Kita sering mendengar istilah terkait orang kudus dalam Gereja Katolik, seperti santo dan santa. Misal, kita tentu pernah mendengar nama Santa Maria dan Santo Yosef/Yusuf, orang tua Yesus.
Nah, biasanya orang Katolik menerima nama baptis dari nama tokoh-tokoh suci atau para kudus (beato/beata; santo/santa). Nama khas orang Katolik di Indonesia adalah gabungan dari nama para kudus/tokoh suci dan nama diri.
Misalnya nama-nama sejumlah pahlawan nasional beragama Katolik, antara lain: Monsinyur Albertus Soegijapranata SJ, Ignatius Joseph Kasimo, Letkol Ignatius Slamet Riyadi, Agustinus Adisucipto, Laksamana Madya Yosaphat (Yos) Soedarso, Wage Rudolf (WR) Supratman, Robert Walter Monginsidi, Karel Sadsuitubun, dan Anakletus Tjilik Riwut.
Tokoh publik beragama Katolik, misalnya: alm. Petrus Kanisius Ojong dan Jakob Oetama (pendiri Kompas); alm. Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ (filsuf) serta alm. Romo Yusuf Bilyarta (YB) Mangunwijaya, Pr (pastor pemerhati kaum miskin dan penulis).
Banyak sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan karya sosial Katolik dinamai dengan nama para kudus. Biasanya, terkait dengan para kudus yang menjadi teladan tarekat (kongregasi) pastor, bruder, frater, dan suster yang berkarya di situ. Santo Petrus Kanisius, Santo Carolus Borromeus, Santa Ursula, dan sebagainya.
Akan tetapi, sudahkah kita tahu apa arti istilah-istilah seperti beato, beata, santo, dan santa? Mungkin belum. Artikel ini ditulis dengan tujuan mulia, yakni untuk memperdalam wawasan kita akan keanekaragaman agama dan kepercayaan di Indonesia dan di dunia.
Artikel ini ditulis untuk meningkatkan saling memahami antara kita, pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda-beda di negeri Bhinneka Tunggal Ika.
Proses Pernyataan Resmi Gereja tentang Orang Kudus
Penting diketahui, tidak semua orang kudus dinyatakan sebagai orang kudus (beato/beata; santo/santa) oleh Gereja Katolik. Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang telah meninggal dalam kekudusan dinyatakan secara resmi menjadi beato/beata atau santo/santa.
Secara sederhana, "gelar" santo atau santa adalah "gelar tertinggi" yang disematkan pada orang kudus dalam Gereja Katolik. Perhatikan baik-baik. Kata gelar saya beri tanda kutip karena sejatinya, di mata Tuhan, semua orang yang meninggal dalam kekudusan itu suci. Juga orang tua dan para guru, dan siapa pun yang telah berkorban banyak bagi kita dan sesama semasa hidup mereka.
Dalam Gereja Katolik, ada beberapa langkah untuk menyatakan seseorang sebagai seorang santo atau santa. Langkah-langkah tersebut ditandai dengan pemberian gelar secara bertahap:
1) hamba Tuhan (servus dei), 2) yang dimuliakan (venerabilis), 3) beato atau beata, dan 4) santo atau santa.
Tidak semua orang kudus sampai pada tahap santo atau santa. Sebabnya macam-macam, mulai dari tiadanya/kurangnya mukjizat (medis) dan kurangnya upaya untuk melanjutkan proses beatifikasi dan kanonisasi.
Beatifikasi dan Kanonisasi
Tidak mungkin membahas semua tahap dalam sebuah artikel singkat. Karena itu, kita akan membahas dua tahap terakhir, yakni beatifikasi dan kanonisasi.
Beatifikasi berasal dari dua kata Latin: beatus (terberkati) dan facere (menjadikan). Artinya Gereja mengakui bahwa kita dapat percaya bahwa sang hamba Tuhan (servus dei) berada di surga dan mampu menjadi pengantara doa.
Sejak tahun 1983, Gereja mensyaratkan terjadinya satu mukjizat atas perantaraan calon beato atau beata demi sahnya beatifikasi. Syarat “satu mukjizat” ini tidak berlaku bagi calon beato atau beata yang wafat sebagai martir (saksi iman).
Peringatan liturgi untuk beato atau beata berlaku lokal (di keuskupan, kongregasi, atau tempat tertentu). Lazimnya gereja-gereja paroki tidak menjadikan nama beato-beata sebagai pelindung.
Kriteria Mukjizat
Mukjizat adalah bukti akan "kemampuan" sang calon beato atau beata untuk menjadi perantara doa kepada Allah. Mukjizat yang dijadikan bukti biasanya adalah mukjizat penyembuhan berkat perantaraan calon beato-beata.
Mukjizat itu harus dibuktikan dengan catatan medis si sakit sebelum dan sesudah mukjizat penyembuhan terjadi. Kesembuhan juga harus terjadi secara instan, bertahan lama, dan tidak dapat dijelaskan secara medis.
Mukjizat pertobatan seseorang sebagai buah doa pada perantaraan (calon) orang kudus tidak bisa dijadikan mukjizat untuk menjadikan seorang hamba Allah sebagai beato/a atau menjadikan seorang beato/beata menjadi santo/santa. Sebabnya, pertobatan itu bisa berubah (sangat dinamis) dan "sulit dibuktikan."
Kanonisasi: Tahap Akhir
Tahap terakhir adalah kanonisasi. Kanonisasi berasal dari kata Latin canon (daftar). Artinya pengakuan Gereja bahwa seorang pasti sudah berbahagia di surga dan mampu menjadi pengantara doa.
Pengakuan ini bersifat tidak dapat keliru (infallible). Gereja mensyaratkan terjadinya dua mukjizat atas perantaraan calon santo atau santa demi sahnya kanonisasi.
Tentu pengecualian dimungkinkan bila Sri Paus menetapkan bahwa cukup satu mukjizat untuk calon santo atau santa tertentu karena kesucian calon santo atau santa yang terbukti berpengaruh positif bagi umat.
Contohnya, Paus Fransiskus menyatakan beato Paus Yohanes XXIII sebagai santo tanpa menanti mukjizat kedua karena banyaknya laporan pengabulan doa berkat perantaraan Paus Yohanes XXIII dari seluruh penjuru dunia.
Gereja-gereja paroki dapat menggunakan nama santo-santa (bukan beato-beata) sebagai pelindung.
Nah, coba Anda ingat-ingat, apa nama-nama gereja Katolik di kota tempat Anda tinggal atau bekerja? Lazimnya diambil dari nama santo atau santa. Misalnya: Paroki Santa Monika; Paroki Santo Andreas.
Santo-Santa "Kuno" atau Prakongregasi
Penting diketahui bahwa banyak santo-santa sudah diakui Gereja bertahun-tahun sebelum dibentuknya Congregatio de Causis Sanctorum yang bertugas menyelenggarakan beatifikasi dan kanonisasi.
Kongregasi Para Kudus ini dibentuk pada tanggal 22 Januari 1588 oleh Paus Sixtus V sebagai Congregation of Rites. Proses beatifikasi dan kanonisasi yang cukup panjang di atas tidak diterapkan bagi santo-santa tersebut.
Para kudus dalam Alkitab, seperti Santa Maria, Santo Yusuf, Santo Lukas, Santo Matius, Santo Yohanes Penginjil, dan Santo Markus tentu tidak pernah dinyatakan sebagai santo atau santa oleh Kongregasi Para Kudus yang baru dibentuk pada abad ke-15.
1 November: Hari Raya Semua Orang Kudus
Dalam Gereja Barat, perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus ini dirayakan pada tanggal 1 November oleh Gereja Katolik Roma, Gereja Metodis, Gereja Lutheran, dan sejumlah denominasi Protestan lainnya.
Setiap tanggal 1 November, Gereja Katolik di Indonesia (bagian dari Gereja ritus Roma/Barat) merayakan hari para orang kudus, baik mereka yang telah diakui Gereja (beato/beata; santo/santa), maupun para orang kudus lainnya yang belum dinyatakan resmi. Gereja Katolik telah mulai menghormati para kudus, termasuk saksi iman atau martir sejak abad kedua.
Sementara itu, Gereja Ortodoks Timur dan gereja-gereja Katolik Timur terkait memperingati Hari Semua Orang Kudus pada hari Minggu pertama setelah Pentakosta (Peringatan Turunnya Roh Kudus).
Dalam tradisi Katolik, para kudus menjadi teladan sekaligus pendoa dan perantara permohonan doa bagi umat di dunia.
Nah, jika Anda punya teman, atasan, tetangga, atau (mantan) kekasih beragama Katolik, hari ini (1 November) jadi saat yang tepat untuk mengucapkan "Selamat Hari Raya Orang Kudus" pada mereka. Di Indonesia, hari ini bukan libur nasional. Di banyak negara mayoritas kristiani, hari ini libur.
Oh, begitu rupanya! Jika ada pertanyaan tentang topik ini, silakan tulis di kolom komentar. Salam persaudaraan dalam naungan Pancasila.
NB: Saya nantikan artikel tanggapan tentang istilah-istilah keagamaan dalam tradisi keagamaan para rekan sekalian. Saya pun penasaran ingin menambah wawasan tentang agama dan kepercayaan lain ^_^.
"Keberagaman adalah anugerah terbaik bagi Indonesia".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H