Alkisah di sebuah kota kecil di Pulau Tanpa Nama, pilkada dimenangkan pengusaha sukses. Sebut saja namanya Pak Bambung. Ia memang piawai berdagang roti. Usaha pembuatan roti skala kecil berhasil dia jadikan skala menengah.Â
Pak Bambung berjasa besar sebagai pengusaha lokal yang merekrut banyak karyawan-karyawati untuk usaha roti. Tak heran, ia dicintai masyarakat.
Ketika pilkadal...eh pilkada digelar, partai-partai politik berlomba meminang Pak Bambung jadi kandidat bupati. Aneh memang, sudah tahu Pak Bambung itu laki-laki, tapi tetap saja mau dijadikan bu pati.
Seharusnya kan jadi calon pak pati.Â
Tapi sudahlah, apa pun sebutannya, tak mengubah politik dinasti di negeri antah berantah ini. Sudah biasa suami jadi bupati dan istri jadi pak pati sampai nanti diganti anak, menantu, sampai cucu dan coco... eh cicit.
Masih untung, Pak Bambung tak kenal trik jitu menaikkan elektabilitas, yaitu menggunakan SotoSop untuk membuat fotonya tampak lebih ganteng.
Bayangkan, jika fotonya diSotoSop, Pak Bambung yang wajahnya pas-pasan itu bisa seganteng penulis tulisan ini. Wkkk...enggaklah. Seganteng Tom Cruise, mungkin. Dilihat pakai sedotan yang ditekuk.Â
Singkat kisah, pilkada usai. Pak Bambung menang. Mutlak. Ya gimana ga mutlak. Lawannya bumbung kosong. Jadi poster kampanye dua "kandidat" di kota kecil itu bertuliskan: Pilih Bambung atau Bumbung.Â
Mungkin kisah serupa bisa terjadi pada gelaran Pilkada 2020 yang akan dimulai sebentar lagi. Calon tunggal melawan bumbung kosong.
Gak seru sama sekali... Mirip nonton timnas bola Indonesia di penyisihan Piala Dunia. Sudah bisa ditebak hasilnya. Kalah maning...kalah maning. Wkk..syedih.
Sampai di sini, tulisan ini masih sibuk ngobrolin Pak Bambung. Akan tetapi, sebenarnya kisah ga jelas ini bukan soal Pak Bambung yang lagi melambung.
Tanpa bermaksud menyinggung perasaan mantan. Eh...
Tanpa berniat melukai perasaan siapa pun, kisah ini soal istri Pak Bambung. Sebut saja Bu Bambung. Ya iyalah masak Mawar (bukan nama sebenarnya-red). Sudah bisa ditebak, kisah apa jika ada nama Mawar disebut.
Sekali lagi, tanpa ingin melukai perasaan siapa pun, Bu Bambung pendidikannya bersahaja saja. Mungkin seperti sejumlah istri pejabat di negeri antah berantah ini.
Nah, ketika suaminya melesat jadi pejabat, otomatis Bu Bambung ikut melambung. Dari seorang ibu rumah tangga jadi istri pejabat.
Sekali lagi, ingat ini kisah humor. Dilarang tersinggung.Â
Karena belum biasa tampil berpidato di acara resmi, Ibu Bambung didampingi tim ahli istri pak pati. Ada tim kecil yang membuat naskah pidato dan menyiapkan segala hal terkait kegiatan harian istri pejabat tertinggi di kabupaten.
Bu Bambung akhirnya tampil. Memberikan sambutan di hadapan para penggerak PKK se-kabupaten. Dengan cukup tenang, ia maju ke atas panggung. Semua mata hadirin menyorot sosok istrinya pak pati.Â
Ibu Bambung segera membuka map. Di dalamnya, sudah disiapkan teks pidato perdananya. Staf ahli sudah mengetik teks pidato dengan cukup rapi.
Segera Ibu Bambung dengan lantang membaca teks pidato, "Selamat pagi, bapak dua, ibu dua, saudara dua, dan saudari dua sekalian..."
Hadirin mulai saling berpandangan. Ada yang mulai batuk-batuk kecil. Ada pula yang mulai tertawa.
Ibu Bambung bingung. Mengapa hati hadirin jadi sangat kacau. Padahal ia tidak buat apa-apa selain membaca apa yang tertulis dalam teks pidatonya:
"Selamat pagi, bapak2, ibu2, saudara2, dan saudari2 sekalian...."
TAMATÂ (kisahnya, bukan karier politik bupati dan istrinya)
NB: berdasarkan kisah nyata. Ups...!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI