ilegal atau unprpsedur ke negara-negara di Kawasan Timur Tengah sedang marak-maraknya. Meskipun pemerintah telah melarang dan menghentikan penempatan ke sana sejak 2015. 

Namun pemerintah tidak bisa membendungnya. Konon banyak oknum yang ikut bermain dalam bisnis haram ini. Maklum, fulus yang beredar besar banget. Kepala BP2MI Benny Rhamdani menyebut angkanya hingga triliunan rupiah.  

Catatan Akhir Tahun Serikat Buruh Migran Indonesia (Catahu SBMI) tahun 2020 mengafirmasi maraknya penempatan unprosedur. Catahu itu membeberkan bahwa legalitas penempatan tahun ini merupakan paling buruk sepanjang 10 tahun terakhir. Data Catahu SBMI membuktikan 74,76% penempatan PMI dilakukan secara ilegal atau unprosedur. Sementara yang legal prosedural hanya 25,24%. Ngeri kali kawan.

Ini juga situasi yang dialami oleh Migrani. Menurutnya yang membuatnya tertarik ajakan calo perekrut itu karena iming-iming akan diberi uang sebesar Rp 10 juta. Terlebih keluarganya sedang dililit utang arisan. 

Sialnya, setelah menjalani proses, dia hanya menerima Rp 1,7 juta. Dia sebenarnya sudah berupaya meminta sisanya, tetapi si calo hanya memberi janji. Dia pernah mengancam akan mengudurkan diri. Malah diancam balik harus membayar Rp 20 juta. 

Baginya yang tidak mengerti hukum, ancaman itu sesuatu yang menakutkan. Alhasil, Migrani masuk dalam situasi yang dilematis. Mau tidak mau dia harus mengikuti arahan si calo hingga akhirnya sampai ke negara tujuan. Dan bekerja.

Setelah berjalan empat bulanan. Dia meraskan tubuhnya merasa letih, karena pekerjaannya sangat berat. Dia menceritakan, sebagai Pekerja Rumah Tangga (house keeping) dia memulai pekerjaannya sejak subuh dan mengakhirinya sekitar jam 2 dini hari. Semua jenis pekerjaan dirumah besar majikannya itu harus diselesaikan sendirian. Terbayang bagaimana capenya. 

Jadi dia bilang, rata-rata dalam setiap harinya dia harus bekerja selama 20 jam. Terlebih jika majikan ada acara keluarga. Huh pekerjaannya semakin bertambah berat. Memperihatinkan, peristiwa yang terjadi pada abad 18 lalu di Amerika Serikat masih terjadi di zaman now. Ini yang kemudian disebut sebagai modern slavery.   

Dokumen SBMI | Tiket kepulangan dari Turki ke Jakarta
Dokumen SBMI | Tiket kepulangan dari Turki ke Jakarta
Dia mengakui sering salah mengerjakan perintah majikannya. Hal itu terjadi karena tidak memahami bahasa Arab yang menjadi bahasa komunikasi sehari-hari. Tidak heran dia dilabeli 'bahlul' oleh majikan dan anggota keluarganya. Dia membela diri, itu wajar karena pada saat proses tidak pernah dilatih bahasa Arab. 

Tahapannya hanya daftar, kemudian pemeriksaan kesehatan, bikin paspor, setelah itu menunggu di rumah. Setelah dapat schedulle tiket, lalu diterbangkan dari Soekarno-Hatta transit di Istambul dilanjutkan lagi ke destinasi akhir. Erbil Irak. Kok bisa lolos ya?

Sruput dulu kopinya..........

Migrani melanjutkan ceritanya. Musim dingin semakin memperparah sakitnya. Telapak kaki dan jari-jari tangan yang sebelumnya mengelupas, kini menjadi kaku sehingga sulit digerakkan. Tidak kuat dengan situasi tersebut, akhirnya dia memutuskan untuk kabur dari rumah majikan. 

Baginya kabur itu ngeri-ngeri sedap, namun dia masih sempat merasakan nikmatnya susasana bebas setelah terkurung dalam rumah selama 4 bulanan. Dan  seperti dugaan sebelumnya, akhirnya terjadi juga. Dia ditangkap oleh polisi setempat karena tidak berdokumen. 

