Aku tidak meminta bantuan kerabat yang jadi anggota polisi untuk urusan pribadi. Permohonan SIM C aku urus sendiri. Aku juga gagal tes pertama.Â
Bukankah seharusnya memang begitu? Biarlah kerabat yang jadi anggota polisi dan TNI fokus mengurusi urusan negara. Tak usah merepotkan mereka dengan urusan pribadi kita, yang bisa kita usahakan sendiri sesuai jalur resmi.Â
Aku juga tidak pernah memasang atribut polisi dan tentara di kendaraan. Jika mau tilang, tilang saja. Gitu aja kok repot.Â
Tak pernah juga pakai pakaian bercorak khas polisi dan tentara. Yang polisi dan tentara kan bukan aku. Tanpa atribut pun, aku sudah ganteng, kok 😎.Â
Di media sosial, aku juga tidak koar-koar punya saudara anggota polisi dan tentara. Biasa saja.Â
Ketiga, justru anggota keluarga besar TNI dan Polri harus jadi teladan.
Jangan dikira jadi anggota keluarga TNI dan Polri itu lantas bisa bebas seenaknya saja. Justru harus jadi teladan demi mendukung anggota keluarga yang berdinas sebagai polisi dan tentara.Â
Malu dilihat orang jika orang tahu kita anggota keluarga Korps Bhayangkara dan TNI, tapi kelakuan tak karuan.Â
Apalagi almarhum kakek kami dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Sebagai keluarga pahlawan, ada beban moral yang aku tanggung.Â
Meneruskan teladan almarhum kakek, seorang kapten TNI adalah tugasku. Beliau semasa bertugas di Riau dikenal jujur. Banyak pengusaha suka dengan kakekku yang tidak pernah  minta "uang keamanan".Â
Satu hal lagi, "hak istimewa" menjadi anggota keluarga polisi dan tentara adalah justru bisa mendukung mereka melayani masyarakat dengan baik dan belajar seluk-beluk penegakan hukum langsung dari praktisinya.Â