Aksi klitih atau kekerasan (berkelompok) oleh remaja dengan korban acak kembali mengusik kedamaian kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Â
Warga DIY sudah lama resah oleh aksi klitih yang semakin disangkal oleh sejumlah pihak, namun justru semakin brutal. Bagaimana solusi mengatasi klitih? Apa 5 kiat mencegah agar tidak jadi korban klitih?
Aksi klitih terbaru kembali memakan korban tidak bersalah. Seorang remaja putra usia SMA meninggal dunia setelah diserang geng klitih saat dia keluar malam untuk membeli makanan. Â Pelajar asal Kebumen itu meninggal dunia di Jalan Gedongkuning, Kotagede, Kota Yogyakarta, pada Minggu (3/4/2022) dini hari.
Si korban ini sama sekali tidak terlibat kenakalan remaja. Dia menjadi korban acak dari geng klitih Jogja.Â
Mengapa klitih masih marak?
Remaja Jogjakarta penuh ironi. Sebagai seorang asal DIY yang juga mengenyam pendidikan dasar dan menengah di Kota Pelajar ini, saya mengamini bahwa Jogja ini selain istimewa juga adalah kota dengan realitas sosial yang kompleks dan penuh ironi.Â
Klitih adalah salah satu saja dari ironi Jogja. Di tengah banyaknya kampus dan sekolah unggulan, tidak semua remaja Jogja merasa diperhatikan oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan lingkungan terdekat mereka.Â
Remaja-remaja yang kekurangan perhatian (bukan selalu dalam hal ekonomi) inilah yang lantas mencari perhatian dari kelompok sebayanya dengan aksi klitih.Â
Sebagian aksi klitih memang didasari oleh tekanan dari kelompok atau geng untuk membuktikan keberanian atau kejantanan dengan melukai dan membunuh orang secara acak atau secara khusus menyerang lawan geng.Â
Bahkan para pelaku klitih ini bangga jika sampai tertangkap polisi dan akhirnya dilepas lagi karena memang belum cukup umur.Â