Menulis dan saling mendidik melalui sapaan dan teguran adalah jalan kebaikan mengisi kemerdekaan. Sebuah tulisan bisa sekaligus berfungsi sebagai wahana untuk saling mendidik sebagai bangsa.
Tengoklah, misalnya, tulisan almarhum Jacob Oetama, sang pendiri Kompas.
"Kesuksesan tidak diraih dengan cara-cara tidak etis... melainkan dengan mengembangkan diri dalam rel-rel etika meraih sukses. Yakni mengembangkan sikap dan semangat meraih sukses lewat perjuangan keras yang keluar dari dalam diri sendiri. Tidak melihat ke luar tetapi ke dalam"
(Tulisan Jakob Oetama di balik sampul buku Menjaga Api, karya Agung Adiprasetyo).
Seandainya tulisan Jacob Oetama ini kita camkan, padamlah hasrat diri untuk korupsi dan saling sikut demi meraih kesuksesan nan semu.Â
Kita pun seharusnya menjadi penulis yang saling mendidik
Pada hakikatnya, setiap orang adalah penulis. Beberapa orang sudah "berani" dan terbiasa menulis anggitan bermanfaat di media massa, media sosial, dan blog warga seperti Kompasiana ini. Beberapa masih malu-malu memendam bakat.Â
Kita dipanggil untuk menjadi penulis yang saling mendidik demi kebaikan bangsa dan negara kita. Cobalah kita perbanyak tulisan berfaedah, juga melalui curhat atau komentar di media sosial.Â
Syukur-syukur, kita berani menyusun karya bermutu yang kita kirimkan dan kita unggah untuk dibaca orang banyak. Apa saja yang baik boleh saja kita bagikan lewat tulisan.Â
Humor santun, puisi, renungan agama, opini, catatan harian, dan apa saja yang membangun diri dan orang lain bisa kita publikasikan. Siapa tahu, tulisan kita bisa bermanfaat bagi pembaca.Â
Jika tidak setuju dengan suatu pendapat, tulislah tulisan tanggapan secara santun dan argumentatif. Inilah cara dialog intelektual yang saling mencerdaskan.Â