Baru-baru ini kita mengikuti dengan intens kabar hilangnya putra Pak Ridwan Kamil di Sungai Aare di Swiss. Setelah pencarian selama 12 hari, jenazah Eril akhirnya ditemukan. Kita sampaikan ikut berduka cita atas berpulangnya Eril.Â
Tidak semua orang hilang berhasil ditemukan. Tidak semua orang yang diduga meninggal dapat dibuktikan dengan mudah bahwa mereka sungguh-sungguh sudah tiada.
Banyak sekali contoh kasus orang hilang atau diduga meninggal, tanpa dapat kita dapatkan kepastian kabar mereka, yang dibuktikan dengan penemuan jenazah. Misalnya, korban kecelakaan pesawat yang hilang di hutan belantara atau korban tenggelamnya kapal selam.
Lazimnya memang ada pernyataan resmi dari tim SAR dan badan terkait bahwa korban diperkirakan meninggal setelah prosedur pencarian dilakukan sekuat tenaga.Â
Belum lagi orang hilang yang sulit dilacak keberadaannya. Bisa karena niat sendiri menghilang demi menjauh dari keluarga, atau karena depresi. Juga bisa disebabkan bencana alam, perang, dan penculikan.
Apa itu presumsi kematian (presumption of death)?
Dalam istilah hukum yang berlaku di banyak negara, situasi ketidakhadiran seseorang dalam waktu lama ini dapat dikategorikan dalam istilah presumsi kematian atau presumption of death.
Presumsi kematian (presumption of death) berbeda-beda aturannya, tergantung negara masing-masing. Umpama, di Ingggris presumsi kematian berlaku untuk orang yang sudah 7 tahun tidak diketahui keberadaannya.
Dalam hukum kanonik yang berlaku di Gereja Katolik ritus Romawi, presumsi kematian disebut dalam kanon yang mengatur soal perkawinan.
Kanon 1707 paragraf 1 menyatakan, jika kematian seorang istri/suami (pasangan) tidak bisa dibuktikan dengan dokumen resmi gereja atau sipil, pasangan (yang masih hidup) tidak dapat dianggap bebas dari ikatan perkawinan hingga uskup setempat mengeluarkan deklarasi presumsi kematian.
Uskup harus mengadakan penyelidikan secara saksama, apakah ada kepastian moral bahwa orang itu diperkirakan telah meninggal. Tidak hadirnya seseorang, bahkan untuk waktu lama, tidak cukup menjadi bukti.
Dengan kata lain, pernyataan presumsi kematian harus dibuat dengan sangat hati-hati agar tidak merugikan baik yang masih hidup maupun yang diperkirakan sudah meninggal.
Dapat dibayangkan, betapa rumitnya ketika seorang suami yang diperkirakan meninggal (dengan presumsi kematian sembarangan) ternyata masih hidup. Ketika si suami pulang ke rumah, ternyata istrinya sudah menikah dengan pria lain.Â
Kedudukan orang hilang menurut hukum Indonesia
Bagaimana kedudukan atau status orang hilang menurut hukum Indonesia? Bagaimana cara menentukan di mata hukum, misalnya, status para korban bencana tsunami yang hilang tanpa pernah ditemukan jenazahnya?
Status hukum orang hilang ini akan terkait erat dengan pengaturan warisan dari dan untuk para korban yang belum jelas keberadaannya. Apalagi, jika ternyata para orang hilang ini belum sempat menulis surat wasiat ataupun belum memberikan kuasa untuk mewakili mereka dalam mengurus warisannya.Â
Menurut KUHPerdata, keadaan tidak hadir (afwezigheid) adalah suatu keadaan tidak adanya seseorang di kediamannya  karena  bepergian  atau  meninggalkan  kediamannya, baik dengan izin maupun tanpa izin dan tidak diketahui di mana tempat dia berada.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memakai istilah "Orang yang diperkirakan telah meninggal dunia." Menurut Pasal 467 KUHPerdata, pengadilan bisa menetapkan pembagian harta warisan bagi orang yang telah meninggalkan  kediamannya dalam jangka waktu lima tahun, atau telah lewat waktu lima tahun sejak terakhir didapat berita kejelasan tentang keadaan orang tersebut.
Apabila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya (hilang) dengan tak memberikan kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, maka keluarga yang berkepentingan bisa saja mengajukan langsung permohonan kepada pengadilan setempat.
Pengadilan setempat akan memutuskan pembagian harta warisan dan kepastian meninggalnya orang yang hilang tersebut.
Bagaimana jika orang yang dinyatakan hilang atau meninggal ternyata kembali?
Menurut Henny Tanuwidjaja dalam Jurnal Hukum 2016, jika orang  yang  tidak  hadir  (hilang atau diperkirakan meninggal) ternyata kembali  lagi  atau masih hidup setelah  masa  pewarisan definitif, maka ia tetap mempunyai hak untuk meminta bagian sesuai hak warisnya kembali.
Misalnya, Alkapon diduga meninggal saat terjadi kecelakaan pesawat yang hilang di pedalaman Papua. Setelah enam tahun, ternyata Alkapon pulang ke rumahnya diantar tentara yang menemukannya.
Alkapon diselamatkan suku pedalaman yang baik hati sampai-sampai dia enggan pulang ke rumah ibunya.Â
Ternyata ibu Alkapon sudah menjual rumah yang tadinya dijanjikan untuk warisan bagi kedua anaknya, Alkapon dan Alkipin. Nah, Alkapon masih bisa menuntut hak waris dari ibunya (berupa sebagian hasil penjualan rumah tadi), meskipun Alkapon sempat dianggap sudah meninggal.
Semoga ulasan ini bermanfaat. Pernyataan sanggahan (disclaimer): tulisan ini ditulis bukan oleh ahli hukum sipil, namun berdasarkan sumber yang sahih.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H