Harian Kompas memuat berita daftar tujuh orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes. Mereka adalah R. Budi dan Michael Hartono, keluarga Widjaya, Anthoni Salim, Sri Prakash Lohia, Prajogo Pangestu, Chairul Tanjung, dan Susilo Wonowidjojo.
Tentu tidak ada nama-nama crazy rich ala medsos dalam daftar Forbes itu karena secara faktual para crazy rich tidaklah sekaya 7 konglomerat top Indonesia.Â
Kekayaan Susilo Wonowidjojo, pengusaha perusahaan rokok di Kediri saja diperkirakan sekitar Rp.68 triliun. Sementara pesawat jet pribadi milik sepasang crazy rich "hanya" seharga sekitar 214 miliar rupiah.Â
Tanpa bermaksud merendahkan para crazy rich yang jujur dan merangkak dari bawah, secara faktual total kekayaan mereka memang belum sebanyak tujuh konglomerat top Indonesia.Â
Pernyataan di atas pun adalah perkiraan saja karena yang mengetahui persis harta kekayaan setiap orang hanya dua yang pasti: Tuhan dan pemilik harta. Kantor pajak mungkin juga tahu sebagian.Â
Perbedaan pada dua sikap mendasar
Menurut hemat saya, ada perbedaan sikap mendasar antara orang kaya sungguhan dan crazy rich ala medsos.Â
Pertama, orang kaya sungguhan cenderung tidak pamer harta di medsos
Perlu kita sadari, nama-nama tujuh konglomerat di atas adalah termasuk generasi "tua" yang tentu tidak lahir di masa gempita media sosial. Ini secara faktual mempengaruhi kecenderungan mereka untuk tidak pamer harta di media sosial.
Berbeda sekali dengan para crazy rich ala medsos yang gemar pamer harta. Dalam istilah kekinian, inilah yang disebut flexing. Kamus Oxford mencatat kata kerja flex sebagai kata slang yang berarti "menunjukkan bahwa Anda sangat bangga atau senang sesuatu yang Anda lakukan atau miliki, biasanya dengan cara yang membuat orang tidak nyaman."