Setelah dimintai keterangan, kemudian polisi mmemutuskan untuk engembalikan Migrani kepada Agen yang menyalurkannya. Seperti pepatah lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya. Migrani yang meminta pulang itu justeru menjadi bulan-bulanan petugas Agen. Dia disekap dalam sebuah ruangan selama dua hari. Makannya hanya minum air keran. 

Migrani menerima kekerasan itu karena melanggar kontrak, belum finish dua tahun tetapi sudah berani kabur dan ingin pulang. Tentu orang Agen itu merasa malu kepada tuan pelanggannya yang sudah membayar mahal Rp 100 jutaan untuk mendatangkan satu orang PMI dari Indonesia.  Setelah dihitung untung ruginya, petugas Agen bersedia memulangkan asal mau membayar Rp 70 juta. 

Suaminya di Cirebon mengadukan persoalan ini kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Kemlu merujuk persoalan ini kepada Perwakilan Indonesia di Irak. Meskipun Perwakilan Indonesia tahu bahwa penempatan itu ilegal menurut hukum Indonesia, akan tetapi tidak bisa berbuat berbuat banyak karena hubungan kerja antara Migrani dan majikannya itu sah menurut hukum di Irak. Pihak yang melanggar kontrak harus menanggung resiko sesuai perjanjian kerjanya.

Apakah Perwakilan bisa menanggung biaya penempatan itu? Tidak bisa. 

Prinsip pelindungan WNI dan BHI di Luar Negeri

Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu, Yudha Nugraha mengatakan berdasarkan Pasal 2 Permenlu No. 5 Tahun 2018 Tentang Pelindungan WNI. Prinsip pelindungan itu mengedepankan keterlibatan pihak yang bertanggung jawab. Dalam hal ini, bisa majikan, bisa agen ataupun calo yang ada di Indonesia. 

Lebih lanjut Yudha menegaskan, pemulangan PMI dengan anggaran negara itu sifatnya last resort atau cara terakhir. Ada syarat-syaratnya, ada prioritasnya seperti PMI yang sakit, lansia, jompo dan lainnya. 

Upaya suami dalam memulangkan istrinya itu banyak mengalami hambatan.  Ada saja peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Anaknya jatuh sakit. Diancam dan diintimidasi oleh oknum-oknum dari 5 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bayaran si calo. Waktu serasa lambat, dua bulan serasa dua tahun. Namun semua itu tidak mengendorkan semangatnya.

Kisah heroik suami dan tragisnya nasib Migrani sempat membuat geger setelah video luka tangan dan kaki Migrani ditayangkan salah satu akun Facebook. Konten ini menjangkau Pejabat Pemerintah Kabupaten Cirebon. Sampai-sampai Bupatinya mengintruksikan untuk membuat Whatsapp Group (WA Group). Group itu beranggota para petinggi Pemkab Cirebon dengan melibatkan serikat buruh migran dan organisasi masyarakat lain yang menjadi mitranya. Analisa WA Group, Migrani masuk dalam ranah kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Penempatan Perorangan.  

Saat ini Pemkab Cirebon juga menyorot maraknya TPPO dengan modus penempatan PMI ke luar negeri dari wilayah kecamatan asal Migrani. Pemkab Cirebon mengendus adanya mafia besar penempatan ilegal ke negara-negara Timur Tengah. Temuan Pemkab Cirebon menemukan jaringan mafia besar itu melakukan perekrutan calon PMI di tiga kabupaten tetangganya,  Kuningan. Indramayu dan Majalengka.  

Tekanan Pejabat Pemkab Cirebon dan Aparat Penegak Hukum (APH) mengakibatkan si calo ngeper. Mau tidak mau si calo harus memulangkan Migrani. Walhasil si calo terpaksa mengembalikan uang yang dulu diterimanya dari Agen. 

Tentu peristiwa ini bukan yang pertama kalinya terjadi. Ada banyak Migrani lainnya yang mengalami persoalan serupa. Semoga masyarakat dapat mengambil hikmah pengetahuan dari pengalaman pahit Migrani yang pernah ditempatkan secara ilegal ke luar negeri.   ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun