Masyarakat Indonesia sangat produktif membuat singkatan
Di sisi lain, harus diakui bahwa masyarakat penutur bahasa Indonesia sangat produktif membuat singkatan atau akronim. Juga untuk nama-nama tempat, jalan, dan nama geografi.Â
Orang Jogja, misalnya, lebih sering menyebut "Jakal" alih-alih Jalan Kaliurang dan "Jaim" alih-alih Jalan Imogiri. Kadang singkatan juga bertujuan sedikit nginggris agar tampak lebih keren. Umpama, westprog alih-alih Kulonprogo, sebuah kabupaten yang memang terletak di sebelah west (barat) Sungai Progo:)
Saya sangat yakin, warga di daerah Anda juga punya singkatan-singkatan lokal yang unik tetapi juga menyulitkan orang luar daerah yang belum mengetahuinya. Silakan berbagi di kolom komentar atau dalam artikel tanggapan.Â
Akronim dalam bahasa Indonesia sangat sulit diprediksi
Satu lagi sisi menarik dari akronim atau singkatan dalam bahasa Indonesia adalah sifatnya yang seperti kekasih atau pasangan: sulit diprediksi dan dipahami. He...he...he.
Markicer, mari kita cermati:
- "Rapat pimpinan" menjadi "rapim" (dua unsur dari awal kata-kata pembentuk)
- "Peluru kendali" menjadi "rudal" (dua unsur dari akhir kata-kata pembentuk)
- "Bukti pelanggaran" menjadi "tilang" (satu dari akhir; satu dari tengah)
Mengapa peluru kendali tidak disingkat menjadi pelken atau ruli? Mengapa bukti pelanggaran tidak disingkat menjadi bupel? Entahlah, taparuyang. Tanyakanlah pada rumput yang bergoyang.
Singkatan gaul yang kekinian tetapi juga membingungkan
Ada pula banyak singkatan gaul yang kekinian tetapi juga membingungkan mereka yang bukan lagi remaja dan juga orang asing yang belajar bahasa Indonesia.Â
Umpama: mager (malas gerak), komuk (kondisi muka), pansos (panjat sosial), nolep (no life), bucin (budak cinta), gaje (gak jelas), dan gercep (gerak cepat).