Perhatian publik terarah pada vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim atas oknum mantan anggota kepolisian, Ferdi Sambo. Kasus yang melibatkan mantan sosok pejabat kepolisian ini memang belum final. Banding masih bisa diajukan.
Vonis atas Sambo ini kembali memantik perdebatan sengit mengenai hukuman mati.Â
Setiap kali terjadi kasus kejahatan luar biasa, sebagian masyarakat cenderung menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya dengan hukuman mati. Sebagian orang beranggapan, hukuman mati diperlukan sebagai cara terampuh untuk menghentikan kejahatan.
Hukuman mati seolah menjadi satu-satunya hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan berat. Sebuah survei pada 2017 melaporkan, 55% responden di Amerika Serikat menyetujui hukuman mati untuk orang terlibat pembunuhan.Â
Sementara itu, sebagian kalangan berpendapat, hukuman mati bukanlah cara efektif untuk mengatasi kejahatan. Pendapat ini sejatinya dibuktikan sejumlah riset yang menunjukkan kelemahan hukuman mati.
Tiga kelemahan hukuman mati
Sebenarnya hukuman mati memiliki tiga kelemahan mendasar secara moral.Â
Pertama, vonis hukuman mati bisa salah. Di Amerika Serikat, sejak tahun 1973 lebih dari 120 orang telah dibatalkan vonis hukuman matinya. Tes DNA akhirnya membuktikan bahwa mereka secara keliru divonis sebagai pelaku.
Sayang sekali, telah banyak pelaku tak bersalah yang telanjur dihukum mati. Fakta ini menunjukkan salah satu kelemahan hukuman mati yang irreversible atau tidak dapat dibenahi lagi ketika ternyata keliru. Bayangkan perasaan keluarga terpidana yang ternyata salah divonis mati!
Kedua, hukuman mati gagal mencegah peningkatan kejahatan. Pada 2007, tingkat pembunuhan rata-rata di negara-negara bagian Amerika Serikat yang menerapkan hukuman mati adalah 5,5. Sementara itu, tingkat pembunuhan rata-rata dari 14 negara bagian tanpa hukuman mati adalah 3,1 saja (Kathy Gill, 2020).
Ketiga, hukuman mati sejatinya bertentangan dengan hak hidup setiap orang.Â
Suka tak suka, setiap orang memiliki hak dasariah untuk hidup. Juga bagi para pelaku kejahatan berat sekalipun. Hak dasariah untuk hidup ini bersumber dari etika dasariah bahwa hidup seseorang hanya boleh diakhiri oleh Sang Pencipta saja. Menerapkan hukuman mati berarti justru melanggar hak hidup setiap orang.Â
Realitas hukuman mati di Indonesia
Tahukah Anda bahwa negara kita Indonesia adalah satu dari 84 negara yang masih menerapkan hukuman mati. Sementara itu, setidaknya 111 negara telah menolak hukuman mati.
Sangat ganjil bahwa Belanda sudah menghapus hukuman mati dalam Hukum Pidana sejak 1870, sedangkan KUHP Indonesia yang antara lain mengacu pada hukum Belanda justru masih menerapkan hukuman mati.
Saat ini ada 12 undang-undang di Indonesia yang masih mencantumkan hukuman mati. Padahal, amandemen kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Sejatinya, negara perlu menghormati hak hidup yang tidak dapat dirampas oleh siapa pun (inviolable right to live).
Kita juga perlu melihat secara jujur hukuman mati dalam konteks realitas sistem hukum di Indonesia. KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) menemukan aneka dugaan proses peradilan tidak adil dalam proses eksekusi hukuman mati (Kompas 10/10/2019).
Kita tahu, vonis dan eksekusi hukuman mati di Indonesia sering dipengaruhi kepentingan politik (dan ekonomi) sesaat. Para terpidana hukuman mati dibiarkan menanti dalam ketakutan tanpa ada kepastian kapan eksekusi akan dijalankan.
Menjadi eksekutor hukuman mati adalah juga mimpi buruk bagi tim "juru tembak". Siapa pun dalam nuraninya yang murni tidak akan tega menjalankan praktik hukuman mati yang tak manusiawi dan sering tak transparan.
Sesungguhnya, hukuman mati harus segera diakhiri. Juga di negeri tercinta kita, Indonesia. Bukankah amandemen kedua UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya?
Simpati dan doa kita untuk korban kejahatan dan keluarga mereka. Keadilan memang harus ditegakkan, namun bukan dengan hukuman mati.
Salam cinta kehidupan. R.B.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI