Ada satu pekerjaan yang sering sekali mendapat cap buruk dari masyarakat meskipun pekerjaan itu sejatinya baik adanya: pemulung.Â
Tengoklah di gang-gang ada tulisan: "Pemulung Dilarang Masuk".Â
Memang benar, ada pemulung yang tidak jujur. Akan tetapi, tidak berarti semua pemulung jahat.Â
Tulisan "Pemulung Dilarang Masuk" sejatinya menyakiti hati para pemulung. Seolah mereka ditolak mentah-mentah. Padahal, lebih banyak pemulung jujur. Justru kita perlu 3 cara menghargai pemulung di sekitar kita.Â
Potret para pemulung di Yogyakarta
Minggu-minggu ini saya beberapa kali mengamati para pemulung di kawasan Jalan Lingkar Utara Yogyakarta. Di pagi hari, mereka sudah menyusuri jalanan untuk mengais sampah.
Ada pula pemulung yang mencari sampah pada senja hari. Tujuannya untuk segera memanfaatkan sampah yang dibuang masyarakat pada jam sekolah dan kerja.Â
Rata-rata para pemulung berjalan kaki. Sebagian kecil menggunakan gerobak. Sebagian kecil lainnya menggunakan sepeda motor. Artinya, di kalangan pemulung sendiri rupanya ada perbedaan sosial berdasarkan pendapatan dan sarana yang mereka gunakan sehari-hari.
Para pemulung menyetorkan sampah pada pengepul. Di tingkat pengepul inilah ada proses pembelian sampah berdasarkan nilai ekonominya.
Seorang pemulung berkata, harga tutup botol air mineral lebih tinggi daripada harga botol plastik mineral. Itulah mengapa para pemulung memisahkan tutup botol dari botol plastik.Â