Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kalimantan, Gadis Manis yang Membuatku Tidak Mau Pulang

25 Januari 2022   05:51 Diperbarui: 25 Januari 2022   05:55 1840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nanti kamu akan magang di Kalimantan," kata pimpinanku. Kira-kira sepuluh tahun lalu, penugasan itu membuatku gentar. Apa jadinya aku nanti di belantara Kalimantan?

Kalimantan bagi orang yang belum pernah mendatanginya memang sebuah misteri yang kadang membuat curiga dan takut. Aku pun mengalaminya sebagai perantau dari Jawa.  

Akan tetapi, kesan negatif tentang Kalimantan itu segera sirna setelah aku sungguh datang di Kalimantan dan hidup bersama orang-orang asli Kalimantan.

Kalau ada yang bilang Kalimantan "tempat jin buang anak" dan mengatakan hal buruk tentang warga asli Kalimantan, hatiku sangat kacau. 

Pengalamanku sebagai pendatang di tengah masyarakat asli Kalimantan membuktikan bahwa Kalimantan itu Surga Khatulistiwa. Kalimantan selalu siap menyihir para pendatang agar jatuh cinta padanya dan tak mau pulang ke daerah asal.

Naik taksi air

Aku ingat, perjalanan perdanaku menuju sebuah desa di tepi Sungai Kayan aku tempuh dengan taksi air. Baru tahu aku, di Kalimantan taksi bisa jalan di air:).

Yang dimaksud taksi air di Bulungan adalah kapal kayu yang memuat sekitar 30-an penumpang. Taksi air itu menyambangi kampung-kampung sepanjang Sungai Kayan saban hari. 

Tarifnya murah, sekitar seperempat ongkos naik perahu cepat atau speedboat. Maklum saja, kecepatan taksi air itu seperti gemulai gadis-gadis penari Keraton Jogja: alon-alon waton kelakon. Biar lambat asal selamat.

Di dalam taksi air, penumpang duduk berhadap-hadapan. Jadi jika beruntung, bisa menatap paras rupawan penumpang yang berhadapan. 

Siapa orang asli Kalimantan?

Sebagai orang suku Jawa yang konon juga tidak jelek-jelek amat, aku mengakui orang asli Kalimantan itu sangat memesona. Tidak perlu skincare sultan. Ganteng dan cantik alami. Bikin betah memandangi.

Penting kita sadari, yang dimaksud orang asli Kalimantan itu beragam. Tidak hanya orang Dayak. Tergantung daerahnya juga. Di Bulungan, misalnya, ada orang Bulungan dan aneka subsuku Dayak.

Pengalamanku menunjukkan, subsuku Dayak sebenarnya tidak selalu menyebut diri atau suku mereka sebagai Dayak. 

Mereka lebih sering mengidentifikasi diri sebagai nama subsuku tanpa menyertakan kata Dayak. Umpama: orang Kayan, orang Kenyah, orang Punan. Ini bisa dipahami karena sebutan "Dayak" atau "Daya" adalah istilah yang digunakan orang luar untuk menyebut orang asli Kalimantan yang hidup di sungai-sungai pedalaman (inland) Borneo.

Baru pada masa penjajahan Belanda, muncul semacam paguyuban subsuku yang mengambil nama Dayak. Misalnya Sarekat Dayak dan Pakat Dayak. Biasanya paguyuban subsuku Dayak ini mengadakan irau atau pertemuan akbar orang Dayak.

Irau Dayak ini sangat menarik. Menu utamanya adalah sajian budaya dan kuliner. Tak heran, irau Dayak menjadi atraksi wisata yang bisa menarik minat turis mancanegara.

Subsuku Dayak yang pernah aku jumpai antara lain adalah Kayan Ma'apan, Kenyah, dan Punan. Di antara subsuku Dayak itu pun ada keberagaman bahasa, budaya, dan juga ciri-ciri fisik. Ada yang warna kulitnya cerah, ada pula yang kurang cerah. Ada yang cenderung pendek. Ada yang sangat ahli memanjat pohon tinggi.

Satu hal yang pasti tentang orang Dayak dan warga asli Kalimantan: semuanya seperti kita. Ya, bukankah setiap manusia diciptakan Tuhan Yang Esa untuk saling mencintai? 

Selama magang hampir setahun di sebuah kampung di Bulungan (kini jadi bagian Kalimantan Utara, provinsi termuda di Indonesia), aku merasa sangat diterima masyarakat asli Kalimantan. 

Aku juga diajak ikut menugal di ladang masyarakat Dayak Kayan Ma'apan. Menikmati kebersamaan makan nasi lemang yang dimasak dalam bambu. Makan ikan segar berteman beras ladang yang bikin ingin mukbang.

Gapura kampung berukir ornamen cantik khas Dayak Kayan Ma'apan -dokpri
Gapura kampung berukir ornamen cantik khas Dayak Kayan Ma'apan -dokpri

Di kampungku, ada pula pendatang dari Jawa, Toraja, dan Flores yang kawin-mawin dengan pemuda-pemudi asli Dayak. Jadi sejatinya masyarakat asli Kalimantan itu sangat terbuka dan ramah. 

Justru masyarakat asli di kampungku sangat menghargai para pendatang yang membawa pengalaman hidup berbeda. Apalagi, para pendatang juga berperan sebagai guru dan pemuka agama yang mampu mengayomi. 

Seperti pada masyarakat lain, etika dan hukum adat berlaku untuk menjamin kedamaian. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Hukum Emas berlaku di mana saja: Perlakukanlah orang lain dengan baik seperti engkau ingin diperlakukan baik. 

Kalimantan, si gadis manis yang membuatku tak mau pulang 

Rasanya kurang lengkap jika tak menyinggung Kalimantan sebagai si gadis manis nan memesona. Arti frasa "Kalimantan si gadis manis" bermakna ganda. 

Pertama, gadis-gadis yang aku temui di sana memang sungguh manis. Jujurly, ini juga yang membuatku berat meninggalkan Kalimantan setelah magang usai.

Rahasia ketampanan pemuda dan kecantikan gadis Kalimantan kiranya ada beberapa. Pertama, mereka makan sehat. Daun singkong, pucuk pakis sungai, beras tanpa pupuk kimia, dan ikan segar. 

Kedua, mereka hidup di alam yang lestari. Berteman kepak sayap burung rangkong. Di bawah naungan pohon maritam dan manggeris.

Ketiga, ada skincare ala Dayak yang murah meriah tapi bikin glowing bak selebgram. Namanya bedak dingin. Kandungan fitokimia bedak dingin yaitu Gamma oryzanol yang berfungsi sebagai antioksidan.  Ada pula daun gelinggang (Cassia alata L) untuk atasi jerawat. 

Lebih dari pesona fisik warganya, Kalimantan memang ibarat gadis manis yang membuat siapa saja tak mau pulang. Kekayaan alam, budaya, dan keramahan warganya membuat siapa pun jatuh hati. Tak heran, ibu kota baru Indonesia yang dinamai Nusantara berlokasi di Kalimantan. 

Pada saat aku meninggalkan dermaga kampung tempat magangku pada hari terakhirku di sana, ada sebagian jiwaku yang tertinggal di Kalimantan. 

Dear Kalimantan, engkau bagaikan mantan yang selalu terbayang dalam ingatan. 

[aku yang merindumu, Januari 2022]

Sila baca juga tulisan penulis Kompasiana dari Kalimantan, umpama Pastor Gregorius Nyaming, Pak Kartika Eka (kaekaha), dan Sis Jeniffer Gracellia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun