Timnas Putri Indonesia mengawali kiprah di AFC Women Cup di India dengan kekalahan telak atas Timnas Putri Australia. Di babak pertama saja, Indonesia sudah kebobolan 9-0.
Timnas Putri Indonesia akhirnya harus mengakui keunggulan Australia dengan skor 18-0.Â
Indonesia sebenarnya sudah mencatat rekor sebelum bertanding melawan tim langganan Piala Dunia Wanita, Australia. Untuk pertama kali setelah 32 tahun, Timnas Putri Indonesia melaju sampai putaran final AFC Women. Indonesia lolos setelah mengalahkan Singapura.Â
Timnas kalah kelas
Tampak sangat jelas bahwa Timnas Pertiwi Indonesia kalah segalanya dari Australia yang diperkuat mayoritas pemain profesional yang berlaga di Eropa.Â
Dari catatan laga, Australia melakukan 26 tembakan tepat sasaran, sementara Indonesia hanya satu. Penguasaan bola 80% berbanding 20%. Maklum saja, Australia peringkat 11 dunia sedang Indonesia 94 dunia, peringkat paling rendah di antara semua peserta putaran final AFC Women's Cup 2022 India.
Di timnas Indonesia, hanya ada empat pemain yang bermain di klub profesional. Sementara lainnya adalah para pemain Asprov yang disaring dari PON di Papua. Artinya, frekuensi latihan dan kualitas pembinaan pesepak bola putri kita sangat jauh dari level profesional.Â
Pujian untuk pemain Timnas Putri Indonesia
Para pemain Indonesia mengawali laga dengan semangat tinggi untuk membuktikan bahwa mereka layak lolos ke babak putaran final AFC Women 2022 India.
Akan tetapi, semangat memang tidak cukup untuk mengimbangi Australia. Dengan segala keterbatasan, para pemain kita tetap tampil dengan antusias di ajang yang akan mereka kenang seumur hidup.
Ya, siapa tak merasa terhormat bisa bertanding melawan Australia yang merupakan tim kuat di dunia sepak bola putri? Ibaratnya, tim antah berantah di jagad sepak bola dunia bertanding melawan Inggris, Spanyol, atau Portugal.
Kritik tajam untuk PSSI
Sebenarnya yang harus merasa malu dan merasa bersalah bukan Timnas Putri, tetapi PSSI. Sejauh ini satu-satunya Liga Putri profesional yang diselenggarakan PSSI adalah Liga 1 Putri 2019 lalu.Â
Sepak bola putri selama ini dipandang sebelah mata oleh PSSI, entah karena apa. Padahal justru sepak bola putri jika dikemas baik bisa mendatangkan penonton dan sponsor.
Tengok saja bagaimana bulu tangkis putri, bola voli putri, dan aneka cabang olahraga yang dimainkan atlet wanita juga bisa mendatangkan sponsor dan penonton.
Pada 2021 lalu, PSSI meniadakan Liga 1 Putri dengan alasan agar tidak membebani klub-klub peserta. Sebuah alasan yang sangat mudah dikatakan tanpa memikirkan bahwa justru hal ini menandakan, PSSI kurang membantu perkembangan tim-tim sepak bola putri.Â
Apakah tidak bisa tetap diadakan dengan format mini dan dipersiapkan jauh-jauh hari agar mampu menarik sponsor dan penonton? Benarkah satu tahun sudah sibuk dengan agenda lain?Â
Pilihan PSSI untuk merekrut pemain dari PON Papua lalu juga kiranya adalah solusi yang terlalu dangkal. Proses pembinaan perlu investasi dan kontinuitas, bukan mengandalkan even tertentu saja.Â
Solusi untuk Timnas Putri
Sebenarnya jika PSSI memang tidak bisa menyelenggarakan liga profesional, bisa saja dibuat Timnas Putri Indonesia yang lantas berkumpul rutin untuk berlatih dan bertanding. Jangan cuma berlatih jelang akan pentas saja.Â
Bisa juga mencari lawan tanding dari remaja SSB Putra dan atau klub-klub putri untuk sekaligus menarik minat remaja pada sepak bola putri. Sederhana sekali, bukan?Â
Jika ingin lebih serius, buat kerjasama dengan tim-tim kuat sepak bola dunia untuk Training Camp selama tiga atau empat bulan di luar negeri. Luar negeri itu tak harus jauh. Thailand, Jepang, dan Korea Selatan pun bisa. Bisa juga diikutkan kompetisi liga wanita di negara lain selama waktu tertentu.
Ide ini sebenarnya bukan hal baru. Dahulu ada tim putra Indonesia yang berlaga di Uruguay. Pada 2007 Deportivo Indonesia yang terdiri dari pemain sepak bola Indonesia U-19 dan U-17 mengikuti program pelatihan di Uruguay dan bermain di kompetisi junior sistem liga sepak bola Uruguay (Divisi Quarta dan Quinta).Â
Kita yakin, potensi atlet sepak bola putri kita cukup baik jika dibina dengan tepat dalam kompetisi rutin. Setidaknya bisa bersaing dengan negara-negara yang secara postur tubuh tidak jauh, misalnya Asia Tenggara.
Melawan Australia dengan pemain berpostur khas keturunan Eropa tentu timnas putri kita kalah telak. Jangankan timnas putri, beberapa klub putra Indonesia pun saya pikir akan kewalahan menghadapi bintang-bintang sepak bola putri dunia.
Salam cinta sepak bola Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H