Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memahami Alasan Aturan Permendagri Nama Minimal Dua Kata di E-KTP

24 Mei 2022   04:03 Diperbarui: 24 Mei 2022   10:01 2004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah Anda bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) baru saja menerbitkan Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pedoman Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan. Salah satunya kebaruan dalam Permendagri 73/2022 ialah bahwa nama di dokumen kependudukan mesti minimal dua kata.

Dilansir kompas.com, dokumen kependudukan yang sudah ada sebelum Permendagri 73 itu terbit tetap berlaku. Aturan nama minimal dua kata juga disertai tambahan bahwa: a) nama mudah dibaca, b) tidak bermakna negatif, c) tidak multitafsir, dan d) jumlah huruf paling banyak 60 karakter.

Selain itu, nama seseorang dalam dokumen kependudukan resmi haruslah memenuhi kaidah agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Memahami alasan Permendagri 73/2022 mengenai nama minimal dua kata

Kementerian Dalam Negeri tentu tidak asal-asalan dalam menyusun Permendagri 73/2022, yang antara lain meminta agar nama minimal dua kata.

Kemendagri tentu paham, masyarakat Indonesia memiliki adat-istiadat yang beragam, namun juga tetap memerlukan aturan bersama demi kebaikan.

Dalam banyak suku bangsa di Indonesia, nama bermakna mendalam. Bukan sekadar panggilan. Nama memuat kearifan lokal dan harapan keluarga terhadap bayi yang baru lahir.

Dalam masyarakat Suku Jawa, misalnya, nama Slamet memuat pengharapan agar si anak selamat dari bahaya dan penyakit. Bahkan sering kali nama bayi diganti karena nama lama dianggap "terlalu berat" (kabotan jeneng) sehingga si anak sakit-sakitan.

Pemerintah tentu tidak bermaksud memaksa warga untuk mengubah tradisi lokal terkait penamaan insan. Tetap boleh memberi nama sesuai tradisi, hanya kini diminta minimal dua kata.

Dalam contoh di atas, tinggal tambahkan saja kata kedua untuk si Slamet. Umpama, Slamet Raharjo. Kata kedua dalam nama ini di banyak negara adalah nama keluarga atau family name yang tertera di paspor dan dokumen resmi kependudukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun