Siapa tak rindu kampung halaman? Pelukan hangat orang tua dan sanak saudara. Indahnya sembahyang dan makan bersama. Segarnya udara desa. Damai. Jauh dari keramaian kota yang membuat penghuninya merasa kesepian, lalu menunduk ke gawai.
Pada dasarnya, orang-orang kota menyimpan sekeping kerinduan akan desa. Bukankah dulunya, kota-kota juga adalah desa? Manusia mungkin "terpaksa" berdiam di kota yang tak nyaman. Demi penghidupan dan pendidikan. Atau, memang ditakdirkan terlahir di kota.
Seandainya boleh memilih, mungkin banyak orang kota ingin hidup di desa. Karena itu, mudik yang menawarkan obat rindu akan desa menjadi semacam keharusan bagi sebagian orang.
Akan tetapi, di tengah wabah korona, haruskah mudik ke luar daerah seperti biasa? Pertanyaan ini kembali mengemuka jelang Lebaran 2021. Kita tahu, Idul Fitri tahun ini dirayakan pada tanggal 13 dan 14 Mei 2021.
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi melarang mudik ke luar daerah kala Lebaran pada tahun ini. Semua moda transportasi darat, laut, udara, kereta akan dibatasi sepanjang 6-17 Mei 2021.
Merujuk kepada masa pelarangan mudik yang jatuh pada 6-17 Mei 2021, aturan pengetatan perjalanan ini berlaku pada 22 April - 5 Mei 2021 dan 18 Mei - 24 Mei 2021.
Baca artikel lengkap Kompas di sini.Â
Sayang sekali, tak semua warga memahami tujuan baik pelarangan mudik demi mencegah meluasnya Covid-19. Beberapa warga nekat mudik dengan cara-cara yang cukup nekat, antara lain menumpang pikap dan truk bak terbuka, masuk bagasi bus, dan bersepeda!
Ada pula yang nekat melintasi jalur tikus untuk menghindari penyekatan arus mudik oleh aparat. Sebenarnya mudik jangan lewat jalur tikus, kasihan tikusnya. Bukan hanya itu saja. Kasihan nyawa dan keselamatan Anda!
Ada beberapa risiko saat orang nekat mudik melewati jalur tikus:Â
Pertama, risiko melintasi perlintasan kereta api tak berpalang pintu.Â