untuk anakmu yang sering lupa mengucap terima kasih
Ada perasaan kagum sekaligus penyesalan seorang anak dalam satu bait puisi di atas. Bayangkan, berapa banyak ragam perasaan yang dapat kita tumpahkan dalam empat atau lima baris puisi.
Mengenali perasaan dan mengungkapkannya secara tepat agar dimengerti orang lain adalah salah satu manfaat menulis karya fiksi, misalnya puisi.
Sebaliknya, keuntungan membaca karya fiksi adalah berlatih menangkap perasaan yang diungkapkan tokoh-tokoh dan atau penulis dalam karya.
Ada ratusan jenis perasaan yang menjadikan diri kita manusia seutuhnya: senang-sedih, marah-tenang, kecewa-puas, bangga-rendah diri, dan sebagainya.Â
Seorang anak yang tidak mendapatkan cukup kesempatan untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dalam dirinya akan mengalami kendala dalam perkembangan psikologisnya.Â
Dalam konteks pendidikan kita yang sering terpaku pada target akademis, misalnya nilai ujian dalam bentuk angka mati, tekanan pada anak didik sangat besar.
Kesempatan untuk berpuisi, menulis cerita, berdeklamasi, membuat komik singkat, dan sebagainya menjadi wahana bagi anak untuk mengekspresikan kecemasan, ketakutan, dan juga kebahagiaan mereka.
Tak jarang, kondisi kejiwaan anak terungkap dari puisi atau cerita yang ia buat. Orang tua dan guru dapat menggunakan puisi dan karya fiksi sebagai sarana untuk mengamati apakah anak-anak secara wajar mengungkapkan perasaan mereka.
2. Menjadi sarana penyembuhan diri
Pokok gagasan ini terkait erat dengan pokok gagasan pertama. Menulis karya fiksi juga bisa menjadi sarana penyembuhan diri yang efektif. Bukan hanya bagi anak-anak, tetapi juga bagi orang dewasa.Â