Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Apresiasi Cerpen Aki Hensa, Memetik Hikmah "Bedah Karya" Ini

20 Februari 2022   07:35 Diperbarui: 20 Februari 2022   07:36 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah kehormatan bahwa Aki Hensa bersedia menerima apresiasi dan masukan dari hamba untuk salah satu karya fiksinya, "Hubungan Toksik Pertunanganku".

Bangunan kisah

Cerpen ini menyajikan bangunan kisah yang menarik tentang hubungan toksik. Tema yang dipilih Aki Hensa cukup unik. Bukan asmara secara umum, tetapi yang bersifat racun. Yuk, bisa kita baca sambil joged "Keong Racun" (wah, ketahuan umur, nih).

Sebenarnya judul cerpen bisa dibuat dengan menggunakan ungkapan populer seperti: "Memori Keong Racun" atau  "Kamu Asyik tapi Toksik".

Alur cerita yang digunakan Aki Hensa adalah alur mundur. Ini tampak dalam kalimat "Tujuh tahun yang lalu Anindia Nilajuwita sudah mampu berdamai dengan masa lalu."

Salah satu keunggulan alur mundur adalah penyajian masa lalu para tokoh yang bisa menjadi "kejutan" ketika dihubungkan dengan masa kini. Akhir kisah bisa sulit diduga pembaca. Cerpenis memegang kendali atas kisahnya.

Saya sendiri juga senang memakai alur mundur ini. Sila baca karya bersahaja saya: "Mawar untuk Elena".

Premis utama cerpen karya Aki Hensa ini adalah usaha tokoh utama, Anin untuk berdamai dengan masa lalu. Rangkaian kisah bertujuan melukiskan langkah yang tidak mudah untuk mencapainya. 

Upaya Aki Hensa untuk memperkenalkan tokoh utama sudah cukup baik. Anin dilukiskan sebagai seorang mahasiswi yang ceria. Ia wanita paramarta berdarah Sunda. Wah, puan Sunda mah memang geulis, ya.

Keunggulan Aki Hensa dalam memperkenalkan tokoh utamanya adalah bahwa Aki Hensa melakukan secara bertahap dan halus. Tidak seperti kecenderungan penulis pemula yang ingin segera membombardir pembaca dengan informasi di awal kisah.

Yang kurang digali adalah pelukisan tokoh antagonis, yaitu Roby. Bagaimana pengkhianatan itu secara rinci terjadi? Mungkin lebih dahsyat ketika Roby ternyata meninggalkan Anin demi sahabat dekat Anin.

Ibarat lukisan, terang akan menjadi lebih terlihat ketika gelap pekat. Protagonis akan makin tampak ketika antagonis juga kuat. 

Ada satu nama tokoh yang sebenarnya kurang perlu dirinci karena akhirnya tidak banyak mempengaruhi kisah, yaitu Adzkia Samha Saufa. Selain itu, saya cenderung memilih nama tokoh yang singkat (satu kata) sehingga pembaca mudah mengingatnya. 

Dalam sebuah cerpen, lazimnya ada tahap eskalasi konflik, kemudian penyelesaian masalah secara bertahap atau singkat. 

Eskalasi atau perumitan masalah bisa diciptakan dengan kehadiran tokoh figuran yang membawa masalah baru atau suatu berita yang memuat konflik baru. 

Demikian pula, penyelesaian masalah bisa ditempuh dengan proses. Kemunculan tokoh baru atau berita baru bisa menjadi cara penulis untuk menyajikan proses penyelesaian masalah. Tahap-tahap ini belum begitu tampak dalam cerpen Aki Hensa yang satu ini. 

Sekadar ulasan singkat, unsur-unsur utama cerpen biasanya (tidak harus selalu ada dan demikian urutannya) adalah: 

  1. Perkenalan tokoh dan konteks cerita
  2. Permasalahan pokok 
  3. Perumitan masalah
  4. Usaha penyelesaian masalah
  5. Akhir kisah

Teknis penulisan

Dari sisi teknis penulisan, ada sejumlah hal yang perlu kita perhatikan: 

1. Penulisan huruf kecil setelah petikan langsung berakhiran tanda tanya dan seru. 

Contoh dalam cerpen Aki Hensa: "Anin, kamu bisa hadir nanti?" Kata Renata (...).
Contoh dalam cerpen Kompas, "Dua Wajah Ibu" (Guntur Alam): ”Dengan siapa Mak ke situ?” lontarnya. 

Sila baca ulasan cerpenis muda Horas Simanjuntak: "Beberapa Catatan atas Kutipan Langsung".

2. Penulisan huruf kapital dan huruf kecil 

"Di Beranda belakang rumah (...)."

Pernyataan sanggahan (disclaimer)

Saya bukan cerpenis sejati. Ulasan ini adalah wujud silaturahmi literasi. Saya pun menerima apresiasi dan masukan untuk tulisan (- tulisan) saya di Kompasiana. 

Sila baca undangan saya: Mau Apresiasi dan Masukan Tulisan? Boleh Kirim di Sini. Asal sabar menanti, semoga Ruang Berbagi bisa membedah karya sahabat Kompasiana.
Terima kasih dari hati terdalam untuk Aki Hensa yang rendah hati merelakan salah satu karyanya untuk kita bedah dan ambil hikmahnya. 

Aki Hensa sudah menulis 2.388 artikel Kompasiana sejak 4 Mei 2012. Teladan untuk kita. Silakan tambahkan apresiasi dan masukan Anda, terutama untuk menambah bobot penulis bedah artikel ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun