Sudah sering kita dengar dan saksikan sendiri betapa banyak kecelakaan maut di perlintasan kereta api tak berpalang pintu. Pada 2018, jumlah perlintasan kereta api yang tidak dijaga atau liar di seluruh Indonesia sebanyak 4.600 titik perlintasan. Bahaya!
Kedua, risiko tersesat dan mengalami kecelakaan
Orang yang melewati jalur tikus berisiko tersesat dan mengalami kecelakaan. Penyebabnya ada beberapa: tidak terbiasa melalui jalan sempit, buta situasi jalanan, serta minimnya rambu lalu-lintas dan sarana keselamatan jalan.
Ketiga, risiko tertular dari dan menulari orang lain
Entah mudik lewat jalur tikus atau jalur normal, risiko tertular dari dan menulari orang lain selalu mengancam.Â
Penting disadari, masa inkubasi Covid-19 diperkirakan antara 2-14 hari. Sebuah penelitian bahkan mencatat, seorang pasien baru menunjukkan gejala setelah 24 hari.
Artinya, seorang yang terjangkit korona bisa tak menunjukkan gejala berat. Ketika ia mudik ke kampung halaman, ia bisa menularkan virus ini tanpa ia sendiri menyadarinya. Tentu terjadinya hal ini tak kita inginkan.
Pada akhirnya, warga juga harus sadar akan risiko menjadi penular korona saat mudik. Bisa juga tertular korona saat mudik. Bukankah lebih baik bersabar menanti mudik tahun depan? Mengapa memaksa diri mudik tahun ini namun akhirnya menularkan atau tertular korona?
Dua minggu pertama bulan Maret 2020 lalu, terjadi eksodus besar-besaran dari Lombardia, episentrum wabah korona di Italia, ke Italia selatan. Sebabnya, pemerintah Italia saat itu belum melarang perpindahan warga dari satu kota ke kota lain.
Sampai 9 Maret 2020 saja, hampir 20 ribu orang dari daerah Lombardia, Italia utara tiba di Pulau Sisilia, Italia selatan. Akibatnya, terjadi pula pertambahan kasus korona di sana.