"Ibu teramat lembut, kini turun kabut
Kanal Naviglio kebingungan menghantam bendungan,
pepohonan membengkak berair, terbakar dengan salju;
Aku tak bersedih hati di Italia Utara:Â
aku tak berdamai dengan diriku sendiri,Â
namun aku tak sedang menanti maaf dari siapa pun,Â
banyak orang yang berutang air mata padaku.
Aku tahu engkau tak sehat,Â
aku tahu bahwa engkau hidup miskin,
seperti semua ibu penyair,
dan sungguh mencinta anak-anak yang jauh.
Hari ini aku menulis kepadamu."Â
-Akhirnya, engkau mengatakan, dua patah kata
tentang bocah yang melarikan diri di malam hari dengan mantel pendek
dan beberapa ayat di dalam saku.Â
Miskin, dengan hati yang sangat,
suatu hari mereka akan membunuhnya di suatu tempat. -
"Tentu saja, aku ingat, akan jalan kelabu abu-abu
kereta lambat yang membawa almond dan jeruk,
di muara Imera, sungai yang penuh dengan burung gagak,
garam, dan kayu putih.Â
Tapi sekarang aku berterima kasih padamu,
atas kehendak itu, atas ironi yang engkau kenakan
di bibirku nan lembut seperti milikmu.
Senyum itu menyelamatkanku dari air mata dan rasa sakit.
Dan tak masalah jika aku sekarang menyimpanÂ
beberapa tetes air mata untukmu,
untuk semua orang yang menanti sepertimu,
dan mereka tidak tahu.Â
Ah, kematian yang budiman,
janganlah sentuh jam di dapur yang berdetak di dinding,
seluruh masa kecilku berlalu di bawah kaca hiasnya
di bawah bunga-bunga yang dilukis padanya:
jangan sentuh tangan, hati orangorang renta.
Tapi mungkinkah seseorang menjawab?Â
O kematian yang saleh, kematian yang santun.
Selamat tinggal, bunda tersayang,Â
selamat tinggal, bunda termanisku."
***
Diterjemahkan dari "Lettera alla madre" (sila klik karya asli) karya Salvatore Quasimodo (1901-1968), penyair kelahiran Sisilia. Ia meraih kusala Nobel Prize for Literature (1959). Pada 1960 dan 1967, ia meraih gelar doktor honoris causa dari Universitas Messina dan Oxford. Salvatore adalah salah satu penyair besar Italia abad ke-20.Â
Puisi ini melukiskan kerinduan seorang anak yang merantau di Italia Utara pada ibundanya di Pulau Sisilia ("muara Imera"). Puisi ini dimuat dalam buku kumpulan sajaknya "La vita non è sogno" atau Hidup Bukanlah Mimpi (1949). Salam cinta susastra.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI