Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meneladan Paulus dan Timotius di Zaman Media Sosial: Prinsip "Tiga B"

30 Juli 2021   10:38 Diperbarui: 30 Juli 2021   13:48 1702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paul Writing His Epistles, painting attributed to Valentin de Boulogne, 17th century (Public Domain)

Dalam tulisan ini, kita akan mengulik hikmah dari surat-menyurat Paulus dan Timotius bagi kita yang hidup di zaman media sosial. Apa saja prinsip komunikasi yang dapat kita petik dari teladan Paulus dan Timotius?

Siapakah TImotius? Timotius pertama kali disebutkan dalam Kisah Para Rasul (Kis 16:1). Kemungkinan besar, Eunike dan Lois (ibu dan nenek Timotius) serta Timotius menjadi pengikut Yesus berkat pewartaan Paulus pada saat Paulus pertama kali mengunjungi Listra (lih Kis 14:6-23). 

Dalam suratnya, Paulus secara terbuka memuji kualitas pribadi Timotius. Paulus menyebut bahwa Timotius mendapatkan pendidikan iman yang baik dari nenek dan ibunya (2 Tim 1:5). Sedari kecil, Timotius sudah mengenal Kitab Suci Ibrani, yang kini kita sebut Perjanjian Lama (2 Tim 3:15a).

Dalam bagian awal surat pertamanya kepada Timotius, Paulus menyebut Timotius demikian : “Timotius, anakku yang sah di dalam iman” (1 Tim 1:2).  Dalam suratnya yang kedua, Paulus menyapa Timotius demikian: “Timotius, anakku yang kekasih” (2 Tim 1:1). Sementara itu, dalam surat pertamanya kepada jemaat di Korintus, Paulus menyebut Timotius sebagai anaknya yang kekasih dan yang setia dalam Tuhan (1 Kor 4:17).

Rentang waktu antara perjalanan misi pertama dan kedua hanyalah dua tahun. Dalam waktu yang relatif singkat itu, tampaknya Timotius bertumbuh dalam iman akan Kristus dan menjadi pelayan umat yang dipercaya oleh jemaat di Listra dan Ikonium. Karena terkesan dengan kualitas pribadi Timotius, Paulus ingin agar Timotius menyertainya dalam perjalanan misinya (Kis 16:2-3).

Paulus begitu memercayai Timotius. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus berharap agar ia dapat mengutus Timotius untuk mengunjungi jemaat di Filipi. Mengapa Paulus memilih Timotius? 

Paulus menulis demikian: “Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan aku dan yang begitu memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Kamu tahu bahwa kesetiaannya telah teruji dan bahwa ia telah menolong aku dalam pelayanan Injil sama seperti seorang anak menolong bapanya. Dialah yang kuharap untuk kukirimkan dengan segera, sesudah jelas bagiku bagaimana jalannya perkaraku (Flp 2:19-23).

Menariknya, bukan hanya kepada jemaat di Filipi saja Paulus berjanji akan mengirim Timotius. Kepada jemaat di Korintus, Paulus juga mengatakan bahwa ia mengirim Timotius untuk memperingatkan jemaat akan hidup yang telah Paulus turuti dalam Kristus Yesus (1 Kor 4:17). 

Dapat kita simpulkan bahwa Timotius adalah orang kepercayaan Paulus yang diutusnya untuk menguatkan iman jemaat-jemaat di aneka tempat.

Pesan Terakhir pada Timotius

Paulus menulis surat keduanya kepada Timotius dalam penderitaan yang dia alami di penjara. Menariknya, Paulus sama sekali tidak menunjukkan keputusasaan. Paulus justru berkata, “Aku mengucap syukur kepada Allah” (2 Tim 1:3a).

Paulus kemudian mengatakan bahwa ia selalu mengingat Timotius dalam doanya, baik siang maupun malam. Paulus ingat akan air mata Timotius yang tercurah. Paulus selalu mengingat iman Timotius yang tulus ikhlas (2 Tim 1:3b-5a). 

Paulus membesarkan hati Timotius dengan berpesan,“Janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah  (2 Tim 1:8) … Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus” (2 Tim 2:3).

Paulus lantas memberikan aneka nasihat yang amat sesuai dengan tugas Timotius sebagai pelayan jemaat dengan berkata: “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegurlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran … Kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberitaan Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” (2 Tim 4:3.5).

Surat Paulus kepada Timotius rupanya bukan ditujukan untuk Timotius saja, tetapi kepada seluruh anggota jemaat yang dikenal dan digembalakan oleh Paulus dan rekan-rekan sekerjanya, termasuk Timotius. 

Hal ini dapat kita simpulkan dari ayat terakhir yang ditulis Paulus kepada Timotius: “Salam dari semua orang yang bersama aku di sini dan sampaikanlah salamku kepada mereka yang mengasihi kami di dalam iman. Kasih karunia menyertai kamu sekalian!” (2 Tim 3:15). Secara gamblang Paulus menyebut “kasih karunia menyertai kamu sekalian”.

Dengan demikian, pesan Paulus pada Timotius juga adalah pesannya untuk seluruh jemaat, Kita yang hidup dua ribu tahun setelah masa Gereja Perdana diharapkan menimba dan menerapkan kesetiaan iman yang menjadi salah satu pesan Paulus kepada Timotius: “Jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni” (2 Tim 2:22).

Saring Sebelum Sharing

Dua surat Paulus kepada Timotius menjadi salah satu contoh komunikasi pribadi yang tulus dan berbobot antara Paulus dan rekan-rekannya dalam pewartaan Injil. Melalui surat-suratnya, Paulus menyampaikan pujian akan kebaikan Timotius sekaligus wejangan berharga bagi Timotius.

Bagi Paulus, surat (baca: media komunikasi sosial) adalah sarana untuk menyampaikan hal-hal yang sungguh esensial dan membangun. Bagaimana dengan kita? Apakah komentar, foto, video, dan apa pun yang kita tulis dan bagikan melalui media sosial sungguh bermutu dan membangun atau justru memicu salah paham dan kebencian hingga justru menghancurkan?

Tak segan-segan, Paulus memperingatkan Timotius dengan kata-kata berikut; “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu” (2 Tim 1:6) “Ingatkanlah dan pesankanlah dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah …” (2 Tim 2:14a). 

Gaya komunikasi Paulus sungguh jujur dan “dari hati ke hati”. Bagaimana dengan kita? Apakah gaya komunikasi kita sudah jujur? Alih-alih mencerca pribadi tertentu (misalnya: pasangan, rekan kerja, teman, atau tetangga) di media sosial, beranikah kita berbicara “dari hati ke hati” dengan pribadi tersebut untuk menyampaikan isi hati kita? Bukankah dengan berani berbicara hati ke hati, salah paham dan perselisihan dapat kita selesaikan?

Wasana kata, kita diajak meneladan Paulus, penulis surat nan ulung, di zaman media sosial ini. Saring sebelum sharing: Saringlah dengan bijaksana apa pun yang hendak Anda bagikan di media sosial. Jangan sampai kita ikut menyebarluaskan aneka berita bohong (hoaks) yang memperkeruh hubungan dengan sesama. Apakah yang kita bagikan benar-benar “Tiga B”: Benar, Bermanfaat, dan Bermoral?

Mari kita resapkan dalam hati nasihat Paulus pada Timotius berikut ini: “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu. Tetapi hindarilah omongan yang kosong dan yang tak suci yang hanya menambah kefasikan” (2 Tim 2:15-16).

(Diolah dari naskah untuk sebuah majalah rohani)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun