Terbangun di pagi hari, lini masa media sosial saya dipenuhi tagar dan berita ledakan di Beirut, Lebanon. Pada awalnya, saya menduga sudah terjadi serangan teroris di kota berpenduduk sekitar 2 juta jiwa itu.
Ternyata, ledakan sementara ini diduga berasal dari ledakan sekitar 2.750 ton amonium nitrat di sebuah gudang dalam kawasan pelabuhan Beirut. Dikutip dari skynews.com, amonium nitrat sebagian besar digunakan dalam pertanian sebagai pupuk nitrogen tinggi. Bahan ini relatif stabil dan murah untuk diproduksi sehingga menjadikannya bahan kimia alternatif yang populer.
Amonium nitrat juga merupakan komponen utama ANFO (amonium nitrat / bahan bakar minyak), bahan peledak industri yang digunakan dalam penambangan, penggalian, dan konstruksi sipil. Sebanyak 80% dari semua bahan peledak industri yang digunakan di AS berbahan dasar amonium nitrat.
Dengan sendirinya, amonium nitrat tidak dianggap sangat mudah menguap atau berbahaya, tetapi dalam kondisi tertentu, bahan ini bisa sangat berbahaya.
Dikutip dari inchem.org, amonium nitrat sejatinya tidak mudah terbakar tetapi dapat meningkatkan pembakaran zat lain. Bahan kimia ini memiliki risiko terbakar kala terpapar pada suhu tinggi atau ketika terkontaminasi dengan bahan lain.
Dilansir kompas.com, telah ada 4 tragedi besar ledakan amonium nitrat yang menyebabkan korban jiwa dan harta benda. Tragedi-tragedi tersebut adalah ledakan Texas pada 1947 (581 orang tewas); ledakan di Toulouse-Perancis pada 2001 (17 orang tewas); ledakan kedua di Texas pada 2013 (5 korban tewas), dan ledakan di Tianjin pada 2015 (ratusan tewas).
Ledakan di Beirut setakat artikel ini ditulis dilaporkan telah menewaskan 73 korban dan melukai hampir 4.000 orang. Dampak ledakan Beirut dapat disimak dalam infografis berikut:
Benda-benda berbahaya di sekitar kita
Tanpa kita sadari, di sekitar kita, ada benda-benda berbahaya yang patut kita waspadai. Pakar peledak, Chris Hunter mengatakan bahwa tabung oksigen di rumah sakit bisa meledak jika dipanaskan pada suhu yang tepat. Juga tabung elpiji dalam kondisi tertentu juga bisa meledak.
Seorang kerabat sahabat saya wafat setelah terjadi ledakan di dapur kala memasak dengan gas elpiji.Â
Terkait hal ini, ada salah kaprah soal istilah "tabung gas meledak". Menurut  VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fajriyah Usman,Â
tabung elpiji tidak dapat meledak karena sebetulnya tekanan di dalam tabung gas elpiji hanya 8 bar. Sementara, tabung gas sendiri baru bisa meledak jika tekanannya di atas 7.000 bar.
Peristiwa yang sering terjadi adalah kebocoran antara tabung dengan regulator. Ini disebabkan kualitas selang atau regulator yang buruk. Selain itu, kondisi dapur yang kurang berventiliasi pun dapat menyebabkan penumpukan gas di ruangan tertutup ketika gas bocor.
Sementara itu, External Communication Pertamina, Arya Dwi Paramitha mengatakan bahwa listrik menjadi salah satu pemicu munculnya api ketika ada gas bocor.Â
Hal ini sesuai prinsip segitiga api. Ketika terjadi kebocoran gas dan tidak segera dilakukan penanganan yang tepat, gas akan terakumulasi di ruangan tertutup. Ketika gas yang mudah terbakar bertemu dengan sumber panas yaitu semisal listrik, ada potensi menyebabkan timbulnya api. Demikian penjelasan  Arya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/11/2019).
Botol Parfum pun Berbahaya
Di Ciamis pernah terjadi tragedi akibat dibakarnya botol parfum. Seorang pria terluka terkena serpihan ledakan botol parfum yang ia bakar bersama sampah lainnya.Â
Dikutip dari info.serpac.it, produk yang biasa kita pakai seperti deodoran, cat kuku, penghapus cat kuku, hairspray atau parfum adalah produk-produk yang sangat mudah terbakar.
Kewaspadaan kala menyimpan dan memindahkan produk mudah terbakar itu amat penting kita lakukan. Jangan pernah meletakkan botol parfum dan sejenisnya di dekat sumber panas, misalnya lilin dan peralatan elektronik yang menghasilkan panas.
Masyarakat Indonesia masih sering ceroboh dalam menyimpan dan menggunakan bahan bakar serta sumber api di lingkungan rumah dan kantor. Sering terjadi, warga membeli bahan bakar di SPBU dan menyimpannya di rumah, entah untuk dijual kembali atau sebagai cadangan.Â
Praktik ini demikian jamak kita lakukan. Kita sering melupakan risiko yang nyata di balik kebiasaan ini. Saat kita sedikit saja lalai menyimpan dan menjauhkan bahan bakar dari sumber panas atau api, kebakaran tak terhindarkan lagi.
Apalagi, masyarakat kita masih sering menyalakan api untuk aneka kepentingan, mulai dari memasak, menyalakan obat nyamuk bakar, menyalakan lilin dan lentera, sampai merokok.Â
Puntung rokok pun sering kali hanya dibuang sembarangan dalam kondisi masih menyala. Dikira akan mati sendiri, puntung itu ternyata menyulut api besar.Â
Kita Sering Ingin Tahu dan Ingin Viral
Kebiasaan buruk lain yang kita miliki adalah sikap serba ingin tahu dan ingin membuat foto atau video saat terjadi tragedi. Masih ingat apa yang dilakukan sebagian warga kala terjadi serangan teroris di Sarinah? Sebagian asyik memotret dan merekam video, tanpa menyadari risiko terkena peluru nyasar.
Sebagian warga Indonesia ingin tahu kecelakaan dan tragedi yang terjadi di depan mata. Celakanya, alih-alih menolong, sebagian orang justru sibuk mengabadikan tragedi dengan kamera ponsel. Tujuannya sering kali demi mendapatkan konten untuk segera diunggah ke media sosial.Â
Saya sempat berandai-andai, jika gudang berisi amonium nitrat itu terbakar di sebuah pelabuhan ramai di Indonesia, apa yang akan terjadi? Alih-alih menjauh, mungkin sebagian warga akan mendekat ke lokasi kejadian. Potret sana-sini. Bikin video rame-rame. Bahkan mungkin sambil live report ala reporter televisi.
Bisa dibayangkan, ledakan besar yang segera terjadi tentu akan mengakibatkan korban jiwa dan korban luka yang masif.Â
Semoga ledakan di Beirut menjadi pembelajaran bagi kita, warga Indonesia, untuk tidak serba ingin tahu, ingin mendekat, ingin mendokumentasikan, dan ingin bikin konten viral dari tragedi yang baru saja terjadi.
Sayangi nyawa Anda dan orang-orang yang terdampak tragedi. Apalah arti jadi viral kalau si pembuat konten malah meninggal? Salam cerdas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H