Engkau tak perlu takut kecopetan karena bawa dompet penuh uang kertas. Cukuplah miliki KMT Kolaboratif agar benakmu tak lagi cemas. Transaksi beralih cara jadi nontunai, namun cintaku padamu tetap kubayar tunai.Â
Tak perlu jiwa jomlomu berontak kala melihat kereta KAI Commuter jadi andalan bapak, ibu, dan anak-anak. Memang boleh kereta api senyaman ini? Layanan moda transportasi merakyat kini bukan lagi bak dongeng hikayat. Ia menjadi nyata dalam citra kuda sembrani KAI CommuterLine nan kasat mata.
Tak hanya warga lokal, warga global pun berjejal. Turut menikmati keamanan, kenyamanan, dan kemudahan menunggang kereta KAI Commuter yang handal. Aku teringat hari-hariku di Benua Biru. Kala aku terpukau oleh layanan kereta nan prima yang ternyata sudah terwujud di negeriku. Duh, Kereta Api Indonesiaku...aku saranghaeyo padamu!
Tak terasa, mentari beranjak ke ubun-ubun. Jangan khawatir, tenda sejuk stasiun memanjakanmu sembari menikmati lalu-lalang insan berkerumun. Dulu penataan belum serapi ini. Jujur, aku makin jatuh hati.
Ketika aku beringsut bersama KRL Yogya-Solo pepuja hati, sapaan rasa lokal menggema sampai sanubari. "Nyuwun kawigatosanipun para penumpang," sapa suara renyah petugas KAI Commuter penggugah cinta bahasa daerah. Sungguh adiluhung upaya KAI COmmuter nguri-uri kabudayan Jawi nan agung!
KAI Commuter tak hanya basa-basi mencintai negeri. Ia mengungkapkan sayang dengan bukti bukan kepalang. Cintailah bahasa Indonesia dan daerah, kuasailah bahasa asing. Tetaplah ingat melokal walau niatmu ingin mengglobal!
Dalam perjalananku, aku dibuat kagum oleh panorama jalur Yogya-Solo yang membuat pandangan terpaku. Candi Prambanan berpadu dengan hamparan hijau persawahan. Seolah memantulkan kembali kisah cinta Roro Jonggrang yang penuh makna kehidupan.
Kebesaran hati seseorang tampak dari caranya memperlakukan sesama insan. Budaya saling menghormati dan melindungi jadi pedoman. Juga dalam etika berkereta ada kesopanan. Yang kuat melindungi dan memberi yang lemah kesempatan. Yang muda menopang yang lanjut usia.Â