Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tom Liwafa dan Pesan "Kalau Tak Bisa Beri, Jangan Sakiti"

9 Mei 2020   05:32 Diperbarui: 9 Mei 2020   05:28 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(repro bidik layar instagram @tomliwafa) via Kompas.com

Seorang YouTuber berinisial FP membuat kegaduhan setelah ia membagikan bantuan palsu kepada para transpuan. Alih-alih memberi sembako, FP yang rupanya mengejar klik dan pelanggan baru justru memberikan sampah. 

Syukurlah, pihak kepolisian telah berhasil menangkap FP dalam pelariannya. Kini ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Tambah lagi, FP telah mendapat sanksi sosial berupa kecaman dari berbagai kalangan. 

Profil Tom Liwafa, Pengusaha Sukses Surabaya

Menanggapi aksi tak terpuji YouTuber pembagi donasi palsu, Tom Liwafa seorang pengusaha sukses dari Surabaya melakukan aksi super simpatik. Dengan mobil mewahnya, ia membagikan bantuan berupa sembako dan uang jutaan rupiah bagi warga miskin.

Tom Liwafa merintis usaha pada tahun 2008 dengan berjualan stiker dan kaus band metal. Ia tak malu berkeliling dengan sepeda motor guna memasarkan dagangannya. Hasil penjualannya ia gunakan untuk mencukupi keperluan harian dan meluniasi uang kuliah.

Perlahan Tom Liwata belajar bagaimana berdagang dengan baik. Berkat ketekunannya, ia sukses mengembangkan bisnisnya.

Sepuluh tahun kemudian, Tom menjelma menjadi pengusaha muda dengan jaringan usaha yang luas. Bersama sang istri, sekarang Tom Liwafa mengelola aneka jenis usaha dengan dukungan 1.500 pegawai.

Tom Liwafa dan Prinsip Moral Universal

Tom Liwafa, salah satu "anggota" Crazy Rich Surabayan itu menyampaikan pesan yang sederhana, namun sering dilupakan banyak orang. Pesan itu adalah "Kalau tak bisa memberi, setidaknya janganlah menyakiti". Di balik pesan ini, ada satu prinsip moral universal yang juga seharusnya kita lakukan, namun sering kita abaikan. Apa itu?

Prinsip moral universal itu adalah Aturan Emas atau the Golden Rule. Aturan Emas berbunyi "perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan." Aturan Emas ini tersua dalam banyak agama dan budaya. 

Gagasan Aturan Emas ini kemungkinan besar sudah muncul pada masa-masa awal Konfusianisme (551–479 SM). Rushworth Kidder dalam How Good People Make Tough Choices (2003) berpendapat, Aturan Emas ini umum dijumpai dalam ajaran agama-agama dunia. Sementara Simon Blackburn dalam Ethics: A Very Short Introduction (2001) menyimpulkan, Aturan Emas ditemukan dalam aneka kebudayaan suku-suku di dunia.

Karena itu, pada tahun 1993, sebanyak  143 pemimpin agama besar dunia mendukung Aturan Emas atau Golden Rule sebagai bagian dari "Deklarasi Etika Global." Ketika diejawantahkan, Aturan Emas ini dapat berupa perintah maupun larangan:

1) Perbuatlah seperti engkau ingin orang lain melakukannya padamu, dan

2) Janganlah lakukan sesuatu pada orang lain jika engkau tidak ingin orang lain melakukannya padamu.

 

"Kalau Tak Bisa Beri, Janganlah Menyakiti"

Di tengah kesulitan hidup yang mendera, banyak orang (mungkin juga kita) kehilangan kemampuan ekonomi untuk berbuat sesuatu bagi yang memerlukan bantuan.

Kita ingin menolong orang-orang kecil yang kehilangan pekerjaan atau tak dapat penghasilan karena dampak corona. Kita ingin mengulurkan tangan membantu tenaga medis yang berjuang di garda terdepan. Akan tetapi, apa daya. Kita sendiri mungkin kesulitan menjaga dapur tetap mengepul. 

Dalam situasi ini, prinsip "Kalau tak bisa memberi, janganlah menyakiti" wajib kita terapkan. Jika memang sedang alami kesulitan keuangan, tak perlu memaksa diri menyumbang banyak orang. Utamakan kerabat atau tetangga terdekat yang paling memerlukan pertolongan.

Jika memang tak punya keahlian medis, tak perlu menambah beban tenaga medis dengan kelalaian kita dalam menaati prosedur kesehatan. Dengan menaati protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah, kita sudah melakukan kebaikan.

Jangan keras kepala di tengah wabah. Mendingan rebahan di rumah daripada keliling membagi kardus bantuan berisi sampah. Lebih baik menikmati rasa rindu kampung halaman daripada nekat mudik dan menjadi pembawa virus yang membahayakan.

Ya, tak ribet kok berbuat baik di tengah wabah ini: "Kalau tak bisa memberi, janganlah menyakiti orang lain". Sesederhana itu.

Salam sehat dan salam berbagi di tengah pandemi. Pojok baca: 1 dan 2. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun