Mohon tunggu...
Bobby Triadi
Bobby Triadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Menulis sambil tersenyum

Lahir di Medan, berkecimpung di dunia jurnalistik sejak tahun 1998 dan terakhir di TEMPO untuk wilayah Riau hingga Desember 2007.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Iwan Piliang dan Kebohongan Publik

27 Juli 2011   18:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:19 7865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13118627121047137895

[caption id="attachment_125631" align="aligncenter" width="680" caption="Iwan Piliang"][/caption]

Melalui wawancara menggunakan teknologi Skype yang seakan-akan tanpa ada hubungan spesial antara Iwan Piliang dan M. Nazaruddin, belakangan ini sosok Iwan Piliang begitu tenar terpampang di layar kaca dua televisi swasta METRO TV dan TV One, berikutnya namanya terus beredar di media online, cetak, radio bahkan di media sosial semacam facebook, twitter, dan kompasiana mengiringi ketenaran buronan international M. Nazaruddin. Bak sosok suci, kini Iwan Piliang yang mencoba maju menjadi DKI I dianggap pahlawan bagi sebagian kecil masyarakat perkotaan.

Namun tidak bagi saya yang pernah bekerja satu tim dengannya di Press Talk, dimata saya ia hanyalah seorang hamba tuhan yang biasa-biasa saja dan tidak terlalu idealis dalam menulis atau mengungkap sebuah persoalan. Dibeberapa kasus, bahkan ia nggan membantu ketika tidak berbau duit. Iwan Piliang memang pernah didudukan sebagai Ketua Umum PWI Reformasi besutan Alm. Budiman S Hartoyo, almarhum sangat ngotot mendudukkan ia diposisi tersebut. Sayangnya, almarhum pulalah yang menjadi salah satu otak untuk melengserkan Iwan Piliang. Perlu diketahui, hubungan Iwan Piliang dengan Alm. Budiman S Hartoyo (BSH) bagai anak dan bapak, sedari SMA Iwan Piliang yang juga tetangga BSH sudah dianggap anak kandung oleh almarhum dan dari almarhum pulalah ia banyak belajar menjahit kata perkata menjadi sebuah tulisan indah. Bahkan cara mengetik Almarhum pun tertular ke Iwan Piliang. Belum lagi permasalahan ia dengan Andreas Harsono ketika mereka bersama-sama mendirikan majalah Pantau, majalah jurnalisme sastrawi. Itu hanya dua contoh untuk menilai siapa sosok Iwan Piliang. Ketika saya bertemu dengan Ulil Absar Abdallah, ia pernah menanyakan kepada saya nama pemimpin redaksi Majalah Demokrat. Alangkah kagetnya Ulil, kalimat yang muncul dari mulut Ulil, kenapa biang kerok bisa mengurus Majalah Demokrat. Sayangnya Ulil nggan meneruskan alasannya menilai Iwan Piliang sebagai biang kerok saat itu. Terus terang, saya saat ini masih mengelola media center DPP Partai Demokrat. Saya, Didik L Pambudi dan Iwan Piliang pernah bekerja satu tim membonceng Anas Urbaningrum (AU) menuju kursi PD 1, disitulah pertama kali kami melihat sosok M. Nazaruddin yang dingin tak banyak bicara. Sedari awal memang tak ada deal-deal angka untuk membantu AU memenangkan pertarungan di Internal Partai Demokrat. Namun yang saya tahu, Iwan Piliang sudah menerima DP untuk menulis buku tentang sosok Bung Anas Urbaningrum. Tapi hingga kini, tak satu judul buku pun dibuat oleh Iwan Piliang. Artinya, Iwan Piliang masih berhutang kepada Anas Urbaningrum. Bila tidak ada deal-deal lalu apa yang dituntut Iwan Piliang dari seorang Anas Urbaningrum? Saya yang selalu mengikuti Anas Urbaningrum di setiap pertemuan dengan DPD dan DPC, saya pastikan betul bahwa tak satu kalimat pun keluar dari mulut Anas Urbaningrum untuk meminta dukungan dari DPD dan DPC untuk memilih dirinya duduk di kursi PD 1, apalagi mengiming-imingi sejumlah uang untuk membeli suara. Pasca kemenangan AU, beberapa bulan kemudian Iwan Piliang dipinang Direktorat Eksekutif DPP Partai Demokrat untuk mengelola Media Center DPP Partai Demokrat sehingga muncullah www.demokrat.or.id dan Majalah Demokrat. Artinya, tentulah sudah ada deal-deal angka yang disetujui oleh Iwan Piliang. Kalau pun ada keterlambatan gaji, itu juga tak lama hanya beberapa hari dan saya anggap wajar untuk sebuah Partai Politik yang mengandalkan keuangan dari urunan seluruh anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Demokrat. Apalagi saat itu Partai Demokrat masih berbenah dengan struktur barunya dengan kemunculan struktural direktorat eksekutif yang mana struktur ini masih Partai Demokrat yang terapin sebagai arah menuju partai yang moderen. Lalu kenapa kini Iwan Piliang ributin masalah gajinya di DPP Demokrat? Saya dan Didik L Pambudi baru bergabung di DPP Partai Demokrat, ketika Iwan Piliang butuh tim untuk menerbitkan Majalah Demokrat yang harus terbit bersamaan peringatan HUT Partai Demokrat yang ke 9, dengan waktu kerja kurang dari sebulan. Namun saat itu saya dan Didik L Pambudi dibayar sebagai orang profesional dan belum resmi bergabung di Media Center DPP Partai Demokrat. Pasca terbitnya Majalah Demokrat, barulah saya dan Didik L Pambudi resmi dipinang Direktorat Eksekutif DPP Partai Demokrat untuk membantu Iwan Piliang mengelola Media Center. Memanglah Iwan Piliang namanya, sosok yang bertempramen tinggi dan tidak memiliki kesabaran menunggu proses perbaikan. Sesosok orang yang menjadi atasan langsung Iwan Piliang pun menjadi korban hinaan dan menjadi bahan ceritaannya ke setiap pengurus DPP Partai Demokrat hingga anggota DPR-RI Fraksi Demokrat bahkan kepada orang-orang dekat Iwan Piliang diluar Partai Demokrat. Salah satu tempat curhat Iwan Piliang adalah M. Nazaruddin yang kini menjadi buronan international. Iwan Piliang sering melontarkan kata-kata "Uzur, Kufur gak mundur-mundur" tentang sosok pimpinannya itu kepada orang-orang. Desember, Iwan Piliang berhasil curhat kepada M. Nazaruddin dan dibelikan seperangkat kamera Canon EOS 7D dengan seperangkat lensa lengkap senilai lebih dari 50 juta dan sebuah Hand Phone Blackberry Curve dari keterangan Nuril aspri M. Nazaruddin di DPR-RI. Hingga kini seperangkat kamera pemberian M. Nazaruddin itu masih dipakai Iwan Piliang, saya yakin alat-alat itu pulalah yang digunakan Iwan Piliang untuk merekam wawancaranya dengan Nazaruddin melalui teknologi skype. Bersama-sama M. Nazaruddin, ia berencana menerbitkan majalah yang terbit dengan nama DMAGZ. Merasa tak dilibatkan lagi dalam tiap rapat Media Center, Iwan Piliang pun mengundurkan diri dari Media Center DPP Partai Demokrat medio Desember dan Januari. Pengunduran diri Iwan Piliang diluluskan. Namun aset yang sempat dipegang oleh saudara Iwan Piliang berupa notebook tak kunjung dikembalikan hingga kini. Bahkan password account facebook TAJUK DEMOKRAT pun diubah, dan hingga kini Iwan Piliang tampil dengan dua kepribadian sebagai admin di account