Tahukah Anda, The Economist pada 2011 menyatakan Indonesia sebagai negara peringkat kedua penghasil limbah makanan atau food waste tertinggi di dunia. Rata-rata setiap warga Indonesia membuang bahan makanan sekitar 300 kilogram setiap tahunnya. Setiap tahun jumlah sampah makanan di Indonesia sekitar 1,3 juta ton!Â
Beberapa penelitian menemukan lebih dari 60% sampah di dua kota di Indonesia (Surabaya dan Bogor) adalah sampah makanan. Ini adalah gambaran betapa banyaknya makanan yang berakhir tanpa guna di tempat penampungan akhir sampah.
Limbah makanan dalam jumlah besar dapat menyebabkan pemanasan global karena makanan menghasilkan gas metana saat terurai di TPA. Gas metana 25 kali lebih berbahaya daripada karbon dioksida sebagai gas rumah kaca. Demikian rilis Tammara Soma, akademisi Simon Fraser University dalam artikel di The Conversation.
Metana akibat sampah makanan bisa mematikan
Pada 21 Februari 2005, terjadi longsor gunungan sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi akibat konsentrasi gas metana dalam sampah yang didominasi limbah makanan. Dilansir kompas.com, tragedi ini merenggut 147 korban jiwa dan melenyapkan dua desa dari peta.Â
Hikmah tragedi itu kini diabadikan dalam wujud peringatan Hari Peduli Sampah Nasional setiap 21 Februari. Longsornya gunungan sampah Leuwi Gajah mendorong pemerintah menyusun Kebijakan Pengelolaan Sampah Nasional dalam bentuk Undang-Undang Nomor 18/2008 dan PP 81/2012.
Umumnya masalah lautan sampah (makanan) dihadapi kota-kota besar, termasuk Bandung. Data PD Kebersihan Bandung pada 2002 menunjukkan, komposisi sampah di Kota Kembang sebanyak 63,56% terdiri dari sampah organik berupa sisa makanan.Â
Gejala meningkatnya volume limbah makanan ini terjadi juga karena meningkatnya jumlah restoran dan rendahnya kesadaran warga dan pengelola usaha boga untuk mencegah limbah pangan.Â
Data terbaru Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan Bandung menunjukkan, sampah Kota Bandung rata-rata mencapai 1.477 ton perhari. Sebagian besar, yakni 930 ton atau sekitar 63% adalah sampah pangan.Â