Sebagian pelaku ingin "mengabadikan" pelecehan yang mereka lakukan dalam bentuk rekaman. Bisa berupa foto, video, dan audio. Dalam kasus yang terjadi pada 2019 lalu, pelaku memaksa sepuluh anak bawah umur untuk melakukan panggilan video seksual dan merekamnya dengan sebuah aplikasi.
Untuk membongkar modus ini, keluarga dan sekolah serta lembaga agama perlu mengadakan pendidikan seksual yang sehat, diimbangi dengan pengetahuan bahaya internet bagi anak-anak.
Setiap gawai yang dapat merekam audio, video, dan foto hendaknya dipergunakan anak secara bertanggung jawab dan secara berkala diawasi dan diperiksa orang tua dan pendidik atau pengasuh.
Sesekali periksa apa dokumen yang ada dalam gawai anak-anak Anda. Juga riwayat pencarian (browsing history) di gawai anak-anak Anda.
Didik anak-anak untuk tidak merekam diri sedang telanjang. Di negara-negara maju, ada edukasi soal aturan "pakaian dalam" atau "the underwear rule".
Aturan ini sederhana: seorang anak tidak boleh disentuh oleh orang lain di bagian tubuh yang biasanya tertutup pakaian dalam. Mereka tidak boleh menyentuh orang lain pada bagian tubuh yang biasanya tertutup pakaian dalam.
Ini juga membantu anak-anak memahami bahwa tubuh mereka adalah milik mereka. Orang lain dalam keadaan biasa (bukan darurat medis, misalnya) tidak boleh menyentuh dan melihat bagian tubuh sensitif dan area genital.
Menyadari bahwa kemajuan teknologi informasi telah demikian cepat, seharusnya kita tidak lagi menganggap pendidikan seksual sebagai hal tabu.Â
Sebaiknya pendidikan seksual disampaikan oleh orang tua dan pendidik (lazimnya yang berjenis kelamin sama dengan anak) pada momen-momen yang tepat.
Saat memandikan anak, saat berenang bersama, saat melihat adegan bernada seksual (misalnya ciuman) di layar televisi atau komputer dan gawai, saat family time yang hangat adalah contoh-contoh momen orang tua bisa memancing diskusi soal pendidikan seksual yang sehat.