Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dear Warga Grup, Ini 3 Ciri-ciri Hoaks Kesehatan yang Wajib Kita Ketahui

9 Agustus 2021   14:53 Diperbarui: 9 Agustus 2021   20:47 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Telah ditemukan cara mudah mencegah Corona. Cukup minum air hangat tiga kali sehari."

Hmm, sudah bosan kita membaca hoaks kesehatan di tengah pandemi ini. Kita mungkin kesal dengan warga grup WhatsApp, Telegram, dan FB yang gemar meneruskan hoaks. 

Nah, inilah tiga (3) ciri-ciri hoaks kesehatan yang wajib kita ketahui:

1. Menawarkan cara ajaib yang terlalu menyederhanakan penyakit

Sangat banyak hoaks kesehatan berupa tawaran kiat atau cara mencegah dan mengobati penyakit dengan cara ajaib nan mudah. 

Umpama: cukup makan buah A maka kita terhindar dari kanker; Cukup minum jamu X untuk sembuh dari diabetes. 

Solusi mudah nan ajaib seperti itu jelas terlalu menyederhanakan penyakit. Ingat bahwa penyakit itu ada "cabang-cabangnya". Diabetes ada beberapa tipe, Covid-19 ada banyak varian. 

Dampak penyakit dan efek samping obat juga berbeda untuk setiap orang. Menganggap satu ramuan yang belum teruji bisa menyembuhkan penyakit yang kompleks adalah sebuah tindakan ceroboh. 

2. Bombastis dan berlebihan

Ciri utama hoaks kesehatan adalah kemasan yang bombastis dan berlebihan. Umpama, "Cara Ampuh Sembuhkan Covid Tanpa Obat". Wah, Covid-19 bisa sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan tepat oleh tenaga kesehatan. 

Hoaks kesehatan memang menyasar, antara lain, orang-orang yang takut berobat secara medis dan atau orang yang kesulitan akses kesehatan. 

Hoaks kesehatan biasanya juga diberi judul dan klaim yang bombastis agar pembacanya tertarik membaca dan membagikan.

3. Mengatasnamakan ahli dan lembaga, padahal bohong

Ciri ketiga hoaks kesehatan adalah mengatasnamakan ahli dan lembaga (kesehatan), padahal cuma bohong belaka. 

Hati-hati dengan pesan yang mengatasnamakan menteri, dokter, lembaga tertentu tetapi tidak ada utas (link) ke berita surat kabar atau situs tepercaya (misalnya Kompas.com).

Orang bisa saja membuat pesan lalu menambahkan nama ahli dan lembaga agar pesan itu seolah benar. Juga sering terjadi, orang membuat narasi dengan mencatat nama situs tertentu, tetapi link atau utas yang diberikan tidak terkait dengan narasi yang ditulis.

Banyak video juga dibuat asal-asalan tanpa kredibilitas. Bisa saja orang membuat video orang berbicara atau mengucapkan narasi, lantas diberi embel-embel: penjelasan dokter atau ahli ini-itu. 

Biasakan cek berkali-kali ke situs resmi dan atau bertanya pada yang lebih tahu (kenalan nakes, misalnya) sebelum membagikan video kesehatan.

Tips agar tidak jadi korban dan pelaku penyebaran hoaks:

1. Kenali kelemahan diri Anda 

Hoaks cenderung dibagikan oleh orang yang kurang akrab dengan metode memeriksa informasi ke situs-situs tepercaya. 

Jika Anda adalah orang yang kurang wawasan atau malas dalam menemukan informasi dari situs-situs resmi, Anda adalah target empuk hoaks.

Demikian pula jika Anda adalah tipe orang yang mudah percaya, mudah panik, dan atau cenderung ingin menunjukkan diri sebagai "orang yang tahu paling pertama" dari warga grup aplikasi perpesanan.  

2. Kenali pula kecenderungan kelompok umur Anda

Orang lanjut usia cenderung lebih mudah membagikan hoaks dibanding kelompok umur yang masih muda. 

Orang lanjut usia (di atas 65 tahun) hampir empat kali lebih mungkin untuk berbagi berita palsu di Facebook daripada generasi muda, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science.

Rata-rata, pengguna Facebook Amerika di atas 65 tahun berbagi hampir tujuh kali lebih banyak artikel dari situs berita palsu dibandingkan mereka yang berusia antara 18 dan 29 tahun. Demikian hasil penelitian dari New York University dan Princeton University.

Ada baiknya, Anda yang masuk kelompok "tidak muda lagi" menahan diri untuk tidak mudah membagikan informasi apa pun yang Anda terima. 

Biasakan membaca berita dan ulasan dari situs-situs resmi, bukan dari grup-grup yang seringkali tidak jelas sumber pesannya. 

Ada baiknya juga, "pensiun (dini)" sebagai penyebar berita (tak jelas) di grup-grup aplikasi media sosial. Jadilah anggota grup yang mengayomi, bijak menelaah, dan cerdas bermedia. 

3. Mulailah menjadi agen pelurus misinformasi

Alih-alih jadi penyebar hoaks dan atau orang yang diam saja melihat hoaks meraja, mari kita mulai menjadikan diri kita agen pelurus misinformasi. 

Sampaikan artikel ini di grup-grup Anda atau orang-orang yang perlu mengetahui kiat mengenali hoaks kesehatan dan hoaks pada umumnya. 

Baca juga situs-situs pemeriksa fakta, misalnya cekfakta.kompas.com. Di situs ini, kita juga bisa melaporkan hoaks agar dibuat artikel cek faktanya.

Jangan ragu secara santun menyampaikan masukan pada anggota grup yang lalai atau hobi menyebarkan berita palsu atau hoaks. 

Agar tidak menyakiti hati, bisa Anda sapa orang yang bersangkutan melalui pesan pribadi. Minta agar dia menghapus pesan dari grup jika masih bisa. 

Yakinlah, jika maksud dan cara Anda mengingatkan itu santun dan baik, tanggapan orang lain kiranya akan juga baik. 

Salam sehat selalu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun