Pria itu tak tenang. Memandang pepohonan yang terus tumbang ditebang.Â
"Itu tanah adat Kinipan. Mengapa kalian hancurkan?"
Tapi bantengbanteng besi terus mengamuk. Hutan pun remuk.
Pria perkasa itu tetiba kehilangan daya. Menangis sejadi-jadinya.
Pohon pompakan, sedawak, dan terotungan warisan moyangnya
habis tak bersisa.
*
Pria itu ingin berteriak. Apa daya, tiada tenaga tersisa
ia telah berteriak bertahun lamanya
sayang, telingatelinga pejabat tak mendengarnya
dan guyuran uang sawit telah mengalir dengan derasnya.
*
Pria itu pulang bagai prajurit kalah perang
celakanya, di tanah sendiri ia terpaksa jadi pecundang
pengusaha pendatang selalu jadi pemenang
*
Pria itu sedang melipur diri dengan senandung tentang alam
ketika orangorang berseragamÂ
menyeretnya bagai bromocorah paling kejam.
"Suamiku bukan penjahat!"
Seruan istri tak mampu menghambat:
Si pembela hutan Kinipan itu kini jadi pesakitan
dari balik jeruji, ia berdoa pada Tuhan:
"Dengarkan jeritan hambamu yang mencari keadilan..."
***
pojoknurani, 27/8/20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H