Apa sebabnya? Aku tak tempe. Coba buat jajak pendapat pada kami. Setahuku, salah satu sebabnya adalah tumpukan iklan yang mengganggu kenyamanan..Â
Ya, iklan memang seperti pedang bermata dua. Perlu untuk hidup, tapi bisa mematikan. Mematikan minat membaca dan menulis.Â
Lalu, kini ada premium yang menawarkan aneka keuntungan:
Tentu saja, ada banyak penulis konten yang rela mengeluarkan duit sebagai ungkapan cinta dan setia. Akan tetapi, ada pula yang belum atau tidak.
Alasannya bisa beragam: keuntungan yang kurang menarik, keterbatasan dana, dan sikap menunggu perkembangan berikutnya.
Tentu saja, seperti penjelasan Bang Nurulloh, COO Kompasiana, Kompasiana akan tetap jadi rumah bersama. Tidak ada keharusan menjadi pelanggan premium. Dana dari premium akan kembali digulirkan. Circular economy. Bagus atau tidak, aku tak tahu pasti. Perlu evaluasi. Perlu rendah hati menilai situasi.
Nah, karena cintaku, aku tuliskan surat ini sebagai wujud peduli.
Coba tengok data Alexarank ini:
Supaya gambaran makin lengkap, coba lihat data Similarweb ini: