Karyawan dan karyawati nonkristiani juga selalu bersikap toleran pada kami. Tiap perayaan hari besar keagamaan, terjalin pula silaturahmi yang baik.Â
Sungguh indah hidup bersama dalam persaudaraan nan toleran.
Sedih mendengar berita intoleransi
Sebagai seorang yang dididik dan dibesarkan dalam suasana persaudaraan penuh toleransi, saya sangat sedih kala mendengar berita tindak intoleransi. Saya pikir, kita semua merasakan hal yang sama.
Penting dicatat, tindak intoleransi ini terjadi di mana-mana dan tidak dibatasi oleh oknum pemeluk agama tertentu saja. Bahkan bila kita cermati, terjadi dua jenis intoleransi: intoleransi antaragama dan intoleransi intraagama. Belum lagi intoleransi antarbudaya.
Bukankah Tuhan menciptakan setiap insan untuk saling mengasihi sebagai saudara? Mengapa harus membenci jika sebenarnya kita diciptakan untuk saling mencintai secara tulus?
Bukankah hidup di dunia ini terlalu singkat untuk diisi dengan kebencian?
Apalagi, kebencian atas nama agama. Sungguh, suatu ironi. Bagaimana mungkin menggunakan nama Tuhan Maha Pengasih dan ajaran agama-agama untuk menyulut permusuhan? Itu namanya penyalahgunaan.
Menyalakan lilin alih-alih mengutuki kegelapan
Di Hari Toleransi Internasional ini, kita diajak untuk menyalakan lilin kecil toleransi alih-alih mengutuki kegelapan intoleransi. Mengutip laman Tolerance Day United Nation (PBB), ada lima langkah yang perlu kita wujudkan untuk melawan intoleransi:
1. Melawan intoleransi memerlukan penegakan hukum; 2. Melawan intoleransi melalui pendidikan; 3. Melawan intoleransi memerlukan akses informasi; 4. Melawan intoleransi memerlukan kesadaran individu, dan 5. Melawan intoleransi membutuhkan solusi lokal.