TAJUK DEMOKRAT. Keluar dari Media Center DPP Partai Demokrat, dengan menyewa sebuah rumah di Jalan Sawah Lunto, Manggarai, Iwan Piliang dengan beberapa rekannya mulai membidani Majalah DMAGZ yang dibiayai M. Nazaruddin. Setidaknya majalah tersebut pernah satu kali terbit, meski sebelumnya Iwan Piliang sempat konflik dengan M. Nazaruddin karena ia memasukkan seseorang untuk menduduki posisi penting di Majalah DMAGZ. Kamera dari M. Nazaruddin yang dipegang oleh Iwan Piliang sempat diminta kembali. M. Nazaruddin melalui Nuril sempat mengutus orang untuk mengambil kamera tersebut, namun tak berhasil dengan berbagai alasan dari Iwan Piliang. Pertikaian Iwan Piliang dengan M. Nazaruddin tak lama, ketika M. Nazaruddin ditulis Majalah Tempo terlibat pada sebuah kasus, Iwan Piliang kembali ditelpon M. Nazaruddin. Menurut salah seorang yang ikut mendirikan Majalah DMAGZ, Iwan Piliang datang ke kantor sambil mengomel dengan kata-kata "Itulah kalau sudah ada masalah baru nelpon minta tolong". Terjadilah mediasi antara M. Nazaruddin dengan Pemred TEMPO, Wahyu Muryadi dengan didampingi oleh Iwan Piliang waktu itu. Lalu dengan kedekatan antara Iwan Piliang dan M. Nazaruddin dengan hadiah-hadiah yang telah diberikan dan diterimanya, apakah pantas Iwan Piliang mengatakan tidak menerima apa-apa dari M. Nazaruddin? Itu salah satu kasus yang menjadi alasan saya untuk meragukan Idealisme seorang Iwan Piliang. Mengenai usaha-usahanya untuk mewawancarai M. Nazaruddin, Iwan Piliang selalu BBM-an dengan M. Nazaruddin, dengan gampangnya Iwan Piliang bisa berkomunikasi dengan M. Nazaruddin, mungkin saja hanya mencari waktu untuk wawancara melalui teknolgi skype sajalah yang perlu usaha. Terlepas benar tidaknya segala tuduhan M. Nazaruddin terhadap Anas Urbaningrum serta beberapa orang lainnya, biarlah penegak hukum yang membuktikan. Bukti CD yang yang ditunjukkan M. Nazaruddin melalui Skype kepada Iwan Piliang, juga menunggu bukti-bukti kebenaran dari apa isi CD tersebut. Kalau memang benar CD itu berisi video tandang petinggi KPK Chandra M Hamzah kerumah M. Nazaruddin, tentulah harus dengan bukti transaksi atau rekaman pembicaraan deal-deal antara Chandra dengan M. Nazaruddin yang bisa menjadi alat bukti di pengadilan. Atau isi CD nya cuma Video Klip Dangdut Koplo, kita semua tidak tahu. Lalu bagaimana dengan data-data pengeluaran yang katanya tersimpan didalam Flashdisk? Kalau saya menerima file tersebut, dengan gampangnya saya akan menambahkan pengeluaran yang dialirkan ke sejumlah orang. Lalu skenario apa yang sedang disusun M. Nazaruddin untuk membunuh karakter Anas Urbaningrum? M. Nazaruddin selalu mengatakan KPK harus minta rekaman CCTV di hotel Aston Bandung, ada bagi-bagi duit disana, kalau tidak cepat nanti barang bukti bisa dihilangkan. Indikasinya, bila Anas Urbaningrum ternyata tak bersalah, maka dengan gampangnya M. Nazaruddin mengatakan bahwa semua bukti sudah dimusnahkan. Intinya hanya pembunuhan karakter. Bersama-sama kita nantikan bukti-bukti yang disebut-sebut M. Nazaruddin sampai kepada penegak hukum atau publik, jangan takut untuk dimusnahkan pemegak hukum, karena bukti-bukti itu bisa diperbanyak. Jangan jadikan pemusnahan barang bukti sebagai alasan tak dikirimnya bukti-bukti tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun