David Smailes mengatakan, otak manusia terkadang menemukan makna dalam hal-hal yang tidak berarti. Gejala ini dikenal sebagai pareidolia. Kita mengalami pareidolia setiap kali kita menatap awan dan mengira kita sedang melihat kelinci, kapal, atau wajah seseorang.Â
Padahal awan ya awan. Bahwa kadang mirip sosok tertentu, bisa terjadi. Otak kitalah yang mengatakan bahwa awan itu (mirip) sosok tertentu. Inilah contoh sehari-hari gejala pareidolia.
Memori Spasial
Saya pernah membaca ulasan lain. Sayangnya, saya tidak bisa menemukan kembali rujukan bacaan tersebut. Pada intinya, kita terbiasa melihat seseorang yang kita kenal dalam konteks ruang spasial tertentu.
Misal, saya terbiasa melihat sahabat saya membaca buku di kursi tertentu di perpustakaan. Nah, setelah sahabat saya itu meninggal, saya "merasa masih melihat" dia membaca buku di kursi favoritnya semasa hidup.
Besar kemungkinan, otak saya masih menyimpan memori spasial tentang sahabat saya yang sudah meninggal itu. Otak saya memproyeksikan memori itu ke perpustakaan yang sedang saya datangi. Ini adalah penjelasan ilmiah kedua soal halusinasi.
Efek Situasi Gelap
Mengapa kita (mengaku) lebih banyak melihat hantu atau arwah di kegelapan? Mengapa orang lebih takut berada dalam kegelapan? David Smailes kembali memberikan penjelasan ilmiah.Â
Mereka yang mengaku melihat arwah atau hantu sering sendirian, berada dalam kegelapan dan akibatnya merasa ketakutan.Â
Ia mengatakan, "Jika hari gelap, otak Anda tidak bisa mendapatkan banyak informasi visual dari lingkungan sekitar. Akibatnya, otak harus menciptakan lebih banyak realitas untuk Anda. Dalam situasi gelap, otak Anda mungkin lebih cenderung memaksakan ciptaannya sendiri agar dianggap sebagai suatu kenyataan."