Meskipun saya bukan seorang pekerja profesional di bidang usaha pencari profit, bukan berarti saya tak pernah menjalani masa magang. Justru proses pendidikan saya di "lembaga" keagamaan nonprofit menuntut proses magang yang cukup panjang.Â
Tak main-main, saya bahkan magang hampir setahun di Kalimantan Utara. Jauh dari keluarga. Sulit sinyal. Berkawan jangkerik dan derasnya hujan Kalimantan.Â
Pengalaman ini membuat saya menyadari pentingnya tiga sikap sebagai "anak bawang" kala magang. Tiga sikap ini akan sangat membantu dalam menapaki karier profesional. Apa saja tiga sikap penting kala magang sebagai "anak bawang"?
Pertama, tahan menderita pada masa-masa awal magang
Masa awal magang kiranya menjadi saat tersulit dalam masa magang. Apa pun jenis perusahaan dan karakter mitra kerja dan majikan kita.Â
Masa-masa awal magang menjadi ujian sesungguhnya bagi kita yang baru lulus sekolah dan kuliah. Ada beberapa faktor yang membuat masa awal magang terasa berat:
1. Adaptasi situasi dunia kerja: di sekolah dan kampus, kita terbiasa bergaul dengan orang-orang sebaya. Lain halnya di dunia kerja, kita harus bergaul dengan insan ragam usia. Ada pula target kerja yang terukur. Kita menjadi bagian kecil dari sistem yang besar. Yang kita lakukan mempengaruhi keseluruhan sistem.Â
2. Perpisahan dengan keluarga: lazimnya magang dilakukan jauh dari keluarga dan tempat asal. Secara psikologis, ini sangat menantang. Rasa rindu mengganggu. Ketika ada kesulitan dengan rekan kerja, inginnya kita "pulang ke rumah orangtua" saja.
3. Kenyataan kerja tak sesuai harapan: rupanya perusahaan atau tempat kerja kita tak seindah yang kita bayangkan. Ada konflik dan intrik. Kerja melelahkan. Atasan menekan. Rasanya ingin segera mengakhiri masa magang.
Masih banyak lagi faktor yang membuat masa awal magang terasa berat. Untuk mengatasinya, satu-satunya cara adalah dengan tahan penderitaan. Inilah Adversity Quotient (AQ)Â atau kecerdasan dalam kesukaran.Â
Istilah Adversity Quotient diciptakan Paul Stoltz pada 1997 dalam Adversity Quotient: Turning Obstacles Into Opportunities.Â
AQ adalah nilai yang mengukur kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan dalam hidupnya.Â

Sebaliknya, orang dengan Adversity Quotient (AQ) tinggi melihat kesulitan sebagai tantangan untuk secara kreatif mengembangkan diri.Â
Lawanlah godaan untuk berhenti atau menyerah pada masa-masa awal magang. Ingatlah bahwa tantangan adalah kesempatan untuk mencoba mengaktualisasikan kemampuan diri terbaik yang mungkin belum kita munculkan.
Bagaimana saya yang tidak bisa berbahasa Dayak Manyan bisa menyatu dengan masyarakat sekitar jika saya terus mengatakan "saya tidak bisa". Justru tantangan itu mengajak saya untuk belajar kosakata sederhana bahasa lokal.Â
Selama masih ilmu manusia, apa pun bisa dipelajari!
Kedua, rendah hati dan cermat mengamati
Sebagai orang baru yang kerap dipandang sebelah mata sebagai anak bawang, kita perlu rendah hati dan cermat mengamati. Jangan malu-malu bertanya.
Manusia adalah pembelajar yang baik jika ia rendah hati dan cermat mengamati.Â
Atasan dan mitra kerja akan senang mengajari "anak bawang" yang selalu ingin belajar dan cermat menyimak arahan dan teladan. Bukalah panca indra lebar-lebar. Amati bagaimana para ahli bekerja.Â
Saya pun banyak mengamati bagaimana mentor saya bergaul di tengah masyarakat sederhana. Beliau yang berasal dari keluarga cukup berada ternyata memilih berpakaian sederhana.Â
Ketika mengobrol dengan warga, mentor saya memilih kata-kata yang sederhana. Ia banyak mendengar orang ketimbang bicara.Â
Dengan cara-cara itu, ia berhasil diterima seluruh warga. Ini membantu sekali dalam profesi yang menuntut keterampilan membina masyarakat.Â
Ketiga, terbuka menerima kritik
Tidak ada salahnya pada awal mengatakan pada atasan dan mentor: "Mohon masukan dan kritik segera agar saya bisa memperbaiki diri."
Justru atasan dan mentor akan bahagia kala anak magang berinisiatif meminta masukan. Artinya, si anak bawang punya keterbukaan untuk membenahi diri dan meningkatkan kinerja.Â
Wasana kata, semoga tip bersahaja ini membantu para anak bawang yang sedang magang. Teruslah berjuang. Pohon bisa tinggi menjulang karena mampu bertahan dari hantaman angin.Â
Jangan mudah "masuk angin" ketika dimarahi, gagal, dan rindu orang tersayang pada awal magang.Â
Salam baper. Eh, salam super :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI